TANJUNGPINANG (HAKA) – Aroma bauksit kini menguat kencang kembali ke udara, sejumlah pihak mulai kasak-kusuk bersiap mengeruk duit dari bauksit. Namun, sebelum menghitung laba bauksit, Direktur Teknik dan Lingkungan, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM RI, M Hendrasto, menyampaikan surat peringatan kedua no 2748/37.03/DBT/2016, tanggal 19 Oktober 2016.
Pasalnya, Dirjen Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM, mencatat sekitar 111 perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), belum menempatkan jaminan reklamasi (jamrek) dan jaminan pasca-tambang.
Namun, hingga batas waktu yang ditentukan, belum ada laporan realisasi pelunasan kewajiban tersebut. Ke-111 pemegang IUP yang izinnya diterbitkan oleh bupati/wali kota di Kepri.
Di Kota Tanjungpinang sekiitar 6 IUP, Bintan sekitar 7 IUP, Lingga sekitar 36 IUP, Karimun sekitar 35 IUP dan Batam sekitar 9 IUP. Sekitar 18 IUP lainnya berada di wilayah perbatasan kabupaten/kota yang izinnya diterbitkan oleh Gubernur Kepri.
“Berdasarkan data yang ada pada kami, ke-111 perusahaan pemegang IUP di Kepri ini, belum menempatkan jaminan reklamasi dan jaminan pasca-tambang. Karena itu, diminta kepada saudara untuk segera menempatkan jaminan tersebut paling lama 30 hari kerja setelah tanggal surat peringatan kedua ini,” tulis Hendrasto dalam surat peringatannya yang diterima, Minggu (5/2/2017).
Dalam surat peringatan kedua itu, Hendrasto menjelaskan, bahwa kewajiban pemegang IUP eksplorasi menyediakan Jamrek tahap eksplorasi dan kewajiban pemegang IUP Operasi Produksi menyediakan Jamrek dan jaminan pasca tambang, sudah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor : 7 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pasca Tambang pada kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.
Investigator Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM RI, Buana Sjahboeddin mengingatkan adanya sanksi pidana bagi para pemilik IUP yang tidak melaksanakan kegiatan reklamasi dan pasca tambang.
“Hati-hati, ada sanksi pidana yang menanti dalam Undang-Undang Nomor : 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” katanya.
Dalam Pasal 98 UU Nomor : 32 Tahun 2009 itu, dijelaskan setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup, dipidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar. (red)