BINTAN (HAKA) – Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Bintan Fachrimsyah mengatakn, dinas tidak memiliki data tentang jumlah ikan hasil tangkapan nelayan Bintan, yang diekspor ke luar negeri. Baik ikan yang diekspor dalam kondisi mati tapi masih segar, maupun ikan yang diekspor dalam kondisi hidup.
“Kami tak ada data ekspor ikan itu. Yang ada itu kan dari Kantor Karantina di Tanjungpinang. Coba cek ke Karantina, kami tak punya,” ucapnya.
Ia menambahkan, di Kabupaten Bintan tidak ada pihak yang mengekspor ikan. Hanya saja, nelayan Bintan cukup banyak di Kabupaten Bintan. Seperti di Kijang dan sepanjang pantai Trikora.
“Biasanya, nelayan Bintan ini kalau mau ekspor ikan, harus numpang ke kapal pengusaha. Baik yang dari Natuna, Anambas maupun dari Tanjungpinang,” terangnya.
Ternyata yang mengetahui tentang jumlah ikan yang sering diekspor malah pengusaha, bukan pihak pemerintah.
Seorang pengusaha perikanan di Bintan, Ikhsan menyebutkan, sebelum ada kebijakan larangan impor dan proses ekspor yang rumit, jumlah ikan dari Bintan yang diekspor ke Malaysia itu berkisar 150 peti sampai 200 peti. Jumlah ekspor ikan campur itu sekitar 10 sampai 13 ton, untuk sekali pengiriman.
“Biasanya, seminggu itu bisa 3 kali ekspor. Tapi sejak diperketat impor, dan proses ekspor yang cukup panjang ini, hanya sekali seminggu,” kata Ikhsan, kemarin.
Saat ini, ekspor ikan hanya bisa dilakukan melalui pintu keluar Kota Batam, kemudian dilanjutkan ke Singapura, sebelum tiba di Malaysia. Proses panjang ini mengakibatkan, ikan busuk saat tiba di Malaysia, imbasnya harga ikan anjlok.
Sementara, biaya atau cost yang dikeluarkan untuk ekspor melalui pintu Batam, Singapura dan diteruskan ke Malaysia ini, hampir tiga kali lipat yang dikeluarkan pengusaha, dibandingkan sebelum ada kebijakan diperketat impor dan ekspor ini. (eci)