TANJUNGPINANG (HAKA) – Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) berada di urutan keempat terbaik, untuk jumlah kasus stunting di Indonesia.
Stunting merupakan kondisi gagal pertumbuhan pada anak dalam hal ini tubuh dan otak, akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama.
Dampak dari stunting sendiri yakni, anak menjadi lebih pendek dari anak normal seusianya, dan memiliki keterlambatan dalam berpikir.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kepri, Tjetjep Yudiana menyampaikan, dari hasil pemantauan selama 2018, jumlah kasus stunting di Kepri saat ini mencapai 60 ribu. Atau 24 persen dari keseluruhan angka kelahiran bayi pada 2018 lalu.
“Total angka kelahiran bayi di Kepri tahun lalu sekitar 300 ribu. Maka, jumlah kasus stunting di Kepri ini mencapai 60 ribu bayi,” ujarnya, Senin (25/2/2019) kemarin.
Menurutnya, tingginya kasus stunting di Provinsi Kepri karena faktor pola asuh yang kurang baik utamanya dalam pemberian makan kepada anak.
Ia mencontohkan, saat ini banyak orang tua yang membiasakan pemberian makan kepada bayi yang usianya di bawah enam bulan. Misalnya dengan memberikan pisang atau makanan pendamping yang banyak dijual di tempat perbelanjaan.
Padahal praktik itu sejatinya tidak diperbolehkan. Sebab, bayi yang belum genap enam bulan wajib hanya diberikan Air Susu Ibu (ASI).
“Karena usus bayi yang belum genap enam bulan itu belum kuat benar. Dan bila diberikan makanan lain selain ASI dikhawatirkan bayi dapat terkena resiko penyakit diabetes, stroke, penyakit jantung, serta daya tahan tubuh juga akan melemah. Entah itu pada saat bayi atau dialami ketika penderita stunting beranjak dewasa,” paparnya.
Ia pun mengimbau, para orang tua untuk meningkatkan pemahaman tentang gizi bagi anak. Terutama, bagi para ibu yang wajib memberikan ASI eksklusif minimal hingga bayi berusia 6 bulan.
“Kita juga berharap, setiap wanita yang mau menikah juga harus terlebih dahulu tahu dan paham tentang pemberian gizi kepada anak,” harapnya.(kar)
Catatan Redaksi: Judul sebelumnya, “60 Ribu Balita di Kepri Terpapar Stunting, Terburuk ke-4 di Indonesia” lalu diganti karena ada kekeliruan penafsiran. Termasuk juga dengan perubahan pada aliena satu.