TANJUNGPINANG (HAKA) – Pada 10 Oktober 2020 mendatang, kasus dugaan tindak pidana korupsi BPHTB, yang ditangani Kejari Tanjungpinang memasuki masa setahun penanganan.
Jelang setahun kasus ini terungkap, sejumlah mahasiswa dari Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH), mendatangi Kantor Kejari Tanjungpinang, Rabu (30/9/2020) sekitar pukul 09.00 WIB.
Menurut koordinator lapangan (korlap) aksi, Kamsar mengatakan, kasus dugaan korupsi BPHTB telah bergulir hampir setahun di Kejari Tanjungpinang. Namun hingga kini belum juga ada penetapan tersangka.
“Dari statement akhir pihak Kejari Tanjungpinang, kan segera menetapkan tersangka, tapi sampai saat ini tidak ada lagi kabar,” ucap Kamsar dalam orasinya.
Lambannya proses hukum yang dilakukan oleh Kejari Tanjungpinang, sambung Kamsar, membuat kasus itu redup dan bahkan kejaksaan memilih diam.
“Kami mau mengetahui jawabannya, apa sebenarnya terjadi,” imbuhnya sambil meminta Kajari Tanjungpinang, Ahelya Abustam menemui mereka.
Sementara itu, Kasi Pidsus Kejari Tanjungpinang Aditya Rakatama mengatakan, pihaknya telah berupaya beberapa kali meminta perwakilan mahasiswa, untuk ketemu langsung Kajari Tanjungpinang, Ahelya Abustam.
“Tapi mereka menolak, mereke maunya semua. Pertimbangan kami, kenapa hanya perwakilan saja menemui Kajari, karena berkaitan dengan kondisi Covid-19,” tutur Aditya kepada wartawan.
Intinya hasil kerugian negara dari Tim Audit BPKP Kepri, sambung Aditya, pihaknya telah terima senilai Rp 3 miliar untuk tahun 2018-2019 silam.
Kelanjutan proses tindak pidana ini, menurut Aditya, terhambat pada keterangan beberapa saksi yang berada di luar Kota Tanjungpinang.
“Ada beberapa saksi, yang belum dilakukan pemeriksaan karena mereka menolak datang ke sini. Akibat pandemi Covid-19,” terangnya.
Lalu, pihaknya berencana melakukan zoom meeting untuk meminta keterangan para saksi tersebut. Namun tidak bisa, karena ada dokumen penting yang harus diperlihatkan kepada mereka.
“Karena kita harus menunjukkan dokumen kepada mereka, untuk mengklarifikasi apakah dokumen ini betul-betul pernah dibuat oleh yang bersangkutan, atau dokumen ini ada kaitannya dengan para saksi,” ujarnya.
Bahkan pihaknya telah membuat berita acara pemeriksaan (BAP), untuk para saksi tersebut yakni melalui email masing-masing.
“Yang bisa kita email, kita kirim. Yang tak bisa menunjukan barang atau alat bukti dalam dokumen harusnya secara langsung,” sebutnya.
Jika para saksi dipaksakan hadir di sini, dengan kondisi pandemi Covid-19 saat ini, pihaknya tidak bisa memberikan jaminan kesehatan.
“Kita tidak bisa memaksakan diri, para saksi harus hadir karena, mereka juga gak ada yang bisa jamin ketika terjadi sesuai nanti, yang disalahkan kita,” pungkasnya. (rul)