Oleh Dr. Arie Wibowo Khurniawan, S.Si, M.Ak
[Perencana Ahli Madya – Direktorat SMK- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Pemerhati School Governance, Pendidikan Kejuruan dan Pendidikan Vokasi]
Tahun 2021, Indonesia masuki “Second Wives” dari Pandemi Covid-19 yang ditandai dengan meningkatnya kasus Covid-19 di Indonesia yang mencapai 2.615.529 jiwa. Kondisi tersebut langsung saja membuat ekonomi Indonesia luluh lantak hampir memasuki krisis yang dampaknya sangat masif.
Salah satu sektor yang terdampak pandemi Covid 19, yang sebelumnya optimis akan dilakukannya pembukaan kelas tatap muka pada bulan juni, akhirnya tertunda dengan meningkatkannya kasus Covid 19.
Dalam dunia pendidikan, Pandemi Covid 19 sangat memukul telak Pendidikan Vokasi. Mulai dari penutupan sekolah dan tempat kerja yang menyebabkan hilangnya pembelajaran praktek teknis dan pelatihan.
Kemudian, Tekanan atas kualitas lulusan pendidikan vokasi yang dipertanyakan oleh berbagai pemangku kepentingan terkait tingkat ketuntasan atas kompetensi, kemahiran atas keterampilan, dan karakter.
Selain itu, ditambah lagi dengan berkurangnya peluang pasar tenaga kerja yang diakibatkan adanya penutupan lapangan pekerjaan akibat pandemi Covid 19.
Kondisi lingkungan yang serba tidak pasti dan berkepanjangan, atas dunia pendidikan vokasi sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan mental kaum muda. Tentu saja ini akan memiliki konsekuensi yang tahan lama baik pada kehidupan pribadi dan profesional mereka.
Akhirnya, transisi siklus hidup kaum muda lulusan dari pendidikan vokasi menjadi menjadi sebuah ancaman baru Bonus Demograsi Indonesia.
Kekacauan transisi siklus hidup kaum muda Indonesia dari lulusan pendidikan vokasi yang terjadi saat ini, harus dapat segera diperhatikan dan ditanggapi serius oleh para pemangku kepentingan yang terkait, mulai dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Teknis/kejuruan, Perusahaan, Organisasi Pengusaha dan Pekerja, Pembuat kebijakan dan Mitra pembangunan, bahkan juga oleh kaum muda dari pendidikan vokasi.
Sebenarnya, Gelombang Kedua lonjakan kasus COVID-19 di Indonesia sudah diprediksi oleh para Ahli, setelah Indonesia melewati Gelombang Pertama dengan puncak lonjakan mencapai 15 ribu kasus di bulan Januari 2021. Masing-masing gelombang memiliki karakteristik dan tantangannya masing-masing.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Inventure, pada gelombang pertama yang telah dijalani lebih dari setahun setidaknya ditandai oleh empat situasi yakni, Pertama, situasi “UNKNOWN-UNKNOWN”. “We don’t know what we don’t know.” Situasi dimana serba ketidaktahuan yang mengakibatkan berbagai pemangku kepentingan melakukan “jurus mabuk” dan blunder terjadi di sana-sini. Situasi ini menandakan saling ketidaktahuan apa yang sedang terjadi.
Kedua, situasi FEAR Society: HEALTHY-SAFETY is King. Situasi dimana masyarakat diliputi ketakutan dan kecemasan akibat ketidakpastian kapan pandemi bakal berakhir.
Ketiga, situasi FREEZING Demand-Massive SHUTDOWN. Situasi ini menjelaskan dimana ketidakpastian, kecemasan, anjloknya permintaan konsumen, turunnya daya beli masyarakat, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), hingga mis-manajemen dari pemangku kepentingan sehingga mengakibatkan banyaknya dunia usaha dan dunia industri bertumbangan dan tutup permanen.
Keempat, situasi Accelerated DIGITALIZATION. Situasi ketika masyarakat hanya bisa tinggal di rumah, maka digital menjadi solusi sementara, sekaligus solusi selamanya.
Selanjutnya pada gelombang kedua yang pada saat ini Indonesia memiliki tantangan yang berbeda, di antaranya, Pertama, tantangan More EXPERIENCE-DEEPER Recession. Jenis tantangan ini tidak seperti sebelumnya, kini para pelaku ekonomi dilapangan lebih berpengalaman beradaptasi dengan pandemi Covid-19.
Namun kerusakan yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19 terhadap ekonomi, bisnis, dan pelaku usaha sudah terlanjur fatal. Konsumen percaya diri untuk menahan pengeluaran akibatnya permintaan kembali tiarap di titik nadir. Pelaku-pelaku usaha yang sudah kekeringan uang tunai menjadi kian banyak bertumbangan.
Kedua, tantangan It’s a MARATHON Game -RESILIENCE is king. Jenis tantangan ini menjelaskan bahwa pandemi membunuh ekonomi, bisnis, dan pelaku usaha secara perlahan melalui “serangan serial” dari gelombang-gelombang selanjutnya.
Tantangan tersebut memaksa semua aktivitas perekonomian dan bisnis untuk dapat bertahan hidup di kondisi krisis dalam kurun waktu panjang.
Ketiga, tantangan More VOLATILE- more UNCERTAIN. Jenis tantangan ini menjelaskan bahwa serangan kehancuran ekonomi berlangsung secara bertubi-bertubi dari gelombang-gelombang lonjakan kasus Covid-19 yang nantinya terus dihadapi dalam beberapa waktu ke depan.
Orientasi bahwa Kesehatan lebih penting daripada Ekonomi yang dilakukan oleh pemangku kepentingan membuat ekosistem ekonomi dan bisnis tambah lebih runyam. Akhirnya lingkungan bisnis menjadi benar-benar VUCA: Volatile, Uncertain, Complex, Ambiguous.