TANJUNGPINANG (HAKA) – Temuan atas perjalanan dinas fiktif, atau Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) di Sekretariat DPRD Provinsi Kepri, berimbas kepada salah satu travel yang ada di Tanjungpinang.
Pasalnya, hingga saat ini, salah satu travel yang ada di Tanjungpinang mengaku masih diutangin oleh Sekretariat DPRD Provinsi Kepri.
“Saya kurang tau sangat. Tapi memang mereka (DPRD Kepri, red), masih ada utang di tahun 2021 dan sampai saat ini belum dibayar,” sebut salah satu karyawan yang bekerja di Travel yang kerap jadi langganan pegawai DPRD Kepri.
Ia pun tidak mengetahui persis, berapa nilai utang Sekretariat DPRD Kepri, ke tempat kerjanya. “Kalau itu saya kurang tahu, ke bagian keuangan saja. Tapi kayaknya sudah ada dicicil, tapi belum lunas. Memang seharusnya sudah dibayar tapi tak tau permasalahannya di mana,” ucapnya.
Sebelumnya, dari data penelusuran hariankepri.com, nilai temuan di Sekretariat DPRD Kepri yang masuk dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebesar Rp 667 juta.
Angka ini terbagi atas tiga kelompok temuan. Pertama, sekitar Rp 10 juta di Bagian Keuangan DPRD Kepri. Kedua, di Bagian Risalah dan Persidangan Setwan DPRD Kepri.
Di bagian ini terbagi dalam dua kelompok juga. Di Sub Bagian AKD sebesar Rp 40 juta, dan sisanya sekitar Rp 617 juta di sub bagian lainnya.
“Itu yang terlacak oleh BPK. Yang Rp 1,5 miliar yang dicairkan pada TU Triwulan IV, dan sampai sekarang masih terutang ke beberapa pihak, tidak diperiksa BPK?,” ujar salah satu sumber hariankepri.com, nada bertanya.
Ia merincikan, dana SPPD Rp 1,5 miliar itu, dipegang oleh salah satu PPTK di Bagian Risalah dan Persidangan Setwan DPRD Kepri. Tapi, itu hanya kamuflase. Sebab, aliran dana hanya di dua orang saja.
“Bendahara saat itu inisial F, dan Pak Sekwan,” ucapnya gamblang.
Diceritakannya, waktu itu seluruh AKD, baik itu komisi, pansus, maupun bamus melakukan perjalanan dinas, secara bergantian.
Nah, waktu itu tiba-tiba anggaran Rp 1,5 miliar yang sedianya dipakai untuk membayar hotel, travel, uang harian anggota dewan maupun staf, diinfokan oleh bendahara, bahwa uangnya sudah habis.
“Itulah awal mula petaka, sehingga sampai saat ini, Juni 2022, masih ada sekitar Rp 700 juta yang tidak diketahui keberadaannya. Anggota-anggota dewan itu sudah pada nagih ke Sekwan, tapi tak ada kejelasan juga,” paparnya.
Lebih lanjut dijelaskannya, bahwa SPPD sebesar Rp 1,5 miliar itu, dinihilkan oleh bendahara kala itu, tepat di 31 Desember 2021. Padahal, uangnya belum diserahkan ke yang berhak.
“Contoh fakta. Utang travel masih sekitar Rp 400 juta. Rp 300 juta untuk honor harian staf, termasuk anggota dewan yang masuk dalam bamus kunjungan ke Jawa Barat. Itu juga belum dibayar sampai sekarang,” ungkapnya.
Sumber hariankepri.com ini menambahkan, bahwa diduga kuat, saat bendahara menihilkan anggaran, menggunakan SPj, namun tanda tangannya dipalsukan.
“Buktinya, Rp 1,5 miliar cair, sedangkan duitnya masih sekitar Rp 700 juta belum sampai ke penerima. Yang saya tahu, cuma Pak Sekwan dan Bendahara yang mengelola uang itu, PPTK nya hanya pajangan aja,” tutupnya.
Sementara itu, upaya konfirmasi sudah dilakukan beberapa kali ke Sekwan DPRD Kepri, Martin Maromon. Namun, mantan Kepala Biro Umum Setdaprov ini tidak berada di kantor. Begitupun ke nomor pribadi Sekwan, tidak memberikan respon.
Sama halnya dengan mantan Bendahara DPRD Kepri periode tahun 2021, Fardiono yang dikonfirmasi, pada Jumat (17/6/2022) juga enggan memberikan tanggapan.
Sebelumnya, Kabag Keuangan DPRD Kepri, Jhon Barus saat dimintai tanggapannya, enggan berkomentar mengenai pencairan perjalanan dinas fiktif di DPRD Kepri.
“Terkait hal ini mohon maaf. Arahan pimpinan, informasi 1 pintu di Pak Sekwan (Martin L Maromon,red),” katanya, saat dihubungi, Kamis (16/6/2022). (zul/kar)