TANJUNGPINANG (HAKA) – Direktur Utama (Dirut) PT Pembangunan Kepri, Rudiantoro Ruben angkat bicara soal rencana evaluasi total kinerja direksinya yang akan dilakukan oleh Gubernur Provinsi Kepulauan (Kepri) Nurdin Basirun.
Ruben mengatakan, dirinya siap untuk dievaluasi. Bahkan, ia mengaku siap jika dari hasil evaluasi tersebut dirinya nanti akan di-nonaktifkan sebagai Dirut PT Pembangunan Kepri.
“Tapi Provinsi harus membayar semua gaji dan tunjangan kami yang selama dua tahun ini tidak dibayar. Karena itu (pembayaran gaji dan tunjangan,red) ada dalam surat perjanjian antara Pemprov Kepri dan direksi PT Pembangunan Kepri,” ujarnya, Selasa (22/8/2017).
Namun sejatinya kata dia, penyebab utama yang membuat PT Pembangunan Kepri tidak mampu untuk memberikan kontribusi bagi Pemprov Kepri, dikarenakan selama ini perusahaan pelat merah tersebut terlebit hutang yang cukup banyak. Utang yang jumlahnya kini mencapai Rp 12 miliar itu merupakan warisan dari direksi sebelumnya. Utang tersebut terdiri dari utang pajak sebanyak Rp 5 miliar, utang kepada PT Draya sebanyak Rp 5 miliar, dan sisanya merupakan utang untuk biaya operasional PT Pembangunan Kepri.
Awalnya kata dia, pada saat ia menduduki jabatan direktur PT Pembangunan Kepri pada September 2013 lalu. Utang PT Pembangunan Kepri hanya sebesar Rp 109 juta.
“Karena utang segitu makanya saya berani jadi dirut, tapi setelah diaudit ternyata utangnya saat itu jumlahnya Rp 10 miliar. Karena itu utang pajak jadi sekarang terus bertambah jadi Rp 12 miliar,” sebutnya.
Selain itu, modal sebesar Rp 14 miliar yang diberikan oleh Pemprov Kepri ke PT Pembangunan Kepri pada tahun 2007 telah habis sejak tahun 2008 oleh direksi sebelumnya. Hal itu kata dia, diketahui setelah adanya audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada bulan Juli tahun 2016 lalu. “Jadi saya ini pas masuk cuma dapat abuknya saja,” tuturnya.
Dari hasil audit itu juga lanjutnya, ada beberapa point menurut BPK yang menjadi penyebab tidak sehatnya bisnis PT Pembangunan Kepri disaat ini. Pertama karena jajaran direksi PT Pembangunan Kepri sebelumnya tidak mampu mengelola keuangan dengan baik. Selain itu, modal yang disuntikkan oleh Pemprov Kepri sebesar Rp 14 miliar tidak mampu untuk dikembangkan menjadi usaha, karena tingginya beban gaji dan tunjangan direksi PT Pembangunan Kepri saat itu. Kemudian, lemahnya pengawasan dan koordinasi dari Pemprov Kepri dan jajaran direksi PT Pembangunan Kepri yang membuat kondisi perusahaan tersebut menjadi tidak berkembang dengan baik.
“Dampak dari semua itu yang akhirnya membuat Pemprov Kepri dan DPRD sekarang tidak percaya lagi dengan kinerja PT Pembangunan Kepri,” tuturnya.
Dengan kondisi tersebut, wajar kata dia jika saat ini PT Pembangunan Kepri tidak bisa untuk memberikan kontribusi bagi Pendapat Asli Daerah (PAD) Provinsi Kepri. Karena, perusahaan yang dipimpinnya tersebut kini tidak memiliki modal untuk mengembangkan usaha. Sementara usaha penjualan avtur yang menjadi satu-satunya usaha yang dijalankan oleh PT Pembangunan Kepri. Hasilnya tidak mampu untuk menutupi biaya operasional setiap bulannya. Karena dalam sebulan keuntungan dari penjualan avtur tersebut hanya sebanyak Rp 30 juta, sedangkan untuk biaya operasional PT Pembangunan Kepri dalam sebulannya mencapai Rp 60 juta.
“Inilah nanti yang akan saya sampaikan ke Pak Gubernur pada saat RUPS nanti,” sebutnya.
Ruben menyebutkan, sedianya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) akan dilakukan pada Rabu (23/8) besok. Namun, karena padatnya jadwal Gubernur Provinsi Kepri. RUPS tersebut diundur pada bulan September mendatang.
“Pada prinsipnya saya siap untuk terus menjalankan BUMD ini, asalkan ada dukungan dari Pemprov Kepri dan DPRD Kepri untuk menyelesaikan masalah yang ada. Karena misi saya sejak awal bagaimana BUMD ini dapat menghasilkan PAD untuk Kepri dan direktur selanjutnya dapat bekerja dengan tenang,” tuturnya.(kar)