TANJUNGPINANG (HAKA) – Pasca penangkapan Gubernur Kepri Non Aktif, Nurdin Basirun oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sosok Abu Bakar menjadi sorotan.
Perhatian publik tertuju pada Abu bukan hanya karena dirinya menjadi tersangka KPK. Namun, informasi tentang latar belakang pekerjaan dan ekonomi yang pas-pasan, membuat publik tercengang.
Pasalnya, Abu Bakar oleh KPK dinyatakan dalam konstruksi perkara sebagai pihak swasta yang beberapa kali menyuap Nurdin Basirun, melalui Kadis DKP Kepri, Edi Sofyan.
Dalam perbincangan hariankepri.com, Sabtu (13/7/2019) dengan mantan pejabat DKP Kepri, terungkap, bahwa Abu Bakar itu hanyalah nelayan biasa yang berdomisili di Pulau Panjang, Batam.
“Saya pernah sekali ketemu dengan dia, waktu itu kebetulan saya yang mengurusi bantuan untuk Forum Kelompok Usaha Bersama (KUB) nelayan di Batam,” singkatnya.
Jumat (12/7/2019), KPK hampir seharian menggeledah kediaman Nurdin Basirun, di Gedung Daerah. Rumah yang berada di sayap kiri gedung utama itu, disisir KPK berjam-jam.
Alhasil, Tim KPK menemukan 13 tas ransel, kardus, plastik dan paper bag terdiri dari Rp 3,5 miliar, lalu USD33.200 (sekitar Rp 470 juta) dan SGD134. 711 (sekitar Rp 1,37 miliar), dengan jumlah total sekitar Rp 5,5 miliar.
“Uang itu ditemukan di kamar gubernur di rumah dinas gubernur Kepri,” sebut Jubir KPK, Febri Diansyah.
Kendati KPK belum memastikan, apakah uang miliaran ini, adalah paket suap dari izin reklamasi yang diurus Abu Bakar, namun lagi-lagi persoalan ini jadi tanda tanya besar.
Apa iya?, Abu Bakar seorang nelayan di Batam sanggup menyuap Nurdin dengan jumlah sangat fantastis.
Bahkan, nilai suap Abu bisa dibilang, setara dengan kekayaan Sang Gubernur, berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Nurdin Basirun tahun 2019.
Kemampuan Abu Bakar menyuap ini sudah dibuktikan KPK melalui konstruksi kasus, yang dipaparkan Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, Kamis (11/7/2019) malam.
Basaria menyampaikan, Gubernur Nurdin diduga telah menerima sejumlah uang dari Abu Bakar baik secara langsung maupun tidak langsung yakni melalui Edi Sofyan.
Penyerahan uang itu pertama kali dilakukannya pada 30 Mei 2019, saat itu Abu Bakar menyerahkan langsung uang sebanyak SGD 5.000 dan Rp 45 juta kepada Nurdin Basirun.
Satu hari setelah penyerahan uang tersebut yakni tanggal 31 Mei 2019. Izin prinsip reklamasi seluas 10,2 hektar yang diajukan oleh Abu Bakar pada awal Mei terbit.
Selang beberapa pekan setelah izin yang diajukannya itu terbit. Abu Bakar memberikan tambahan uang, sebanyak SGD 6000 untuk Nurdin Basirun melalui Budi Hartono di Pelabuhan Sribintan Pura, Kota Tanjungpinang.
Rangkaian aksi Abu Bakar yang tercium KPK ini sekaligus menegaskan, bahwa nelayan ini punya cukup duit untuk menyuap pejabat pemerintah provinsi.
Jika Abu Bakar getol mengurus perizinan dengan cara yang keliru, maka motifnya membangun resort di Tanjungpiayu, menjadi pertanyaan.
Apakah itu resort milik sang nelayan, atau punya The Real pengusaha yang memanfaatkan kenekatan Abu Bakar?. (fik)