Site icon Harian Kepri

Ada Apa dengan Reklame?

Abang Ibrahim-f/istimewa

Oleh:
Abang Ibrahim
Pemerhati Sosial Tanjungpinang

PENERTIBAN reklame menjadi isu utama, dan trending topik masyarakat Tanjungpinang saat ini. Tiba-tiba, tiang-tiang reklame bisu, yang sebelumnya seolah tak tersentuh itu, kini “berbicara” dan menjadi bahan perbincangan publik.

Di kedai-kedai kopi, grup-grup WA, media sosial, dan media arus utama, semua bahas tiang reklame. Ada pihak yang mengatakan, Pemko Tanjungpinang seolah tidak memiliki program, atau agenda yang lebih penting.

Seperti mendatangkan investasi, daripada alih-alih mengurusi soal tiang konstruksi reklame. Sementara, banyak pihak lain yang justru mendukung upaya penertiban tersebut.

Karena, tentu banyak juga yang jengah melihat hampir di setiap sudut kota dijejali dengan jejeran aneka bentuk, jenis, dan ukuran konstruksi reklame.

Lantas ada apa dengan konstruksi reklame?. Melalui pendataan Tim Terpadu yang terdiri dari Dinas PUPR, Badan Penerimaan Pajak dan Retribusi Daerah, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, dan Satuan Polisi Pamong Praja, ternyata lebih 200-an konstruksi reklame, hanya sekitar 10 persen saja yang memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau kini disebut dengan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).

Atas dasar itulah kemudian Pemerintah Kota Tanjungpinang melaksanakan penertiban perizinan. Tentu saja juga diharapkan akan menghasilkan pundi-pundi pendapatan asli daerah (PAD).

Apakah penertiban konstruksi reklame yang tidak memiliki izin selama bertahun tahun bercokol di pinggir-pinggir jalan itu hanya sekadar upaya peningkatan pendapatan asli daerah?. Jawabannya tentu saja tidak.

Hal utama yang mendasari pelaksanaan kegiatan penertiban konstruksi reklame tidak berizin tersebut, mungkin dapat disimpulkan secara singkat, dengan
keinginan Pemko Tanjungpinang untuk memberikan jaminan keselamatan terhadap masyarakat, atas laiknya fungsi dan konstruksi reklame itu sendiri.

Bukan menjadi rahasia umum jika tiang tiang dan konstruksi reklame yang bertebaran di tiap sudut strategis dan memiliki nilai jual tinggi di mata pengusaha itu, dibangun tanpa pengawasan.

Bahkan kebanyakan, selesai dibangun dalam satu malam, tanpa ada pendampingan teknis dari Dinas PUPR. Lah, kenapa sampai tidak ada pendampingan teknis?. Ya, karena jelas konstruksi reklame tersebut tidak melalui mekanisme perizinan sebagaimana mestinya.

Mungkin ada beberapa konstruksi reklame yang sekilas terlihat kokoh. Namun apakah kedalamannya tiang sesuai dengan perhitungan teknis untuk panjang, lebar, dan tinggi konstruksi reklame itu sendiri?. Tentu tidak ada yang dapat memberi jaminan terhadap kualitasnya.

Bahkan melalui kegiatan penertiban yang secara gencar dilaksanakan oleh Satpol PP Kota Tanjungpinang, ditemukan konstruksi-konstruksi yang terbengkalai dan ditinggalkan begitu saja oleh pemiliknya.

Jika konstruksi tersebut tumbang dan menimbulkan korban, mungkin tidak hanya saya yang yakin dan percaya bahwa masyarakat akan dengan mudah melayangkan jari telunjuk untuk menyalahkan Pemko Tanjungpinang.

Kalimatnya mungkin bisa jadi seperti ini : “Kemana aja Pemko Tanjungpinang, kok ada konstruksi reklame tak berizin dibiarkan begitu saja”? Intinya, Pemko Tanjungpinang akan dinilai lalai.

Penegakan wibawa pemerintah, dan menghadirkan negara di tengah masyarakat, adalah salah satu tujuan dari pelaksanaan kegiatan penertiban konstruksi reklame di Tanjungpinang.

Sejak tahun 2010, Kota Tanjungpinang sebenarnya telah memiliki regulasi yang ditujukan untuk mengatur teknis penataan, dan pelaksanaan kegiatan pembangunan.

Yaitu Peraturan Daerah Nomor 70 Tahun 2010 tentang Bangunan Gedung. Perda itu sendiri kini tengah mengalami penyempurnaan dan penyesuaian melalui bentuk rancangan Perda yang baru.

Dalam Perda tersebut banyak diatur mengenai mekanisme, persyaratan teknis, dan tata cara pemberian IMB. Daerah sempadan jalan dibenarkan untuk dibangun atau dimanfaatkan untuk papan reklame.

Dan tentu saja daerah sempadan jalan menjadi lokasi favorit. Namun sesuai dengan Perda dimaksud, hal itu tentu saja harus melalui mekanisme, pendampingan, pengawasan, sampai pada penertiban IMB.

Bayangkan jika dari lebih 200-an konstruksi reklame hanya sekitar 10 persen saja yang mengantongi IMB?. Hal tersebut memperlihatkan lemahnya penegakan wibawa pemerintah, dan bukti ketidakhadiran negara di tengah masyarakat.

Mungkin juga masyarakat Tanjungpinang baru kali ini “ngeh” bahwa mayoritas konstruksi reklame tidak memiliki IMB. Setelah Wali Kota Tanjungpinang Hj Rahma, yang terkenal lugas itu, secara tegas melaksanakan penertiban perizinan ratusan konstruksi reklame.

Selain Perda Kota Tanjungpinang Nomor 70 Tahun 2010, Pemko Tanjungpinang juga memiliki Peraturan Walikota Tanjungpinang Nomor 70 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan dan Tata Cara Izin Reklame.

Perwako yang baru dibuat pada masa kepemimpinan wali kota Hj Rahma, itu secara lebih detail mengatur mengenai penyelenggaraan urusan reklame.

Dalam banyak kesempatan, Hj Rahma, menyatakan, bahwa pemerintah kota sama sekali tidak bermaksud melarang atau alergi terhadap reklame. Malah ia justru sangat mendukung, karena tentu saja wali kota juga menyadari ada peluang PAD dari keberadaan konstruksi-konstruksi reklame tersebut.

Namun seperti keinginannya yang juga secara langsung tertuang dalam Peraturan Wali Kota Tanjungpinang, adalah penggunaan reklame sebagai media informasi publik baik untuk tujuan komersil dan non komersil juga harus memenuhi aspek legalitas, estetika, keselamatan, dan kesesuaian dengan rencana tata ruang kota.

Apalah guna Perda Rencana Detail Tata Ruang sebagai kompas penataan wilayah, jika konstruksi-konstruksi reklame itu sendiri tidak kunjung ditertibkan?. Apalah guna Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 7 Tahun 2018 tentang Ketertiban Umum jika konstruksi-konstruksi reklame itu tidak kunjung ditertibkan?.

Dan pertanyaan yang muncul di benak kita adalah, sudah berapa lama konstruksi reklame tidak berizin itu berdiri?. Apakah konstruksinya masih tetap kuat dari terpaan hujan dan panas sejak belasan tahun lalu?.Tidak ada yang dapat memberikan jaminan secara teknis.

Karena masyarakat sendiri banyak yang menyaksikan secara kasat mata tentang karat dan goyangnya konstruksi reklame ketika angin berhembus kuat.

Pemko Tanjungpinang justru berkeinginan, untuk memberikan pembinaan dan legalitas terhadap pemilik konstruksi reklame, baik perorangan, badan usaha, atau pihak ketiga yang selama ini mungkin telah membayar pajak atas reklame yang terpasang pada kontruksinya.

Karena sudah menjadi rahasia umum jika di negara +62 ini terdapat “perang” terbuka antara “jenderal” izin dan “jenderal” pajak. Sang “jenderal” pajak mengatakan bahwa ketika sesuatu usaha telah masuk dalam kategori objek pajak, berizin atau tidak kah usaha itu, pajaknya tetap harus ditarik.

Oleh sebab itu, tidak heran jika konstruksi reklame tumbuh subur bak jamur di musim hujan, meski sama sekali tidak memiliki izin. Atas nama “jenderal” pajak, panggung/konstruksi reklame pun seolah berjalan sendiri.

Resikonya, tidak ada yang menjamin terhadap kelaikan fungsi dan keselamatan konstruksi reklame. Sementara “jenderal” izin mengatakan, konstruksi reklame harus melalui mekanisme pengawasan teknis, kelengkapan persyaratan, hingga dianggap pantas diberikan izin. Juga agar kelaikan fungsi dan konstruksi reklame tersebut dapat dijamin demi keselamatan masyarakat di sekitarnya.

Pembinaan dan penyelarasan antara izin dan pajak itulah yang saat ini dilaksanakan oleh Hj Rahma, terhadap ratusan konstruksi reklame yang tersebar di berbagai penjuru strategis di Kota Tanjungpinang.

Peningkatan kualitas pelayanan, pembinaan, dan upaya menjaga keselamatan masyarakat itulah yang menjadi titik dasar penertiban reklame di Kota Tanjungpinang.

Para pemilik konstruksi reklame mengeluhkan lama dan berbelitnya birokrasi ketika mereka dulu ingin mengurus izin reklame. Pemangkasan birokrasi melalui layanan sistem one stop service, kini bisa digunakan oleh setiap pemilik usaha.

Dengan lebih dulu mengantongi rekomendasi teknis dari Dinas PUPR, saat ini pemilik konstruksi bisa dengan cepat memproses perizinan usahanya. Dan Hj Rahma, sendiri menekan jajarannya, untuk mempercepat proses perizinan konstruksi reklame sesuai yang ditentukan dalam Perwako Nomor 70 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan dan Tata Cara Izin Reklame.

Jika ingin mengedepankan kepentingan politik semata, wali kota saat ini memiliki kesempatan yang sangat besar untuk memanfaatkan keberadaan ratusan konstruksi reklame di Tanjungpinang.

Sebagai penguasa wilayah, wali kota bisa dikatakan memiliki privilege untuk memanfaatkan konstruksi reklame. Namun peluang dari sisi politik yang sangat terbuka itu, justru tidak dimanfaatkannya.

Wali kota lebih memilih mengedepankan keselamatan masyarakat sekitar konstruksi reklame, tegaknya peraturan daerah, serta melakukan penyelarasan antara izin dan pajak.

Di mana pun setiap kebijakan siapa pun, tentu akan mendapat pro kontra dari masyarakat. Kelompok yang merasa kenyamanannya terganggu, tentu akan menyatakan sikap kontra. Sementara masyarakat yang merasa lebih terlindungi karena baru “ngeh” jika banyak konstruksi reklame tidak memiliki izin, tentu menyatakan sikap mendukung.

Dan dengan segala pertimbangan tersebut di atas, Hj Rahma memilih melaksanakan penertiban konstruksi reklame dengan tujuan, memberikan jaminan keselamatan terhadap masyarakat, menegakkan peraturan dan menghadirkan negara di tengah masyarakat, serta melakukan pembinaan melalui peningkatan kualitas pelayanan aparatur perizinan kepada para pemilik konstruksi reklame. ***

Exit mobile version