Site icon Harian Kepri

Ahmad Nurudin, Karyawan yang Dirumahkan Karena Covid, Kini Jadi Pengusaha

Ahmad Nurudin tengah membungkus Tamban Salai PokPek, usaha yang baru dirintisnya sejak ia di rumahkan dari pekerjaannya pada Maret 2020 lalu-f/zulfikar-hariankepri.com

TANJUNGPINANG (HAKA) – Ahmad Nurudin tiga tahun berstatus sebagai karyawan kontrak di Cempedak Private Island, sebuah resort ternama yang berada di Air Gelubi, Bintan Pesisir, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau.

Ahmad harus mengubur mimpinya untuk menjadi karyawan tetap di resort mewah yang menghadap langsung ke Laut Cina Selatan itu.

Semua itu karena pandemi Covid-19. Membuat lajang kelahiran Dabo Singkep, Kabupaten Lingga 25 tahun silam itu terpaksa harus dirumahkan.

Karena, resort tempat ia mencari nafkah selama ini mulai merugi, akibat sepinya
pengunjung.

Padahal, jika saja Covid-19 yang mulai mewabah dunia di Januari 2020 lalu itu tidak terjadi, Ahmad mungkin sekarang sudah menjadi bartender, dengan status sebagai karyawan tetap di resort yang kerap dikunjungi wisatawan dari Malaysia dan Singapura tersebut.

“Mulai 21 Maret lalu saya sudah dirumahkan, padahal tahun ini tahun terakhir saya menjadi karyawan kontrak di situ. Agustus saya sudah resmi jadi karyawan tetap,” cerita Ahmad, mengawali kisahnya kepada hariankepri.com, Minggu (29/11/2020).

Sejak resmi dirumahkan pada Maret 2020 lalu, praktis Ahmad bersama ratusan rekannya, yang juga berstatus sebagai karyawan kontrak di resort itu, resmi menjadi pengangguran.

Untungnya, perusahaan tempat bekerjanya itu, cukup profesional. Segala haknya dibayar
penuh oleh PT Pulau Cempedak. Dari uang
pesangon itu lah, ia mencoba bertahan untuk hidup. Hari demi, hari ia lalui dengan penuh
keprihatinan.

Di tengah keprihatinannya itu, ia sempat berfikir untuk kembali ke kampung halamannya. Namun, setelah melalui perenungan yang cukup panjang, Ahmad memilih tetap bertahan di kosnya yang selama tiga tahun terakhir ini menjadi tempat ia berteduh.

“Setelah saya pikir-pikir, malu saya kalau harus balik ke kampung dengan kondisi saya waktu itu. Saya juga khawatir malah nanti jadi beban orang tua pula di kampung,” ucap pria lulusan STEI Pembangunan ini.

Seiring waktu berjalan, uang pesangonnya pun semakin menipis. Tapi, Ahmad tak putus asa. Segala usaha mulai coba.

Mulai mencoba melamar sebagai karyawan di PT Bintan Alumina Indonesia (BAI). Sayangnya, dewi fortuna belum berpihak kepadanya. Panggilan wawancara yang ia harapkan, tak kunjung ada. Kondisi ekonominya pun mulai sampai pada ke titik nadir.

Sampai pada akhirnya, di pertengahan Agustus 2020 lalu ia dapat sedikit bernafas lega. Ketika, Presiden Joko Widodo mencetuskan program Bantuan Subsidi Upah (BSU).

Tanpa pernah ia duga, perusahaan tempat ia bekerja dulu, ternyata memasukkan namanya dan rekannya yang telah dirumahkan dalam daftar usulan karyawan yang layak menerima BSU tersebut.

Uang BSU itulah yang kemudian, ia gunakan untuk menyambung hidup sehari-
hari.

“Alhamdulillah, dari uang itulah saya bisa membayar tunggakan uang kos dan untuk
keperluan sehari-hari. Jujur terharu juga saya, ternyata perusahaan masih ingat dengan kami yang sudah dirumahkan,” sebutnya.

Ketika itu, ia pun mulai berpikir untuk memanfaatkan uang BSU itu sebagai modal usaha.

Sampai pada suatu ketika, saat ia menghadiri pernikahan saudaranya di tanah kelahirannya, Ahmad seperti mendapat ilham untuk keluar dari keterpurukannya saat itu.

Ketika itu secara tak sengaja, ia melihat para nelayan sedang menyalai (mengasapi) ikan tamban.

Sejak saat itu, langsung terlintas dipikirannya, jika usaha ikan tamban salai itu bisa menjadi peluang ekonomi yang sangat menjanjikan di tengah pandemi Covid-19.

“Waktu itu dipikiran saya, di sinikan (Tanjungpinang) masih jarang ada orang yang jual atau buat ikan tamban salai. Jadi saya pun iseng-isenglah waktu itu bawa 200 ekor ke Tanjungpinang. Lalu saya coba tawarkan melalui facebook, satu bungkus isi 10 ekor harganya Rp 10 ribu. Eh, rupanya banyak yang mau beli. Tidak sampai satu hari langsung habis,” tuturnya sembari tersenyum.

Merasa ada prospek yang cukup menjanjikan, ia pun memberanikan diri dengan memesan 300 ekor ikan tamban salai dari nelayan di kampungnya.

Ia pun membungkus dengan rapi tamban
salai itu, kemudian diposting lagi di facebook dengan kali ini diberi nama Tamban Salai PokPek.

“Tidak ada makna khusus dari nama yang dicantumkan itu. Biar orang gampang ingat aja,” ucapnya.

Sekedar informasi, ikan tamban salai merupakan kuliner tradisional asal Dabo Singkep, Kabupaten Lingga yang memiliki aroma dan rasa yang khas.

Kekhasan ikan tamban salai asal Dabo Singkep ini, karena ikan tamban yang digunakan ikan tamban segar yang diasapi dengan sabut kelapa.

Biasanya, ikan tamban salai diolah menjadi gulai asam yang menjadi lauk utama nasi dagang, Atau dapat juga diolah dengan cara digoreng dengan dicampur cabai merah, maupun cabai hijau.

Diluar dugaannya, tak lama setelah ia mem-posting, akun WhatsApp-nya penuh dengan notifikasi dari konsumen yang ingin membeli Tamban Salai PokPek.

Alhasil, 300 ekor ikan tamban salai yang ia pesan sehari sebelumnya, langsung ludes terjual hanya dalam waktu satu hari.

Ahmad pun semakin memantapkan hati, meneguhkan semangat untuk fokus menjalankan usaha barunya itu.

Ahmad pun mulai menjalin kerjasama dengan nelayan di Desa Kute dan Desa Lanjut, Kabupaten Lingga untuk memasok ikan tamban salai.

Untuk pengiriman ikan itu, ia menggunakan kapal ferry reguler yang berlayar setiap hari dari Dabo ke Tanjungpinang.

“Dengan modal Rp 3 juta itu juga saya juga belikan perlengkapan seperti kulkas, keranjang tempat penampungan ikan, dan untuk uang bensin mengantar pesanan pelanggan,” tuturnya,

Layaknya sebuah kehidupan, tentu ada saja usahanya itu tak langsung berjalan mulus. Beragam cobaan dan tantangan harus ia hadapi ketika awal merintis usahanya tersebut. Salah satunya jadwal kedatangan kapal yang tidak tepat waktu.

Pernah juga, ikan pesanannya hilang diambil orang ketika dikirim dari tempat produksinya saat tiba di Pelabuhan Sribintan Pura, Tanjungpinang.

Tapi, yang paling sering, ikan yang dikirim tersebut dalam kondisi tidak layak untuk dikonsumsi. Sehingga ia harus menanggung rugi dan komplain dari pelanggan.

Ahmad mengaku tak pernah merasa kecewa, apalagi putus asa dalam menghadapi semua ujian itu. Semuanya dijalaninya dengan tabah dan sabar.

Baginya, itulah resiko yang memang ia hadapi dalam menjalankan bisnisnya itu. Justru semua itu, kini ia jadikan sebagai pelajaran dan pengalaman.

“Dan Alhamdulillah, sampai hari ini saya bisa bertahan. Malahan buat saya tambah
semangat. Sekarang dalam seminggu saya sudah berani pesan 3.000 ribu ekor. Dan itu tak sampai seminggu sudah habis terjual,” ucapnya.

Hebatnya lagi, berkat kegigihannya peminat Tamban Salai PokPek miliknya sampai hari ini, tidak hanya dari Kota Tanjungpinang.

Tapi, sudah merambah hingga ke sejumlah daerah di Kabupaten Bintan. Seperti di Sungai Kecil, Lobam, Tanjunguban, Malang Rapat, Teluk Bakau, dan Tembeling.

Khusus, untuk sejumlah daerah di Kabupaten Bintan tersebut, Ahmad tidak menjual secara langsung.

Ia memberdayakan para ibu rumah tangga yang ada disejumlah daerah itu untuk menjualkan ikan tamban salai miliknya.

“Seminggu sekali saya kirim ke sana 450 ekor atau 45 bungkus dengan harga Rp 8.000 per bungkus dengan travel. Istilahnya ibu-ibu itu saya jadikan reseller untuk tamban salai saya. Tak sampai seminggu sudah habis. Saya bisa kenal dengan Ibu-ibu itu dari kawan tempat saya kerja dulu. Bukan main senang ibu-ibu itu sekarang. Selain karena ada kesibukan, juga ada duit masuk,”katanya.

Pelan tapi pasti, usaha yang dirintisnya semakin dikenal orang, Kehidupannya, telah berubah 180 derajat disaat awal ia di rumahkan dari pekerjaannya dulu.

Ahmad tidak lagi, harus termenung memikirkan periuk nasinya. Ia pun tak lagi harus repot-repot keliling mencari informasi lowongan pekerjaan.

Kini, sejak mentari terbit pagi hingga tenggelam, ia disibukkan dengan usaha
barunya itu. Ahmad sudah mulai merasakan manisnya buah dari hasil usahanya.

Keadaan ekonominya yang sempat terpuruk karena dihantam pandemi Covid-19 perlahan mulai bangkit.

“Kalau saya hitung-hitung sejak dari awal yang 200 ekor sampai hari ini saya sudah
menjual 9.000 ekor atau 900 bungkus tamban salai. Alhamdulillah, modal awal saya sudah balik. Saya sudah merasa nyaman menjalani ini. Kalau tahu dari dulu, seperti ini mungkin dari dulu saya jualan ikan tamban salai,” sebutnya sambil terkekeh.

Meskipun Tamban Salai PokPek miliknya kini sudah makin banyak digemari oleh orang banyak. Hal itu tak membuatnya puas hati apalagi jemawa. Karena, ia merasa yakin cobaan dan tantangan yang akan ia hadapi akan semakin berat.

Salah satu kunci untuk bertahan dari semua tantangan itu kata dia, yakni dengan tetap menjaga kualitas serta higienitas produknya itu. Ini yang menjadi kunci keberhasilannya untuk bisa konsisten dalam merintis usahanya itu.

Setelah kini sudah punya beberapa pelanggan tetap, Ahmad mulai memikirkan beberapa inovasi untuk mengembangkan usaha itu.

Di antaranya soal kemasan produk. Karena kata dia, kemasan plastik yang ia gunakan saat ini, membuat produknya tidak dapat bertahan lama.

“Ini yang sekarang sedang saya cari solusinya,” sebutnya,

Dalam waktu dekat ini juga, ia sudah berencana untuk membuka kios yang lokasinya di depan Swalayan Pinang Kencana, Km 10, Kota Tanjungpinang.

Kios barunya itu nanti yang akan menjadi sebagai pusat tempat penjualan produknya. Selama ini, ia memasarkan produknya dari tempat kosnya. Menurutnya, lokasinya saat ini kurang strategis.

“Insya Allah dalam waktu dekat mungkin sudah buka di sana. Saya juga sekarang mulai titip dibeberapa warung di Tanjungpinang. Target saya tamban salai saya ini bisa masuk ke mini market. Kalau itu tercapai, itu suatu kebanggaan sendiri bagi saya,” tuturnya.

Untuk yang ingin memesan, bisa menghubungi ke Ahmad Nurudin alias Popo ke nomor 082385835075. (kar)

Exit mobile version