Site icon Harian Kepri

AJI Menuntut 19 Pasal RKUHP yang Membahayakan Kebebasan Pers Dicabut

Anggota AJI Tanjungpinang ketika melakukan aksi peringatan Hari Kebebasan Pers beberapa waktu lalu-f/istimewa-ajitanjungpinang

TANJUNGPINANG (HAKA) – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, menuntut Pemerintah Pusat dan DPR RI, agar mencabut 19 pasal dalam RKUHP, yang dinilai membahayakan kebebasan pers.

Ketua Umum AJI, Sasmito Madrim mengatakan, 19 pasal itu, adalah hasil kajian hukum antara AJI Indonesia dengan Ahli dari Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Herlambang P Wiratraman terhadap RKUHP versi 4 Juli 2022.

“Dokumen RKUHP versi 4 Juli tersebut dapat diunduh melalui tautan berikut bit.ly/kajian_rkuhp,” ujarnya.

Menurut Sasmito, RKUHP versi 4 Juli 2022 tersebut, merupakan intervensi untuk melemahkan kebebasan pers. Karena, secara eksplisit hendak memasukkan delik pers dan meruntuhkan doktrin lex specialis dalam sistem hukum pers.

Sembilan belas pasal tersebut, sambungnya, juga akan berdampak khusus terhadap karya jurnalistik atau mereka yang bekerja sebagai awak pers, seperti jurnalis, editor, pemimpin redaksi dan narasumber.

“Masuknya 19 pasal itu termasuk pasal tentang delik pers merupakan bentuk penolakan negara untuk melindungi pers. Pasal-pasal tersebut mengonfirmasi pengutamaan mekanisme pemidanaan yang sama sekali tak menghargai karya jurnalistik,” katanya, dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi hariankepri.com, Jumat (19/8/2022).

Sasmito melanjutkan, DPR RI dan Pemerintah, harus mendekriminalisasi karya jurnalistik karena memuat kepentingan umum.

Keberlakuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, berikut Kode Etik Jurnalistik merupakan mekanisme khusus (lex specialis), dan diutamakan keberlakuan hukumnya (lex suprema) dalam kasus-kasus hukum yang menyangkut pemberitaan atau karya jurnalistik.

“Tanpa perlindungan terhadap kebebasan pers, berarti ancaman terhadap demokrasi, kebebasan sipil, serta hilangnya kontrol publik atas tindakan kesewenang-wenangan,” tegasnya.

Atas kondisi itu, lanjut Sasmito, AJI Indonesia mendesak DPR RI dan Presiden Joko Widodo, untuk mencabut 19 pasal bermasalah tersebut dari draf RKUHP versi 4 Juli 2022.

Segala perubahan tersebut harus selalu diperbarui melalui website resmi Kemenkumham Kementerian Hukum dan HAM RI dan DPR agar dapat dikontrol publik.

Kemudian, AJI Indonesia juga mendesak DPR RI, dan pemerintah untuk tidak terburu-buru mengesahkan RKUHP. Mengingat, pemerintah dan DPR baru mempublikasi draf RKUHP yang resmi pada 21 Juli 2022.

“Waktu yang kurang dari 1 bulan tersebut tidak cukup bagi publik untuk dapat memberi masukan secara keseluruhan dan berkualitas,” tuturnya.

AJI Indonesia, juga, mendesak DPR RI dan pemerintah untuk mendengar dan mengakomodasi masukan dari publik. Karena menurutnya, selama ini pemerintah dan DPR seperti tebal kuping atas masukan dari publik dan lebih senang melakukan sosialisasi RKUHP.

“Ketimbang membuka partisipasi publik secara bermakna. Ini seperti sosialisasi yang akan dilakukan pemerintah pada Selasa (23 Agustus 2022),” ujarnya.

Sementara itu, Ahli dari Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Herlambang P. Wiratraman Herlambang P Wiratraman menilai, RKUHP versi 4 Juli 2022 seperti menyempurnakan politik hukum otoritarianisme.

RUU ini dapat berdampak buruk dan mendasar bagi negara hukum serta jaminan perlindungan hak asasi manusia pada masa mendatang.

Menurutnya, menjadikan karya jurnalistik sebagai sasaran delik pers, jelas akan mengancam kebebasan warga mendapatkan akses informasi berkualitas, sekaligus merobohkan kebebasan pers sebagai pilar demokrasi.

“Ini bukan sekedar kemunduran demokrasi dalam dua dekade terakhir pasca Soeharto, melainkan pula RKUHP yang mengembalikan paradigma kolonialisme represif masa Hindia Belanda ke dalam sistem hukum pidana,” paparnya.(kar)

———————————————————-
Berikut Pasal-Pasal di RKUHP yang Dinilai Mengancam Kebebasan Pers :

1. Pasal 188 yang mengatur tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
2. Pasal 218, Pasal 219 dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden.
3. Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap Pemerintah.
4. Pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong.
5. Pasal 264 yang mengatur tindak pindana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap.
6. Pasal 280 yang mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan.
7. Pasal 302, Pasal 303 dan Pasal 304 yang memuat tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan.
8. Pasal 351 dan Pasal 352 yang mengatur tentang penghinaan terhadap kekuasaan Umum dan Lembaga Negara.
9. Pasal 440 yang mengatur tindak pidana penghinaan ringan.
10. Pasal 437 mengatur tindak pidana pencemaran.
11. Pasal 443 mengatur tindak pidana pencemaran orang mati.
12. Pasal 598 dan Pasal 599 mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan.

Exit mobile version