Site icon Harian Kepri

Banyak Jalan Menuju Phnom Penh (bagian 1)

Buana Februari

Oleh:
Buana Fauzi Februari
Pemerhati Geopolitik

TULISAN ini merupakan bagian depan, dari hasil penelusuran dan investigasi saya, atas maraknya pemberangkatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI), ke negara Kamboja. Pada masa kini penyebutan TKI, diperhalus menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Data primer yang saya dapatkan langsung dari PMI yang saat ini sudah berada di Phnom Penh, ibukota negara Kamboja, akan saya kupas tuntas, untuk menjadi perhatian kita bersama. Apa sebenarnya yang mereka cari di sana dan siapa yang membawa mereka?.

Demi menjaga keselamatan dan kerahasiaan maka nama para sumber saya samarkan dengan inisial. Untuk melengkapi penyajian tulisan ini pun, disertai informasi dan pengakuan berbagai pihak yang hampir menjadi korban perekrutan PMI ke sejumlah negara seperti Singapura dan Malaysia.

Pepatah, Banyak Jalan Menuju Roma yang dikenal masyarakat Indonesia sejak lama. Berkisah tentang upaya Imperium Romawi, yang membangun infrastruktur jalan sebanyak mungkin, untuk memudahkan wilayah taklukkannya mengantarkan upeti pada 312 Sebelum Masehi (SM).

Yang justru terjadi di negeri ini, ketika Presiden Jokowi sibuk membangun infrastruktur jalan, rakyatnya malah mengantarkan diri keluar negeri untuk bekerja di pelbagai sektor.

Yang terkadang tanpa dibekali kemampuan, dan sertifikasi kelayakkan kerja, sehingga berakibat mendapat perlakuan keji para majikan yang biadab.

Sebaliknya, demi mengundang masuknya investor asing, pemerintah memberi kemudahan regulasi dan perizinan. Istimewanya lagi, mereka dibolehkan membawa masuk tenaga kerja dari negaranya.

Dapat pula perlakuan khusus l, dan upah yang tinggi dibanding pekerja lokal meskipun untuk jenis pekerjaan yang sama.

Awal yang membuat saya masuk dalam cyrcle pekerja migran adalah, saat saya diundang menjadi narasumber di sebuah kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang ditaja oleh Gerhana Pro.

Gerhana Pro adalah sebuah Non Government Organization (NGO), yang bergerak memberi perlindungan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Sebagai pemerhati geopolitik dan geostrategis wilayah perbatasan jebolan Lemhannas PPRA LI Tahun 2014, saya sangat antusias membahas temuan dan kasus PMI ilegal.

Selesai FGD tersebut saya mulai membuka komunikasi ke jejaring intelijen, dan informan lapangan di seputaran Provinsi Kepulauan Riau, yang menjadi tujuan transit atau tempat pembuatan paspor.

Dengan petunjuk dan data valid, saya terus masuk menyelidik lebih dalam modus operandi yang dimainkan para sindikat perekrutan PMI ilegal tersebut.

Persoalan PMI ilegal ini bukan setakat pelanggaran Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Tapi lebih dari itu. Para PMI dengan tujuan negara Kamboja juga dipekerjakan sebagai admin judi online, kurir narkoba, dan bahkan terancam menjadi korban perdagangan organ tubuh.

Menurut Wikipedia, Kamboja atau Kingdom of Cambodia adalah sebuah negara berbentuk monarki konstitusional di Asia Tenggara.

Negara ini merupakan penerus Kekaisaran Khmer yang pernah menguasai seluruh Semenanjung Indochina antara abad ke-11 dan 14.

Di negara yang sebagian besar penduduknya beragama Budha dan bekerja pada sektor agraris, mulai dilirik para investor, terutama dari Tiongkok.

Untuk mengembangkan kawasan industri dan pariwisatanya, keamanan yang semakin stabil, perizinan yang mudah dan cepat serta rendahnya tingkat upah pekerja lokal menjadi magnet kuat menarik laju investasi ke negara itu.

Seorang pemuda Tanjungpinang berusia 23 tahun berinisial Y, sejak tanggal 17 Oktober 2022 sudah memijakkan kakinya di Phnom Penh. Y bersama sekitar belasan pemuda lainnya dari berbagai daerah di Indonesia dikumpulkan di Jakarta tanggal 15 Oktober oleh koordinator grounded.

Lalu dilanjutkan perjalanan ke Kuala Lumpur (KL) keesokan harinya tanggal 16 Oktober. Rombongan ini diinapkan semalam di KL, sebelum kemudian diterbangkan sebagai PMI ilegal tujuan Phnom Penh, Kamboja.

Menurut pengakuan Y, dia mendapatkan info lowongan kerja di Kamboja dari tetangganya berinisial K, yang telah lebih dulu bekerja di sana.

Pekerjaan yang digeluti adalah menjadi admin judi online yang bertugas melayani proses deposit taruhan dan penarikan hadiah atau WD. Mulanya Y juga ragu untuk bekerja di Kamboja, namun K meyakinkan Y bahwa tidak semua PMI yang berangkat ke Kamboja bernasib tragis seperti pada banyak pemberitaan yang beredar.

Berdasarkan penuturan Y, selain dia, ada seorang lagi yang sama-sama berasal dari Tanjungpinang, dan dalam berkoordinasi mereka disatukan dalam grup WA. Ketika saya mencoba meminta Y menjelaskan, tahapan apa saja yang ia lalui untuk kemudian dianggap layak dipekerjakan sebagai admin judi online, Y menceritakan secara gamblang.

Terutama bagaimana ia menjalani proses perekrutan, dimulai dengan interview secara daring via video call WA, Y diperlihatkan suasana ruang kerja yang bakal ia tempati.

“Ruangan tersebut mirip meja warnet,” kata Y polos.

Setelah itu Y diuji kompetensi dalam kemampuan mengetik keypad secara cepat. Karena Y sebelumnya memang bekerja sebagai admin IT, membuat dirinya dinyatakan layak diberangkatkan, dan dijanjikan kontrak kerja 3 bulan pertama dengan upah Rp 3,5 juta.

Apabila dinilai cakap, maka bulan berikutnya akan mendapat kenaikkan upah sebesar Rp 500 ribu setiap bulan, sampai mencapai angka Rp 5.5 juta, sebagai batas upah yang berhak diterima.

Lalu bagaimana dengan kelengkapan administrasi sebelum pemberangkatan, seperti paspor, MCU dan lain-lain. Itu ditanggung pihak sponsor sepenuhnya.

Termasuk biaya tiket pesawat dan akomodasi lainnya. Tentu saja ini tawaran yang menggiurkan para pencari kerja. Resiko yang menunggu mereka, bukan menjadi pertimbangan utama, sekeras itukah sulitnya mencari kerja di Republik ini.

Saya dalami pertanyaan tentang kenapa bekerja di Kamboja tapi diupah dengan rupiah. Jawaban Y membuat saya kaget. Karena ia menyebut istilah Cindo, dan Cingkok, sambil menyeruput secangkir kopi O khas Tanjungpinang.

Y menerangkan, bahwa Cindo yang dimaksud adalah Cina Indonesia sedangkan Cingkok adalah Cina Tiongkok, jadi yang merekrut Y adalah dari kalangan Cindo.

Apa jangan-jangan Cindo ini masuk dalam diagram Kekaisaran Sambo. Akan saya ungkap pada tulisan berikutnya. Dan saya akan mengurai berbagai pola rekrutmen PMI ilegal.

Serta dugaan keterlibatan pihak-pihak tertentu dalam memuluskan praktek TPPO yang secara faktual terhampar di depan mata, meminjam ungkapan pepatah lama, PMI di seberang mata nampak, TKA di depan mata tak terlihat.***

Exit mobile version