Site icon Harian Kepri

Catatan Akhir Tahun Kemerdekaan Pers: Dewan Pers Ingatkan Soal Profesionalisme

Kegiatan Catatan Akhir Tahun Kemerdekaan Pers 2020 yang digelar virtual, Rabu (23/12/2020) kemarin-f/zulfikar-hariankepri.com

TANJUNGPINANG (HAKA) – Dalam catatan akhir tahun kemerdekaan pers 2020, Dewan Pers mengingatkan seluruh insan pers untuk tetap menjaga prinsip independensi, profesionalisme dan transparansi dalam menghasilkan karya jurnalistiknya.

“Media massa dapat dipercaya untuk membela kebenaran dan mengedepankan kepentingan publik, serta menjadikan etika media sebagai panglima,” kata Ketua Dewan Pers, M Nuh, dalam kegiatan Catatan Akhir Tahun Kemerdekaan Pers 2020 yang digelar secara virtual, pada Rabu (23/12/2020) kemarin.

Nuh mengatakan, ihwal profesionalisme media saat ini perlu mendapat perhatian khusus dari para insan pers.

Sebab, angka pengaduan kasus pers ke Dewan Pers tahun 2020 didominasi karena pelanggaran Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

Sepanjang tahun itu juga, mayoritas kasus pemberitaan pers yang ditangani Dewan
Pers berakhir dengan kesimpulan telah terjadi pelanggaran KEJ oleh media massa yang diadukan.

“Baik itu pelanggaran KEJ ringan atau berat,” imbuhnya

Bertolak dari kasus semacam ini, Dewan Pers kembali mengingatkan kepada segenap pers Indonesia tentang pentingnya komitmen dan konsistensi untuk menaati KEJ.

KEJ bagaimana pun adalah tolok ukur utama profesionalisme dan kualitas pers. Ketaatan terhadap KEJ adalah faktor yang menentukan tingkat kepercayaan publik terhadap media massa.

Hal lain yang menjadi catatan penting Dewan Pers sepanjang 2020 ini soal masih rendahnya perlindungan pers. Masih terjadi pemidanaan terhadap pers dan kekerasan terhadap wartawan sepanjang 2020.

Salah satu kasus yang cukup mendapat sorotan pada 2020 ini, yakni kasus yang dialami Diananta Putra Sumedi, mantan Pemimpin Redaksi Banjarhits.id.

Oleh Pengadilan Negeri (PN) Kotabaru, Pulau Laut, Kalimantan Selatan (Kalsel), jurnalis itu divonis penjara selama 3 bulan 15 hari, karena karya jurnalistiknya.

Nuh menegaskan, pemidanaan seorang wartawan atas karya jurnalistik yang dihasilkannya tentu merupakan preseden buruk bagi sistem kemerdekaan pers di negara demokrasi seperti Indonesia.

“Kasus Diananta adalah kasus pers yang semestinya diselesaikan berdasarkan mekanisme sebagaimana telah diatur dalam UU Pers No. 40 tahun 1999. Dewan Pers berharap kasus serupa tidak terjadi lagi,” tegasnya.

Dewan Pers juga berharap kasus kekerasan terhadap wartawan sebagaimana terjadi dalam peliputan Demonstrasi UU Cipta Kerja tidak terjadi lagi.

“Kami meminta kepada aparat keamanan agar perlu meningkatkan penghargaannya terhadap fungsi dan kerja jurnalistik sebagaimana dilindungi oleh undang-undang,” tukasnya.(kar)

Exit mobile version