Oleh:
Buana Fauzi Februari
Pemilih di TPS 020 Kelurahan Kemboja Kota Tanjungpinang
HINGAR bingar politik negeri ini pasca-penyelenggaraan Pemilu serentak tahun 2024 makin menjadi. Saat tulisan ini dibuat, sudah 30 jam berlalu dari proses penghitungan surat suara, yang rata-rata makan waktu lebih dari 12 jam, untuk masing-masing KPPS merekapitulasi hasil pencoblosan pemilih di TPS-nya.
Jadi meskipun saat ini hampir seluruh kotak suara telah bermigrasi dari TPS ke Panitia Pemungutan Suara (PPS) di tiap-tiap kelurahan, lalu setelah dipastikan lengkap sesuai jumlah TPS, diangkut ke gudang logistik Panitia Pemungutan Kecamatan (PPK) yang berada di kantor kecamatan. Ternyata ini baru persiapan akan terjadinya “ribut massal” rekapitulasi suara tingkat kecamatan.
Pada tahapan rekapitulasi suara tingkat kecamatan inilah perang adu kesaktian, eh, adu kesaksian terjadi. Setiap peserta pemilu baik dari unsur partai politik, perseorangan DPD maupun Paslon Capres Cawapres dipastikan hadir lengkap.
Berbeda jauh pada saat proses pemungutan suara dari pukul 07.00 WIB sampai pukul 13.00 WIB kursi saksi sebagian besar diduduki lalat dan nyamuk.
Beredar konten soal dugaan kecurangan Pemilu 2024 di sejumlah link sosial media. Para pemilik akun mengungkap sejumlah bukti dugaan kecurangan, saat proses rekapitulasi suara yang konon sudah menggunakan aplikasi sebagai alat bantu.
Karena, tetap yang diakui resmi adalah hasil rekapitulasi penghitungan suara secara manual, dan berjenjang seperti yang akan dilakukan pada saat ini yaitu rekapitulasi tingkat kecamatan.
Nantilah kita cerita soal curang dan celat tu pada tulisan berikutnya. Kali ini kita kupas tentang apa yang terjadi di TPS dari mulai tahap persiapan, sampai selesainya pemungutan dan penghitungan suara di TPS.
H-1 dari hari pemungutan suara tanggal 14 Februari 2024, kelengkapan TPS sudah harus tersedia dan 2 personel linmas sudah berjaga memastikan keamanan kotak suara yang sudah berada di TPS.
Namun sayangnya, ternyata banyak kotak suara yang tidak berada di TPS bahkan disimpan didalam rumah atau di gudang dengan alasan khawatir hujan.
Di salah satu TPS di Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Tanjungpinang Barat malah lebih parah, karena di malam jelang pencoblosan TPS-nya gelap dan tidak tampak dijaga petugas linmas.
Fenomena penggunaan ruang kelas sekolah sebagai sarana Tempat Pemungutan Suara (TPS) juga sangat miris. Anggaran untuk masing-masing KPPS mendirikan TPS tersedia, dan bila penggunaan ruang kelas ini dilakukan di daerah perkampungan yang tidak memiliki bangunan gedung yang layak mungkin masih dapat dimaklumi.
Untuk di Kota Tanjungpinang alasan itu kurang rasional. Perlu diketahui bahwa, skema TPS mengharuskan ada alur pintu masuk dan keluar bagi pemilih, nah kalau ruang kelas ya hanya 1 pintu.
Suasana saat pencoblosan juga terlihat agak semrawut, banyak pemilih yang datang harus rela berdiri menunggu antreannya dipanggil. Banyak TPS yang terlupa menyediakan tempat duduk, dan atau ruang tunggu bagi pemilih sehingga bisa jadi ada pemilih yang lebih memilih pulang.
Surat suara yang akan dicoblos ternyata berbeda ukuran, untuk Pilpres ukuran relatif lebih kecil dan mudah dibuka untuk dilihat dan dicerna, ukuran surat suara DPRD Provinsi dan Kabupaten Kota lebih lebar, dari ukuran bilik suara itu sendiri sehingga menyulitkan kita membukanya secara lapang.
Diperburuk dengan pola lipatan yang tak mampu dikembalikan seperti lipatan awal sehingga banyak yang melipat dengan kreatifitas dan improvisasi agar tetap berbentuk lipatan dengan sampul warnanya terlihat, iya kan?
Kemudian setiap TPS juga dibekali anggaran penggandaan dokumen namun di dini hari saat ingin memperbanyak formulir C. Hasil, mereka justru berbondong-bondong ke tempat jasa fotocopy yang berada di luar TPS yang jaraknya lumayan jauh.
Bagaimana jaminan keamanan dari formulir penting yang dibawa untuk digandakan tersebut. Selesai proses penghitungan di TPS dan untuk membawa kotak suara ke PPS, ada yang mengangkutnya dengan sepeda motor, seandainya hal buruk terjadi dan kotak suara beserta isinya terburai di jalan atau mungkin saja hilang, pertanyaannya apakah tidak tersedia pembiayaan untuk mengangkut kotak suara dari TPS ke PPS ?
Itu kita baru cerita tentang sarana prasarana di TPS, bagaimana dengan kesiapan SDM dari petugas KPPS, penulis tak ingin menjudge kawan-kawan KPPS tak siap menghadapi Pemilu 2024, hanya ingin berbagi pengalaman dan kejadian saat hari H pencoblosan.
Petugas Linmas sudah dibekali seragam yang mantap untuk pemilu kali ini. Lengkap dari ujung rambut sampai mata kaki karena mereka tak mendapat sepatu PDL, banyak dari petugas Linmas di TPS yang bertugas menggunakan kaos jatahnya saja.
Sepatu ya beragam kebanyakan PDL pinjam, ada yang bersikap sigap bak Paspampres namun tak sedikit yang nyantai duduk dengan isapan rokok “Bebas Kawasan”.
Petugas KPPS yang berjumlah 7 orang adalah mereka yang terpilih melalui proses seleksi di PPS, para manusia pilihan ini punya tugas mulia menyelenggarakan pemilu, beban dan tanggungjawab itu harus mereka laksanakan dengan imbalan honorarium yang tidak seberapa.
Banyak konten mengandung satire dan sindiran beredar di sosial media tentang fasilitas para KPPS, hal ini sengaja dihembuskan para pihak yang ingin membangun opini ketidak netralan penyelenggara Pemilu khususnya KPPS, padahal pada kenyataannya memang bisa saja terjadi.
Kecerobohan petugas KPPS dapat membuahkan pemilu ulang atau yang biasa disebut Pemungutan Suara Ulang (PSU), potensi PSU terdeteksi di beberapa titik lokasi TPS di Kota Tanjungpinang, pembekalan dan Bimbingan Teknis telah pun diberikan.
Namun belum semua materi yang diberikan mampu diserap kecuali anggaran, beberapa petugas KPPS masih bingung dengan status pemilih, apakah Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) atau Daftar Pemilih Khusus (DPK) yang durasi penggunaan haknya hanya berlaku mulai pukul 12.00 Wib sampai pukul 13.00 WIB.
Akibat kurang fokus pada pemahaman klausul pemilih maka terjadilah pemberian surat suara kepada orang yang seharusnya tidak berhak menggunakan hak pilihnya di TPS tersebut.
PSU punya dampak sangat luas, ada pihak yang diuntungkan dan ada yang dirugikan. Yang pertama mengalami kerugian adalah negara, pembiayaan atas pelaksanaan PSU bukan anggaran yang sedikit.
Lalu pihak mana yang diuntungkan dari terjadinya PSU, ternyata para pemilih di TPS yang ber PSU, dapat diprediksi harga suara menjadi melonjak tinggi dan diperebutkan oleh para Caleg dengan selisih suara tipis dengan pesaingnya, para calo suara sudah mulai pula merekapitulasi potensi raupan suara untuk kemenangan calon yang diolahnya.
Pemilu serentak 2024 merupakan peristiwa sejarah bagi republik ini, suara rakyat yang memilih para pemimpin yang akan kita rasakan selama 5 tahun ke depan, semoga sesuai dengan cita-cita Proklamasi… Aamiin YRA. ***