Dalam paparan nya Fajar menyebut, Ciri demokrasi (Dahl, 1999): tersedianya informasi alternatif sebagai syarat penting demokrasi.
Produksi pengetahuan oleh lembaga di luar negara menjadi penting dan relevan. Survei dan lembaga-lembaga jajak pendapat, lazim hanya ada di negara-negara demokratis, yang memberikan jaminan kebebasan sipil dan politik yang substansial. Tidak ada di negara pseudo-demokrasi, atau bahkan otoriter.
Jadi survei politik sebagai ragam penelitian sosial yang tugas utamanya adalah, memproduksi pengetahuan, sehingga tentu harus tunduk pada kaidah ilmiah.
Adapun kekuatannya terletak pada generalisasi dan proyeksi. Survei juga tidak ada urusan dengan menang atau kalah, populer atau tidak populernya seorang calon.
Sebagai bagian dari aktivitas penelitian sosial, survei politik harus transparan dan akuntabel, hal yang harus dibuka secara penuh. Meliputi prosedur, metodologi, hasil, dan pendanaan/sponsorship.
LP3ES sendiri merupakan lembaga perintis untuk urusan survei politik. Bahkan sejak tahun 1997, sudah merilis Quick Count (QC).
Pertumbuhan Pollster, sebutan untuk lembaga survei, mulai bersemi dari tahun 2004 dan semakin membludak di tahun 2019.
Tercatat, 56 Pollster yang terdaftar di KPU, dan di Pemilu 2014 itu jugalah terjadi tragedi quick count, dengan hasil yang terbelah.
Berikut catatan kritis terhadap pollster yang melakukan quick count atau survei. Objektivitas dan imparsialitas menjadi syarat penting, karena merupakan proyek ilmiah.
Sehingga, kepercayaan publik seringkali terpengaruh terhadap hasil survei maupun QC, yang Pollster nya juga merangkap sebagai konsultan politik.