BOGOR (HAKA) – Dewan Pers mencatat, sepanjang Januari hingga April 2019, ada 16 pengaduan pelanggaran kode etik jurnalistik (KEJ). Pelanggaran KEJ itu dilakukan oleh sebagian perusahaan pers di Indonesia.
Tenaga Ahli Dewan Pers Komisi Pengaduan Dewan dan Etika Pers, Herutjahjo Soewardojo menyampaikan, dari 16 pengaduan itu sebagian besar karena pemberitaan seputar Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden tahun 2019.
“Namun pada akhirnya kita bisa menyelesaikan kasus-kasus tersebut melalui tiga model, yakni surat ke Bawaslu, mediasi dan ajudikasi dan PPR/Pernyataan,” terangnya.
Herutjahjo menyampaikan, pasal KEJ yang cukup sering dilanggar oleh media massa, sepanjang Januari-April di Dewan Pers.
“Pasal 1 dan pasal 3 dalam KEJ paling banyak dilanggar, yakni tidak ada pengujian kebenaran suatu informasi dalam berita yang diterbitkan. Sebuah berita harus melakukan konfirmasi terlebih dahulu, pada saat itu juga, sehingga informasinya bisa berimbang,” jelasnya.
Kondisi itu kata dia, cukup memprihatinkan. Mengingat pers sebagai salah satu pilar demokrasi, tentu menjadi harapan bagi masyarakat dalam mencari kebenaran.
Namun, pada faktanya masih cukup banyak dan sering media massa melanggar KEJ, yang menjadi panduannya dalam tugasnya mencari, memperoleh, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi, baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya.
“Rekan-rekan insan pers tentunya harus betul-betul memahami kode etik jurnalistik dalam melaksanakan tugasnya, ” pesannya.
Heru juga mengingatkan, di era media sosial ini, setiap jurnalis mesti cermat dan berhati-hati dalam mengambil informasi dari media sosial. Karena, cukup sering terjadi pengaduan pelanggaran KEJ akibat mengambil informasi di media sosial tanpa verifikasi.(kar)