JAKARTA (HAKA) – Ta’in Komari dan beberapa LSM di Kota Batam, mendapat keluhan dari sejumlah ulama tentang persoalan runtuhnya plafon Masjid Tanwirun Naja (Tanjak), di Kawasan Bandara Hang Nadim, Kota Batam.
Keluhan para ulama itu, sambung Ta’in Komari, meminta para penggiat korupsi, untuk melaporkan runtuhnya plafon Masjid Tanjak itu ke Aparat Penegak Hukum (APH).
“Mereka minta supaya itu dilaporkan dan minta diproses. Kata mereka, masa sih rumah Allah dikorupsi. Tolonglah laporkan,” ucap Ta’in Komari kepada hariankepri.com, Sabtu (24/9/2022).
Untuk itu, dirinya dan koordinator lapangan Aliansi LSM Kota Batam, Arief Rachman, mendatangi Gedung Merah Putih KPK sekaligus membuat laporan kerusakan Masjid Tanjak Batam yang diduga dikorupsi oleh pihak-pihak tertentu.
Usai membuat laporan secara resmi, kata Ta’in Komari, pihaknya melakukan aksi unjuk rasa di Gedung Merah Putih tersebut, Jumat (23/9/2022).
“Demonstrasi itu, merupakan permintaan atensi khusus kami untuk pimpinan KPK supaya segera memproses permasalahan proyek pembangunan Masjid Tanjak Batam,” terangnya.
Menurut Ta’in Komari, salah satu isi laporan itu adalah temuan perbedaan spesifikasi bangunan Masjid Tanjak yang dikerjakan oleh PT Nenci Citra Pratama. Yakni mengenai plafon, harusnya menggunakan plafon jenis Wood Pastic Composite (WPC), namun diganti dengan produk gypsum.
“Harganya WPC Rp 100 ribu lebih per lembar. Sementara plafon gypsum Rp 40 ribu per meternya. Spesifikasi plafon saja dimanipulasi, bisa jadi yang lain juga seperti itu,” paparnya.
Selain itu, menurut Ta’in Komari, pihaknya juga telah melibatkan sejumlah ahli konstruksi bangunan, untuk menghitung semua bangunan Masjid Tanjak Batam itu.
Hasil hitungan para ahli teknik sipil itu adalah, anggaran yang dibutuhkan hanya sekitar Rp 15 miliar saja, dari total proyek Rp 39.937.665.520, atau dibulatkan Rp 40 miliar.
“Kami minta KPK untuk telusuri secara lebih detail. Apalagi KPK memiliki auditor keuangan internal. Sehingga akan ketahuan berapa jumlah anggaran yang digunakan dan mengalir kemana saja di dalam pembangunan Masjid Tanjak itu,” sarannya.
Temuan berikutnya, kata Ta’in Komari, ternyata PT Nenci Citra Pratama yang ada di Jakarta itu, nama perusahaan dipinjam oleh pihak kontraktor yang diduga merupakan orang terdekat Penguasa Kota Batam.
“Perusahaannya dipinjam bukan pelaksana kegiatan proyek secara langsung. Pinjam ini kan biasanya hanya kasih fee gitu saja,” tuturnya.
Ta’in Komari menambahkan, setiap proyek ada konsultan mulai perencanaan, pengawas dan konsultan pelaksana. Tentunya, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BP Batam membentuk pengawas internal.
“Nah, bagaimana dengan manipulasi bangunan yang menggunakan WPC tapi diganti dengan gypsum, kok bisa lolos dari pantauan mereka. Artinya, konsultan maupun kontraktor nya diduga terlibat korupsi berjamaah,” imbuhnya. (rul)