Site icon Harian Kepri

Dikritik Weni, Gubernur Nurdin Akui PPDB Online Masih Amburadul

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kepri Yuniarni Pustoko Weni

TANJUNGPINANG (HAKA) – Pelaksanaan Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMA/SMK di Provinsi Kepri, tak berjalan mulus. Kondisi ini diakui Gubernur Nurdin Basirun.

“Saya dapat laporan, Batam yang amburadul. Kota Tanjungpinang juga kurang,” ujarnya, di Gedung Daerah, Kota Tanjungpinang, Minggu,(7/7/2019).

Menurutnya, kekisruhan PPDB tahun ajaran 2019/2020 ini hanya terjadi di Kota Batam dan Kota Tanjungpinang. Kondisi itu kata dia, disebabkan karena tidak tertampungnya siswa di dua wilayah itu, akibat dari tidak seimbangnya jumlah lulusan dan sekolah negeri yang ada.

Sedangkan untuk lima kabupaten lainnya yakni Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Lingga, Kabupaten Natuna, dan Kabupaten Kepulauan Anambas. Pelaksanaannya diklaim lancar.

“Jadi hanya di Kota Batam dan Tanjungpinang saja yang mengalami kekisruhan, akibat banyak siswa yang tak tertampung,” sebutnya.

Dari laporan yang ia terima, jumlah siswa yang tidak tertampung di SMA/SMK Kota Batam jumlahnya mencapai dua ribu calon siswa. Sedangkan untuk di Kota Tanjungpinang, jumlahnya berkisar ratusan calon siswa.

Nurdin menyebut, untuk mengurai persoalan ini, Pemprov Kepri akan mengumpulkan seluruh orang tua yang anaknya tidak tertampung pada PPDB tahun ajaran 2019/2020.

Ia berharap melalui pertemuan itu akan didapat titik temu untuk meluruskan persoalan PPDB di tingkat SMA/SMK.

“Besok (hari ini,red) kita kumpulkan seluruh orang tua, Kepala Dinas Pendidikan dan Pak Rudi (Wali Kota Batam) untuk mencari solusi. Tanjungpinang juga akan kita kumpulkan,”tuturnya.

Terpisah, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Kepri, Yuniarni Pustoko Weni ikut mengkritisi karut marutnya PPDB online di Kepri, khususnya Kota Tanjungoinang.

Weni meminta Pemprov Kepri, segera mengambil langkah antisipasi, dan menyiapkan solusi kongkret untuk mengatasi permasalahan tersebut.

“Seharusnya sebelum diterapkan, pemerintah hendaknya lebih dulu mengambil langkah antisipasi,” ujarnya.

Menurut Weni, salah satu persoalan yang paling krusial terkait sistem zonasi saat ini, karena diterapkan berdasarkan radius jarak yang paling dekat dengan sekolah. Sementara, perbandingan jumlah sekolah dan jumlah calon siswa berdasarkan zonasi yang telah ditetapkan tidak seimbang.

Seperti contohnya kata dia, di Kecamatan Tanjungpinang Timur. Di kecamatan itu jumlah penduduknya hampir 90 ribu jiwa, sedangkan jumlah sekolah negeri masih terbilang minim. Hanya ada dua sekolah negeri di kecamatan itu yakni SMKN 4 dan SMAN 7.

“Hal inilah yang kemudian menjadi permasalahan, sistem zonasi yang diterapkan terlalu kaku terkait jarak domisili dengan sekolah,” pungkasnya. (kar)

Exit mobile version