Eksploitasi data dan pentingnya kreativitas, tentu akan melahirkan jurnalis-jurnalis yang kritis. Apa yang dipaparkan dalam pemberitaan, dipahami secara konstruktif.
”Jangan asal kritik. Saya dulu sering sekali dikritik tapi saya pahami ini bagian dari alam yang ada. Tapi sekarang kok rasanya menghilang ya, orang-orang yang mengkritisi saya itu ke mana mereka,” sindir Nuh seraya disambut tawa jajaran pengurus SMSI yang duduk dalam satu meja itu.
Secara jelas Nuh pun menyambut baik, program prioritas SMSI, yang saat ini sedang proses tahap akhir menjadi konstituen Dewan Pers.
”Dewan pers sangat menyambut baik apa yang menjadi harapan besar SMSI. Tahapan pun terus berjalan. Kalau pun ada yang tertinggal dalam proses faktual, pemenuhan syaratnya harus bolak-balik dan menunggu, ya maknai saja ini bagian dari proses itu,” ucap Nuh disambut aplaus.
Senada disampaikan Nuh, Hatta Rajasa juga memberikan pemaparan tentang media siber dan tantangan SDGs (Sustainable Development Goals) atau tujuan pembangunan berkelanjutan yang memiliki agenda utama mengurangi kemiskinan dunia.
”Bapak SBY merupakan sosok pencetus ini (SDGs, Red),” ujar Hatta mengawali perbincangannya.
SDGs sebuah program yang telah dikukuhkan bulan Mei 2013. SBY saat itu bersama dengan Perdana Menteri Inggris Raya David Cameron dan Presiden Liberia Ellen Johson-Sirleaf dan Wakil Sekretaris Jenderal PBB Jan Eliasson yang pada saat itu bertindak sebagai moderator.
”Tiga pemimpin bersama High Level Panel of Eminent Persons membahasnya. Dari Sustainable Development Agenda, tujuannya mengurangi secara signifikan kemiskinan sehingga bisa meningkatkan taraf hidup bangsa-bangsa di dunia dengan cara melaksanakan pembangunan yang disebut dengan sustainable development. Jadi yang namanya miskin ya, ya tuntas seperti misinya,” terang pria kelahiran Palembang, 18 Desember 1953 itu.