Site icon Harian Kepri

DPRD Bintan dan Warga Busung Tolak Investasi Rp 1,3 Triliun

   

Enam Desa yang akan tenggelam jika pembangunan Estuari Dam Busung terealisasi

 

Dewan Merasa Diabaikan

BINTAN (HAKA) – Rencana pembangunan dam estuarin di Busung, Kabupaten Bintan dengan nilai investasi sekitar Rp 1,3 triliun ditolak oleh DPRD Kabupaten Bintan melalui Komisi II. Penolakan disampaikan setelah rapat dengar pendapat dengan masyarakat enam desa di Busung dan dengan Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWS) dan Dinas Pekerjaan Umum Pemkab Bintan, Kamis (5/1).

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, enam desa di Kabupaten Bintan dipastikan akan hilang dari permukaan bumi atau tenggelam, jika dam estuari (perairan pantai setengah tertutup tempat air laut bertemu dengan air tawar) di Busung, Kecamatan Seri Kuala Lobam, Bintan, jadi dibangun.

Jika pembangunan terwujud maka luas wilayah yang akan tergenang air hingga sekitar 45 kilometer persegi. Itu yang menyebabkan desa-desa yang ada di sekitarnya akan ikut tenggelam. Selain karena alasan Komisi 2 DPRD Bintan merasa diabaikan dalam kegiatan rencana pembangunan dam itu. Ini terungkap saat Haka mewancarai Sekretaris Komisi 2 DPRD Bintan, Zulkifli.

Menurut Zulkifli, pembangunan dam estuari Busung lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Alasannya, pertama sejumlah desa dan kampung serta infrastruktur seperti jalan dan lingkungan di aliran sungai tersebut akan tenggelam. Kedua, dam tersebut nantinya akan menyuplai kebutuhan air ke Kota Tanjungpinang dan Kota Batam. “Kemungkinan, bisa jadi (dijual) ke Singapura,” katanya.

Ketiga, dam tersebut akan dikelola penuh oleh pemerintah provinsi dan pajak diambil pihak provinsi. Sedangkan Bintan, tidak akan mendapat apa-apa selain dampak lingkungan dan sosial. Akibat pembangunan dam tersebut. “Kalau pun dibangun, ini akan menjadi bom waktu. Yang dihadapi adalah warga. Warga tahunya ke kantor bupati, padahal ini proyek pusat,” tuturnya.

Karena itu, Komisi 2 DPRD Bintan dan warga menolak. Terlebih alasan yang diutarakan pihak BWS bahwa Bintan krisis air. Padahal legislator asal Partai Demokrat tersebut tidak sedikitpun mendengar terdapat warga Bintan yang sampai menderita karena krisis air. “Belum ada tu warga ngeluh karena krisis air,” katanya.

Dewan Merasa Diabaikan

Selain itu, BWS Sumatera selama ini tidak pernah sedikitpun melakukan sosialisasi ke DPRD Bintan. Padahal kajian dan perencanaan sudah dimulai sejak tahun 2010. “Kami bukan tidak mengapresiasi perhatian pusat ke daerah tapi banyak mudaratnya. Intinya kita sepakat menolak,” tegasnya.

Edi Kabid SDA Dinas PU Kabupaten Bintan menuturkan penolakan tersebut tidak mengagalkan rencana pembangunan estuari Busung pada tahun 2019. Terlebih BWS Sumatera sudah melakukan kajian tentang sumber air baku dengan dilatarbelakangi krisis air pada tahun 2006 dan 2007.

Dan, didapat sumber air baku terbesar ada di Busung. Proyek membendung air laut dan darat senilai Rp 1,3 triliun tersebut katanya tetap akan dibangun. Dana dari pusat tersebut akan digunakan mulai dari pembebasan lahan, pembangunan sampai selesai.

Edi tidak memungkiri jika air akan disuplai ke Batam dan Tanjungpinang serta kemungkinan ke depan ke Singapura. Tapi ditegaskannya proyek ini tidak akan batal mengingat pihak BWS sudah melakukan kajian dengan sangat mendalam. Tentu BWS juga memiliki solusinya. Di sisi lain, Zakaria masyarakat Desa Busung mengatakan salah satu kawasan yang bakal terkena dampak dari pembangunan estuari Busung adalah RT Teluk Dendang, Desa Busung.

Kawasan pemukiman tersebut awalnya sebagai lokasi untuk relokasi warga Kampung Lancang, Desa Busung. Yang mana lahan yang ditempati warga Kampung Lancang termasuk lahan hibah dari pihak PT. Surya Bangun Pertiwi (SBP) ke Pemkab Bintan sehingga mereka diberi bantuan RTLH dan akan direlokasi ke RT Teluk Dendang.

“Di sana sudah dilakukan penimbunan lahan dengan menghabiskan anggaran sekitar Rp 175 juta, padahal di sana juga terkena dampak estuari. Artinya kan sia sia uang segitu dihabiskan tapi tidak bermanfaat,” katanya.

Kades Busung Rusli mengatakan, bukan proyek sia-sia. Karena sejak awal pihaknya sudah konsultasi dengan Bappeda. Bahkan anggota dewan sudah turun. Hanya mereka tidak tahu kalau lokasi itu bakal kena dampak pembangunan estuari. “Itu bukan penimbunan tapi pembuatan parit,” katanya.

Mengenai proyek estuari, dia mengatakan sudah di-hearing-kan di dewan. Namun, umumnya tokoh masyarkat dan masyarakat tetap sepakat menolak rencana pembangunan tersebut. (dee)

Exit mobile version