TANJUNGPINANG (HAKA) – Pemilik Saham Terbesar PT Mangrove Industry Park Indonesia (MIPI) Bintan, Sukardi mengeluhkan Bea Cukai Tanjungpinang, yang menahan kontainer proyek ekspor produksi kayu furniture ke Amerika Serikat dan Canada. Sehingga, perusahaannya merugi sekitar Rp 3,024 miliar.
Dengan rincian, nilai jual satu kontainer 3.000 USD kali 40 kontainer dengan nilai mencapai Rp 1,68 miliar.
Ditambah, pembayaran biaya tarif kontainer per hari di Pelabuhan Sri Bayintan, Kijang Kota sebesar 80 USD atau Rp 1,2 juta selama sebulan terakhir, dengan total uang yang dikeluarkan sekitar Rp 1,344 miliar.
“Kami produksi kayu furniture di sini, seperti meja.Tapi kayu ekspor nya masih tertahan di Pelabuhan Sri Bayintan, Kijang Kota sampai sekarang. Karena Bea Cukai belum izinkan untuk kami kirim ke luar negeri,” terang Sukardi saat didampingi CIO nya, Edi Jaafar, di kawasan Sun Resort, Batu Licin, Bintan, Minggu (13/10/2019).
Padahal, menurut Sukardi, pihaknya telah mengurus seluruh dokumen perizinan ekspor kayu furniture dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) maupun Kementerian Perdagangan (Kemendag) Republik Indonesia.
Chief Information Officer (CIO) PT MIPI, Edi Jaafar menyebutkan, pengiriman furniture terkendala pada harmonized system code (HS code) yakni, daftar klarifikasi barang ekspor dalam sistem.
Menurutnya, daftar ekspor ini diatur Permendag RI yang dititipkan oleh KLHK di Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (PPBC). Yakni, dokumen sertifikat verifikasi legalitas kayu (SVLK) atau v-legal setiap mengekspor barang per segmennya.
V-legal itu, kata Edi, adalah dokumen produksi hutan dalam negeri bahwa berasal dari mana kayu-kayu itu, untuk dijadikan furniture. Maknanya adalah, pihaknya tidak mengekspor kayu gelondongan.
“Artinya, Bea Cukai adalah eksekutor untuk melepaskan ekspor kayu itu dari pelabuhan atau tidak. Tapi kebijakan dari Bea Cukai tidak bisa ditawar-tawar,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean B Tanjungpinang, Syahirul Alim membantah, persolan ini berada di Bea Cuka, tapi menjadi kewenangan KLHK.
“Mereka terkendala pada larangan pembatasan di sistem kami yaitu HS code, namanya v-legal diterbitkan oleh KLHK,” jelasnya saat dikonfirmasi hariankepri.com.
Pihaknya menegaskan, telah menjalankan tugas sesuai prosedur tentang permasalahan ini. Artinya, Bea Cukai tidak berani mengambil resiko.
“Bea Cukai seperti satpam untuk membuka sistem, kalau persyaratan lengkap kita bisa buka dan kalau tidak lengkap, mana mungkin kita bisa buka,” tuturnya.
Syahirul Amin menyarankan kepada PT MIPI, untuk melengkapi persyaratan v-legal dengan mengunjungi website resmi KLHK.
“Kita lancar-lancar saja sepanjang memenuhi persyaratan. Kalau di KLHK sudah ada v-legal, kita tidak ada masalah,” tutupnya. (rul)