Site icon Harian Kepri

Gereja Ayam, Cagar Budaya yang Jadi Saksi Toleransi Umat Beragama di Tanjungpinang

Gereja Ayam yang menjadi saksi toleransi umat beragama di Tanjungpinang dan telah menjadi salah satu cagar budaya-f/pasha-hariankepri.com

TANJUNGPINANG (HAKA) – Gereja Ayam merupakan salah satu bangunan cagar budaya, yang menjadi saksi toleransi antarumat beragama di Kota Tanjungpinang.

Peneliti Pusat Riset Kewilayahan, Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Dedi Arman mengatakan, bangunan tersebut, dinamakan Gereja Ayam karena, terdapat penunjuk arah mata angin berbentuk ayam pada atap gereja, dengan nuansa khas kolonial Belanda yang digunakan orang-orang pada zaman dahulu.

Dia menuturkan, adanya toleransi antar umat beragama merupakan bentuk inovasi beragama yang diwujudkan dengan pembangunan gereja itu di Tanjungpinang.

“Peletakan batu pertama gereja dilakukan pada tanggal 14 Februari 1835 dan setahun kemudian gereja selesai dibangun dan diresmikan,” katanya, kepada hariankepri.com, Selasa (7/5/2024).

Lebih lanjut ia mengatakan, gereja yang dibangun saat itu yang lebih dikenal oleh masyarakat Tanjungpinang dengan nama Gereja Ayam, memiliki nama resmi yakni, Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB).

Gereja Ayam yang terletak di Kota Tanjungpinang-f/zulfikar-hariankepri.com

Saat pertama kali dibangun, gereja itu digunakan sebagai tempat peribadatan Orang Belanda dan kerabatnya yang memeluk agama Kristen, dengan nama resmi pertama kali yakni, De Nederlandse Hervormde Kerk te Tandjongpinang.

Seiring berjalannya waktu, sambungnya, gereja ini berubah nama menjadi Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) setelah ditetapkan berdasarkan Staatsblad Indoensia Nomor 305 tahun 1948.

“Serta Surat Keputusan Wakil Tinggi Kerajaan di Indonesia Nomor 2 Tanggal 1 Desember 1948,” jelasnya.

Lulusan Ilmu Sejarah Universitas Andalas Padang ini melanjutkan, gereja yang dikenal masyarakat dengan sebutan Gereja Ayam itu, dibangun atas sumbangan sukarela anggota jemaat gereja di Keresidenan Riau.

Selain itu, Kesultanan Riau Lingga Yang Dipertuan Muda Riau, Raja Abdurrahman pada masa itu dan Kapitan Tionghoa juga turut andil memberikan bantuan uang maupun tenaga untuk penyelesaiam pembangunan Gereja Ayam.

“Ini tentunya menunjukan keindahan toleransi beragama di Tanjungpinang,” pungkas penulis artikel sejarah di Kepri ini.(sha)

Exit mobile version