Oleh:
Buana Fauzi Februari
Anggota Perkumpulan Kekeluargaan Indonesia Timur (Perkit)
SETELAH pernah mengalami gangguan kesehatan akibat konsumsi gula yang berlebihan, membuat saya sekarang menjadi manusia disiplin olahraga dan paling menjaga pantangan makan.Tak dapat dipungkiri faktor pola makan yang salah adalah penyebab timbulnya berbagai penyakit.
Hari itu, Selasa, 14 Februari 2023, sehabis jalan sore keliling komplek perumahan, saya rasakan getar notifikasi panggilan WA di ponsel yang saya taruh di saku celana
Saya terima panggilan tersebut, karena yang menelpon adalah sahabat baik saya Azis Kasim Djou. Azis juga Ketua Harian Perkumpulan Kekeluargaan Indonesia Timur (Perkit) Kota Tanjungpinang.
Dia mengajak saya ikut dalam silahturahmi bersama Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kepri, Gerry Yasid. Ajakan Azis saya iyakan. Karena, saya memang sudah lama ingin ketemu Kajati yang juga teman dari teman baik saya Jhoni Ginting, Kajati Kepri di Tahun 2014 silam.
Pertemuan dengan Kajati dijadwalkan lepas Isya di kediamannya Kawasan Sei Timun. Karena saya belum bisa bawa kendaraan sendiri, saya menumpang satu mobil dengan Azis dan ikut dalam rombongan para pengurus dan tetua Perkit lainnya.
Jumlah kami hanya 12 orang, tapi bendera Perkit yang kami bawa mewadahi 13 paguyuban Provinsi di kawasan Indonesia Timur. Oh ya, saya hampir lupa menjelaskan walau wajah saya bercorak oriental tersebab, DNA warisan nenek dari sebelah ayah saya yang asli keturunan Tionghoa.
Namun sesungguhnya saya ini adalah seorang Bugis Bone yang leluhur kami berasal dari Pattiro. Ayah saya yang bernama H Burhanuddin adalah seorang pelaut, yang kemudian sempat menjadi Anggota DPRD Kota Tanjungpinang selama 2 periode.
Adiknya, Muhammad Yatir sampai sekarang masih menjadi Anggota DPRD Kabupaten Bintan. Yatir juga Ketua Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) Provinsi Kepri, itulah sebabnya saya secara otomatis menjadi anggota Perkit.
Sesampai di rumah kediaman Kajati Gerry Yasid, tidak tampak mondar mandir staf protokoler yang biasanya hampir selalu ada saat seorang pejabat menerima tamu atau kunjungan. Kami duduk di meja lonjong yang sudah disiapkan oleh seorang staf tuan rumah. Tak lama keluar sosok pria berkumis tanpa pengawalan ajudan, maupun sespri dan langsung menyapa kami dengan sangat akrab.
Tak pakai acara pembukaan apalagi deretan sambutan penuh basa-basi yang biasa dilakukan pejabat, Bang Gerry, sapaan akrab saya ke Kajati Kepri yang ternyata putra asli Tanjunguban dan satu SMA pula dengan saya, di SMA Negeri 1 Tanjungpinang. Beliau angkatan 1982 sedangkan saya 1998.
Bang Gerry memulai percakapan dengan cerita sejarah masa kecilnya di Tanjunguban yang sempat ingin lari dari rumah dan bekerja di atas kapal. Namun, berkat kedekatan emosionalnya dengan sang ibu, membuat seorang Gerry akhirnya mampu mewujudkan harapan almarhum ibunya untuk dapat mengabdi di Kepulauan Riau sebagai Kajati.
Dari penelusuran saya telah banyak terobosan yang ia lakukan di Kepri. Salah satunya pembangunan Rumah RJ atau Restoractive Justice. Malam itu cerita soal rumah RJ ini juga beliau sampaikan.
Menurut Bang Gerry, rumah RJ sebagai wujud penerapan keadilan hukum yang humanis bagi masyarakat. Ia juga mengatakan program Restorative Justice ini lebih mengedepankan hati nurani, sekaligus melawan stigma negatif yang tumbuh di masyarakat.
Yaitu hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Perkara-perkara yang sifatnya sepele atau ringan, dapat diselesaikan di luar pengadilan dan tidak perlu dilimpahkan ke pengadilan, beber Bang Gerry panjang.
Cerita lain soal penyiapan lahan pembangunan RSJ di Bintan, juga tak lepas dari andil Bang Gerry berkomunikasi dengan pemilik lahan Salim Group. Sehingga, hibah lahan menjadi lebih luas.
Koneksi dan jaringan Bang Gerry di tingkat pusat tak bisa dianggap sepele. Dia sudah 34 tahun malang melintang di 12 Provinsi, sebelum menjabat Kajati Kepri. Bang Gerry sudah lebih dulu menjabat Kajati Sulawesi Tengah.
Memang sejak Kejaksaan Tinggi Kepri dijabat Bang Gerry, banyak terjadi perubahan paradigma di mindset masyarakat. Selama ini orang takut berurusan dengan jaksa, karena selaku penuntut umum terkadang banyak oknum jaksa memanfaatkan peluang untuk memperkaya diri dari kasus hukum yang ditanganinya.
Masyarakat biasa sulit mengadu dan tak punya harapan menang bila berkasus melawan penguasa dan pengusaha. Kehadiran Bang Gerry di bumi kelahirannya, seperti memberi harapan baru bahwa hukum itu dapat ditegakkan seadil-adilnya tanpa pandang bulu.
Beliau dikenal jaksa yang keras dan tegas dalam menangani sebuah perkara dan bukan tipikal jaksa pengampu atau “tukang angkat telor” atasan.
Dari awal cerita saya sudah dapat menilai sosok Bang Gerry ini layak dijadikan tuntunan, kesehariannya sangat sederhana, jarang terlihat mengenakan seragam formal kejaksaan dan lebih sering nampak berkemeja putih.
Setiap tamu yang datang ke kantor selalu dijamu dengan nasi bungkus, mau siapapun tamu itu. Bang Gerry katakan bahwa, belum tentu semua orang bisa makan nasi bungkus.
Justru dengan makan nasi bungkus kita kembali ingat di saat kita susah. Luar biasa Abang yang satu ini, banyak sekali tuntunan dan wawasan keilmuan yang dibagikannya ke kami.
Di penghujung pertemuan, ada pertanyaan dari salah seorang kami ke Bang Gerry tentang niatnya maju DPD dapil Kepri?. Dengan tegas diluruskan oleh Bang Gerry, dirinya tidak pernah punya keinginan menjadi anggota DPD RI.
Namun, jika masyarakat memberikan amanah dan ikut mendorongnya maju maka ia akan siap menjalani sesuai amanat almarhum ibunya untuk dapat mengabdikan diri di Kepulauan Riau.
Saya juga penasaran apa iya seorang Gerry Yasid mau menjadi DPD. Bang Gerry ini harusnya belum pensiun sampai 2025. Setelah pensiun dari kejaksaan pun, biasanya akan dapat tawaran pengabdian di BUMN, soal gaji jelas jauhlah, jadi apa yang mau dicari Bang Gerry di DPD?.
Ternyata dari paparan beliau sejak awal pertemuan dapat saya coba simpulkan. Kepri butuh anggota DPD yang mampu membawa aspirasi masyarakat Kepri, dan mewujudkannya dengan kerja nyata melalui jaringan komunikasi dengan stakeholder terkait. 4 anggota DPD RI asal Kepri yang sekarang, kerja nyatanya belum dapat dirasakan.
Keputusan Bang Gerry untuk pensiun dini dari kejaksaan, dan menyiapkan diri untuk diusung masyarakat Kepri menjadi Anggota DPD RI buat saya sebuah keputusan yang berani.
Saya lantas ingat dengan keputusan yang pernah diambil Rahma saat menjadi anggota DPRD Kota Tanjungpinang, lalu milih mundur dan diusung maju sebagai Calon Wakil Walikota Tanjungpinang, Rahma juga berangkat dari keinginan masyarakat yang mau adanya perubahan.
Dan dibuktikan Rahma saat dirinya meneruskan tugas almarhum Ayah Syahrul sebagai Wali Kota Tanjungpinang. Di tangan Rahma, Tanjungpinang menjadi lebih humanis dan berkeadilan, semoga di Kepri semakin banyak pemimpin berjiwa seperti mereka.
Akhir cerita, saya senang bisa hidup satu zaman dengan seorang Gerry Yasid, Jaksa Penuntut yang Penuntun.***