Site icon Harian Kepri

Giliran Pedagang Pasar Puan Ramah Dimintai Duit Sewa Lapak Oleh BUMD

Suasana Pasar Puan Ramah yang terletak di Batu 7-f/zulfan-hariankepri.com

TANJUNGPINANG (HAKA) – Sejumlah Pedagang Kaki Lima (PKL) mengeluhkan dengan kebijakan BUMD Tanjungpinang, soal pemungutan pemakaian lapak meja di Pasar Puan Ramah Batu 7.

Keluhan itu disampaikan Adi, salah satu pedagang sayur yang punya lapak di Pasar Puan Ramah Batu 7. “Kami memang tak lama menempati lapak di pasar itu, tapi malah diminta uang sewa oleh BUMD,” kata Adi, kepada hariankepri.com, Kamis (13/10/2023).

Ia mengakui, memang pada saat peresmian Pasar Puan Ramah di batu 7 oleh Wali Kota Tanjungpinang kala itu, mereka sempat berjualan di pasar tersebut.

“Tapi karena sepi, kami pindah ke daerah pasar dan Lorong Gambir,” sebutnya.

Adi mengatakan, pemakaian lapak di Pasar Puan Ramah itu, hanya selama masa uji coba beberapa pekan, yang oleh Pemko digratiskan.

“Kalau tak salah Januari 2023 kami jualan di Pasar Puan Ramah, tak sampai sebulan kami pindah lagi karena sepi,” ungkapnya.

Tapi, tiba-tiba BUMD Tanjungpinang, meminta kepada pedagang harus membayar uang sewa lapak di Pasar Puan Ramah Batu 7, dengan tarif per bulannya Rp 220 ribu.

“Memang sebelumnya ada perjanjian jika berjualan di Batu 7 bayar uang sewa. Tapi kalau kami tempati ya wajar, tapi ini kan tidak kami tempati,” ujarnya.

Pembayaran uang sewa yang diminta, kata Adi, untuk masa 11 bulan. Dan paling lambat harus dibayar pada akhir tahun 2023 ini.

“Jika tak dibayar maka kami tidak akan dapat SK untuk penempatan Pasar Baru yang sedang direvitalisasi,” terangnya.

Bukan hanya itu, hal lain yang dikecewakan oleh sejumlah pedagang, yakni harus membayar sekitar Rp 5 juta, apabila pedagang yang sudah terdata sebelumnya untuk bisa menempati Pasar Baru Tanjungpinang.

“Katanya gratis, kok malah harus bayar, artinya sama aja kita beli lapak baru,” ucapnya.

Menurutnya, jika pedagang sudah menempati atau sudah mulai berjualan, maka wajar-wajar saja membayar uang retribusi sampah, keamanan termasuk retribusi ke BUMD.

“Kami pedagang lama dan terdata. Kami harap ada perhatian pemerintah soal ini, dan diharapkan uang sewa pasar puan ramah bisa dikembalikan lagi,” tukasnya.

Mendengar informasi tersebut, Anggota DPRD Kota Tanjungpinang, Reni berang melihat tindakan dan kebijakan BUMD terhadap pedagang.

“Saya heran mereka tak keluarkan modal, tapi asal nak pungut dari pedagang saja. Ini sama kasusnya dengan Akau Potong Lembu,” sebutnya.

Ia menegaskan, jika BUMD ingin memungut dari pedagang, harus ada analisa dan acuannya, dan tidak sembarangan.

“Apalagi pasar yang revitalisasi, itu kan bukan penempatan yang baru. Mereka kan pedagang lama,” tegasnya.

Melihat persoalan itu, politisi Hanura tersebut juga meminta kepada pemegang saham BUMD, dalam hal ini Pj Wali Kota Tanjungpinang dan komisaris untuk bisa mengevaluasi secara keseluruhan.

“Saya minta evaluasi keseluruhan BUMD baik dari struktur maupun kebijakannya,” tukasnya.(zul)

Exit mobile version