Oleh : Ansar Ahmad, SE, MM
Gubernur Kepulauan Riau
KEPULAUAN Riau (Kepri) merupakan salah satu daerah yang berada diposisi terdepan di Indonesia. Secara geografis, Kepri berbatasan dengan tiga negara sekaligus yakni Malaysia, Singapura dan Vietnam.
Lebih tepatnya di sebelah utara berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Jambi, di sebelah Barat berbatasan dengan Singapura, Malaysia, dan Provinsi Riau serta di sebelah Timur berbatasan dengan Malaysia, Brunei dan Provinsi Kalimantan Barat.
Banyak sekali rahmat yang dilimpahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa di tanah Kepri. Provinsi Kepri bertekad ingin mewujudkan diri menjadi salah satu pusat pertumbuhan perekonomian nasional, dengan tetap mempertahankan nilai-nilai Budaya Melayu yang didukung masyarakat (SDM) yang memiliki daya saing tinggi.
Sesuai dengan visi Pemerintah Provinsi Kepri saat ini, yakni ‘Terwujudnya Kepulauan Riau yang Makmur, Berdaya Saing dan Berbudaya’.
Sedikit mengulik sejarah, Provinsi Kepri terbentuk berdasarkan Undang-undang nomor 25 tahun 2002 tanggal 24 September 2002, Ibu kota Provinsi Kepri berada di Kota Tanjungpinang.
Saat ini usianya masih tergolong muda, tahun 2021 ini Kepri genap berusia 19 tahun. Namun demikian, nama Kepri sudah tidak asing ditelinga masyarakat Indonesia, bahkan internasional.
Berbagai prestasi sudah pernah diraih dan menjadi salah satu provinsi pemekaran baru di Indonesia yang patut diperhitungkan dan menjadi contoh atas keberhasilannya bagi Provinsi lain.
Kepri memiliki 5 kabupaten dan 2 kota. Masing-masing kota Tanjungpinang, kota Batam, kabupaten Bintan, kabupaten Karimun, kabupaten Natuna, kabupaten Lingga dan kabupaten Kepulauan Anambas.
Setiap kabupaten dan kota yang ada tersebut direkatkan oleh hamparan laut dan dikoneksikan dengan transportasi air. Yang terpenting, setiap kabupaten dan kota yang ada di Kepri memiliki potensi alam masing-masing yang bisa dieksplor guna menumbuhkan perekonomian, dengan muara menyejahterakan masyarakatnya.
Kepulauan Riau memiliki laut yang jauh lebih luas dibanding daratan, yakni 96 persen lautan dan hanya sekitar 4 persen saja daratan. Antara kabupaten dan kota yang satu dengan yang lain dipisahkan oleh laut. Dan untuk membangun sebuah daerah kelautan membutuhkan dana dan tenaga yang tidak sedikit.
Tidak bisa dipungkiri, antara daerah yang satu dan lainnya di Kepri masih terjadi ketimpangan dalam banyak hal. Yang paling mencolok adalah dalam hal pembangunan infrastruktur, pertumbuhan ekonomi, pendidikan dan kehidupan sosialnya.
Sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah, Gubernur Kepulauan Riau selalu mendapatkan keluhan dari masyarakat, karena selama Provinsi terbentuk 19 tahun yang lalu, pembangunan belum dirasakan merata oleh masyarakat.
Seolah-olah Pemprov Kepri hanya fokus membangun di Batam saja, sehingga Batam lebih maju dan berkembang dibanding daerah lainnya. Sementara, daerah yang lain tidak ditangani sehingga jauh tertinggal.
Untuk meminimalisir anggapan diskriminatif perlakuan Pemprov Kepri terhadap ‘anak-anaknya’ tersebut, berbagai cara dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kepri agar pembangunan di Kepri tidak hanya terpusat di Batam saja.
Bagaimana pun juga, Batam memang berada di posisi paling strategis dari sisi potensi investasi dan ekonomi dibanding derah lainnya. Karena berbatasan langsung dengan Singapura dan Malaysia.
Tercetuslah pemikiran agar pertumbuhan perekonomian tidak hanya berpusat di kota Batam saja, melainkan bisa menjalar ke Kabupaten dan Kota lainnya. Maka keluarlah gagasan membangun jembatan yang menghubungkan Kota Batam dan Pulau Bintan.
Dengan jembatan ini diyakini akan bisa membuka keterisoliran masyarakat, mampu mempercepat mobilisasi barang, orang dan uang, mendongkrak perekonomian Kepri secara cepat dan merata.
Yang paling penting, jembatan Batam-Bintan ini nantinya akan menjadi solusi tepat dalam upaya mempercepat pemerataan pembangunan dan perekonomian di Provinsi Kepri.
Hal ini juga sejalan dengan rencana undang-undang (RUU) Daerah Kepulauan. Disana ditegaskan bahwa masa depan kita (Indonesia) adalah laut.
Kita tidak bisa hanya mengandalkan daratan saja, karena Daerah Kepulauan juga memiliki pulau-pulau terluar terbanyak di Indonesia yang perlu diperhatikan dan mendapat peran yang sama untuk Indonesia.
Bicara mengenai negara maritim, bahwasanya kita sedang berbicara soal kewibawaan bangsa. Karena kalau kita berbatasan langsung dengan negara-negara lain, dan sudah masanya bagi kita untuk menghiasi wilayah maritim kita dengan infrastruktur-infrastruktur yang iconic sekaligus bermanfaat bagi masyarakat banyak.
Salah satu jawabannya adalah Jembatan Batam-Bintan ini. Jembatan yang akan menghubungkan Pulau Batam dan Pulau Bintan ini akan menjadi jembatan terpanjang di Indonesia.
Yakni akan dibangun dengan panjang 14,763 kilometer dan nilai investasi sekitar Rp13,66 triliun. Jembatan ini diharapkan dapat memudahkan mobilitas kendaraan dari kedua wilayah.
Selain melancarkan mobilitas kendaraan. Juga akan memperlancar mobilitas orang, barang dan uang dan muaranya bisa meningkatkan speed pertumbuhan perekonomian kedua wilayah, dan selanjutnya menjalar ke wilayah-wilayah lain yang ada di Kepri.
Desain jembatan ini sudah mulai dirancang oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau sejak tahun 2005, kemudian diperbarui tahun 2010.
Jembatan Batam-Bintan ini dirancang bisa dilewati kendaraan dengan kecepatan hingga 80 kilometer per jam. Jembatan Batam-Bintan ini juga dirancang memiliki vertical clearance yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan yaitu Batam-Tanjung Sauh setinggi 27 meter dan Tanjung Sauh-Batam setinggi 40 meter.
Penetapan vertical clearance tersebut yang menyebabkan perubahan nilai investasi dari Rp 8,78 triliun menjadi Rp 13,66 triliun. Tujuannya agar tidak mengganggu aktivitas lalu-lalang kapal-kapal besar.
Jembatan Batam-Bintan juga didesain dengan satu on/off ramp yang berlokasi di Pulau Tanjung Sauh. Lajur jembatan sendiri memiliki lebar 3,6 meter, dengan bahu luar selebar 3 meter, bahu dalam selebar 1,5 meter, serta lebar median 4 meter. Konstruksi jembatan Batam-Bintan akan dilakukan pada tahun 2022 mendatang dan bisa beroperasi 3 tahun setelahnya atau tahun 2025.
Pembangunan jembatan Batam-Bintan menggunakan skema KPBU solicited (pemrakarsa Pemerintah). Hingga kini, status proyek jembatan tersebut sudah memasuki finalisasi business case (FBC) dan basic design (desain dasar).
Pembiayaan pembangunan infastruktur dengan skema KPBU memiliki keunggulan dibandingkan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sebagai contoh, bagi swasta, memiliki kepastian pengembalian investasi ditambah keuntungan.
Sementara keuntungan yang didapatkan pemerintah adalah banyak yang mengawasi. Sehingga, akan tercipta tertib administrasi dan teknis untuk melayani masyarakat lebih baik.
Pemerintah provinsi Kepri sangat optimis jembatan Batam-Bintan ini akan menjadi solusi tepat dalam upaya mempercepat pemerataan pembangunan dan perekonomian di Provinsi Kepri.
Karena dengan adanya jembatan ini akan lebih mempercepat lalulintas dan melancarkan kendaraan dan orang. Sehingga hal tersebut akan berdampak pula pada cepatnya alur barang dan uang yang muaranya akan terwujud pemerataan perekonomian serta kesejahteraan yang adil dan pendidikan yang setara. ***