BINTAN (HAKA) – Penyidik Intelijen Kejati Kepri, melakukan pengumpulan data (Puldata), dan pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket), tentang mangkraknya pembangunan Jembatan Tanah Merah sepanjang 20 meter di Desa Penaga, Kecamatan Teluk Bintan, Bintan.
Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Kepri, Lambok MJ Sidabutar menegaskan, bahwa ditemukan perbuatan melawan hukum yakni, terindikasi korupsi sekitar Rp 11,6 miliar di proyek tahun 2018 dan tahun 2019 itu.
“Sehingga kami, naikan ke tahap penyidikan ke Bidang Pidsus Kejati Kepri, guna menemukan tersangkanya,” tegas Lambok, Rabu (3/8/2022).
Menurutnya, Penyidik Intelijen telah meminta keterangan ke pihak BP Batam, BP Bintan, konsultan serta perusahaan yang mengerjakan proyek itu, sebanyak 11 orang.
Mulai dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dari Badan Pengusahaaan (BP) Kawasan Otorita Batam, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berasal dari BP Kawasan Bintan.
“Pihak penyedia barang dan jasa, Pokja ULP, konsultan pengawas, dan pihak BPK. Sedangkan, Kepala BP Bintan belum dimintai keterangan, nanti di Bidang Pidsus,” terangnya.
Kegiatan itu dikerjakan oleh PT BFG dan Konsultan Pengawas CV DS dengan masa kerja selama 150 hari kalender. Namun, mereka tidak menuntaskan proyek jembatan itu hingga 14 Desember 2018.
Alasannya, PT BFG tidak dapat mendatangkan tenaga ahli dan alat, serta tidak dapat menyuplai material tiang pancang yang menjadi pekerjaan utama.
“Sehingga, PPK melakukan pemutusan kontrak kepada PT BFG karena kondisi riil progres pekerjaan hanya 35,35 persen. Dengan realisasi pembayaran Rp 3,5 miliar,” jelasnya.
Di tahun 2019, pekerjaan kembali dilanjutkan dengan pagu anggaran Rp 7,5 miliar. CV BML ditunjuk sebagai penyedia jasa dengan nilai kontrak Rp 7,3 miliar lebih, dan konsultan pengawasnya dari CV PPC.
Setelah PPK, konsultan pengawas dan penyedia jasa melakukan rapat evaluasi ternyata ditemukan sejumlah permasalahan. Di antaranya, ada perbedaan desain awal perencanaan dan komponen material bangunan.
Selanjutnya, terjadi penurunan tanah timbunan yang telah terpasang yakni, melampaui estimasi perhitungan mekanika tanah akibat karakteristik tanah yang lunak.
“Meskipun para pihak tersebut sudah mengetahui adanya permasalahan di atas, PPK tetap melakukan pembayaran sebesar 100 persen terhadap progres pekerjaan itu,” tutup Lambok. (rul)