Dengan kemampuan dan anggaran terbatas, Imam Hulu Riau yang disahkan Pemerintah melalui Surat Keterangan Terdaftar nomor 0021720007/III/2015 sebagai Lembaga Pelestarian Budaya Melayu, terus berjuang mempertahankan dan memeliharan kawawan tersebut.
Melalui museum yang didirikan di atas tanah kerajaan, lembaga ini menerima setidaknya ratusan tamu dan wisatawan yang berasal dari domestik maupun Malaysia, Singapura dan Thailand.
Kunjungan wisata sejarah mereka sebagian besar adalah untuk menelusuri jejak keturunan Raja-Raja Melayu serta untuk melihat sisa-sisa nenek moyang mereka yang dikuasai oleh Negara kita.
Namun apa daya, kurangnya fasilitas dan sarana pendukung dan tidak terawatnya situs budaya membuat para peziarah miris.
Peziarah luar biasanya membawa catatan-catatan nama tempat yang ingin dikunjunginya. Kebiasaan kita, ketika mereka bertanya tentang makam, maka mereka akan kita antar ke Pulau Penyengat.
Daftar kunjungan mereka tentu tidak akan ditemukan semuanya di sana. Makam di Penyengat masih lumayan terawat. Tapi jika kemudian mereka berkunjung ke sungai carang, lain ceritanya.
Bahkan ada beberapa makam yang kita tidak bisa tunjukkan. Hal tersebut tentunya akan menjadi catatan negatif bagi kita. Malah beberapa peziarah menyebutkan untuk menyerahkan benda cagar budaya kepada mereka, yang menurutnya akan lebih terjaga jika disimpan dan dipelihara di Malaysia atau Singapura.