Site icon Harian Kepri

Korupsi Kasus TPA Bintan Utara, Herry Wahyu Terancam Penjara 15 Tahun

Suasana sidang perdana terdakwa Herry Wahyu dan dua terdakwa lainya, di Gedung PN Tanjungpinang, Senggarang, Kota Tanjungpinang-f/masrun-hariankepri.com

TANJUNGPINANG (HAKA) – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjungpinang yang diketuai oleh Siti Hajah Siregar, menggelar sidang perdana korupsi untuk terdakwa Herry Wahyu, Ari Syafdiansyah, dan terdakwa Supriatna, Rabu (5/10/2022).

Agenda sidang itu, pembacaan dakwaan ketiga terdakwa yang dibacakan JPU Kejari Bintan, Fajrian Yustiardi. Diduga kuat, ketiga terdakwa turut serta melakukan dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) Rp 2,44 miliar.

Yaitu, pembelian ganti rugi lahan warga untuk pembangunan TPA seluas 2 Hektare (Ha), di Tanjunguban Selatan, Kecamatan Bintan Utara, tahun anggaran 2018 lalu.

“Seharusnya kegiatan pembelian lahan itu dilakukan skala kecil, tapi mereka menambah skala lahan menjadi lebih besar,” tutur Fajrian.

Sebelum dilakukan pembelian lahan, kata Fajrian, tahun 2017, terdakwa Herry Wahyu selaku Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Bintan menggelar rapat bersama untuk membahas kebutuhan lahan TPA di wilayah Bintan Utara.

Rapat itu dihadiri, terdakwa Ari selaku koordinator kebersihan di wilayah Seri Kuala Lobam, dan Kasi Sanitasi Disperkim bernama Deny Irman Susilo.

Salah satu materi pembahasan mereka saat itu adalah, bagian Utara Bintan belum memiliki TPA sampah. Sehingga, ada permintaan penambahan alat pengangkut sampah, pengadaan jas hujan, kenaikan gaji serta masalah ketepatan pembayaran gaji.

Beberapa waktu kemudian, terdakwa Herry Wahyu saat itu memimpin rapat kerja internal dengan peserta rapat Kabid Permukiman Bayu Wicaksono, dan beberapa pejabat lainnya.

Mereka membahas hasil pertemuan sebelumnya itu. Nah, Bayu Wicaksono (sekarang Plt Kadis Perkim) dan Deny Irman S menyampaikan sejumlah kebutuhan lahan untuk TPA sampah di wilayah tersebut.

“Lalu ditanggapi oleh terdakwa Herry, dengan mengusulkan agar kebutuhan lahan TPA dimasukkan ke dalam rencana kerja perangkat daerah, Disperkim untuk tahun 2018,” tuturnya.

Dalam kasus ini, ketiga terdakwa dijerat pasal 2 dan atau pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang pemberantasan Tipikor, jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, dengan ancaman minimal 4 tahun penjara, dan maksimal 15 tahun.

“Jumlah saksi di kasus ini sekitar 30 orang lebih di dalam berkas dakwaan, akan kami panggil untuk sidang berikutnya. Surat tanahnya juga dijadikan barang bukti, dan kami sita,” pungkasnya. (rul)

Exit mobile version