Site icon Harian Kepri

KPK Benarkan Penggeledahan Rumah Alias Wello Terkait Kasus Korupsi

Suasana rumah pribadi Bupati Lingga Alias Wello (AW), seusai Tim KPK melakukan penggeledahan, Rabu (27/11/2019), di Kelurahan Sei Jang, Bukit Bestari, Tanjungpinang, Kepri-f/masrun-hariankepri.com

TANJUNGPINANG (HAKA) – Tim Penyidik KPK melakukan penggeledahan rumah pribadi Bupati Lingga, Alias Wello (AW), mulai pukul 10.00 WIB hingga pukul 11.00 WIB, Rabu (27/11/2019). Rumah AW ini beralamat di Jalan Lingga nomor 33, Kelurahan Seijang, Kecamatan Bukit Bestari, Kota Tanjungpinang.

“Ya, kemarin Rabu (27/11/2019) dilakukan penggeledahan di sana,” tegas Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah kepada hariankepri.com, Kamis (28/11/2019)

Ia mengatakan, penggeledahan itu terkait proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi, atas penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi hutan dari Pemkab Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.

“Dalam kasus tindak pidana korupsi (TPK) di Kalimantan Timur (Kaltim),” sebut Febri.

Peristiwa penggeledahan itu, dibenarkan salah seorang anak AW. Namun menurutnya, usai melakukan pemeriksaan semua ruangan, Tim KPK tidak menemukan dokumen apapun.

“KPK tidak ada satupun membawa berkas dari rumah ini,” tutur si anak AW saat ditemui hariankepri.com, Rabu (27/11/2019)

Ia menambahkan, saat Tim KPK melakukan aktivitas pencarian dokumen, Alias Wello tidak berada di rumah.

“Ayah tidak ada di Kepri. Intinya ayah berada di luar daerah,” tutupnya.

Sementara itu, Ketua RT03/RW06 Kelurahan Sei Jang, Bukit Bestari, Tanjungpinang, Khairuddin menambahkan, Tim KPK sekitar 8 orang memasuki rumah Alias Wello. Dan disaksikan oleh aparat Kepolisian Polres Tanjungpinang.

“Kami hanya menyaksikan di luar rumah temasuk beberapa Anggota Polres Tanjungpinang dalam mengamankan kegiatan itu,” tutupnya.

Diberitakan sebelumnya, Febri Diansyah menerangkan, tersangka utama tindak pidana korupsi ini adalah SH, Bupati Kotawaringin Timur, ditetapkan pada awal Februari 2019 lalu,” tuturnya.

Febri menjelaskan, diduga kuat tersangka SH telah menerbitkan IUP operasi produksi lahan seluas 1.671 hektar kepada PT Fajar Mentaya Abadi (FMA). Diketahui lahan itu, masuk kawasan hutan Kabupaten Kotawaringin Timur.

“Padahal SH mengetahui bahwa PT FMA belum memiliki sejumlah dokumen perizinan, seperti ijin lingkungan/AMDAL dan persyaratan lainnya yang belum lengkap,” jelasnya.

Atas aktivitas ilegal pertambangan itu, menurut Febri, negara diduga merugi senilai Rp 5.8 triliun dan US$ 711 ribu.

“Dihitung dari eksplorasi hasil pertambangan bauksit, kerusakan lingkungan dan kerugian kehutanan akibat produksi dan kegiatan pertambangan yang dilakukan PT FMA, PT BI dan PT AIM,” tutupnya.(rul)

Exit mobile version