YOGYAKARTA (HAKA) – Ketua Umum Asosiasi Pemilik Media Online (Aspemo) Iskandar Sitorus mengkritik Dewan Pers (DP), terkait dengan banyaknya persoalan pers yang bermunculan, terutama yang dihadapi oleh media online.
Menurutnya, dalam UU Pers pada Pasal 2 yang menyebut, kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum, maka saat ini Aspemo melihat sudah semakin nyata ada upaya untuk ‘menjajah’ kemerdekaan itu.
“Padahal, Pers nasional yang mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial sudah dikelabui agar tidak fokus lagi berfungsi sebagai lembaga ekonomi,” terangnya saat berada di Yogyakarta Minggu (24/12/2017).
Iskandar menyatakan, secara tegas dalam pasal 4 ayat 1 yang notabene menyebut kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, didistorsi dengan ragam ‘aturan’ yang tidak sah.
“Tidak sesuai Undang-Undang Pers. Padahal kemerdekaan pers mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Ini pendistorsian terhadap UU Pers secara sistemik,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, Aspemo sebagai subjek hukum seperti aturan pasal 6 butir a sampai e, tetap berniat kuat melaksanakan perannya memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan hak asasi manusia, serta menghormat kebhinekaan.
“Termasuk mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar, kemudian melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum,” jelas dia.
Ia juga menyoroti mengenai pendirian perusahaan pers berbentuk badan hukum Indonesia. Pernyataan yang kerap menyebutkan bahwa badan hukum pers harus perseroan terbatas (PT). menurutnya adalah tindak pidana melawan UU ini.
“Untuk pasal 10 yang mensyaratkan perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan, dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih, serta bentuk kesejahteraan lain, itu tetap menjadi hal yang kami perhatikan walau secara nyata ini cukup sulit. Namun kami tetap akan berupaya,” paparnya.
Iskandar juga mempertanyakan mengenai fungsi Dewan Pers dalam menata dan mengelola organisasi-organisasi pers, seperti apa dan bagaimana perusahaan atau wartawan media online.
“Tanpa dasar hukum pula Dewan Pers mendorong pelaksanaan Uji Kompetensi Wartawan (UKW). Ini aib bagi kami. Memalukan. Banyak profesi lain sudah sukses menata dirinya, namun masyarakat pers masih belum memiliki ukuran sertifikasi yang valid,” jelas dia.
Harapannya ke depan, ada regulasi yang lebih baik. Semoga pers Indonesia semakin kuat dan berintegritas. (red/aspemo kepri)