Site icon Harian Kepri

Laba Pertamina US$ 3,14 Miliar

Pertamina

PT Pertamina (Persero) mengatakan telah meraih laba belum diaudit (unaudited) sebesar US$3,14 miliar sepanjang 2016. Angka ini meningkat 121,13 persen dibanding tahun sebelumnya sebesar US$1,42 miliar dan dicapai di bawah kepemimpinan Dwi Soetjipto, yang dicopot dari jabatannya pekan lalu.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Pertamina Yenni Andayani mengatakan, capaian laba ini diperoleh berkat efisiensi yang dilakukan perusahaan sepanjang tahun 2016. Angka ini terlihat dari penurunan biaya operasional yang turun 19,97 persen dari angka US$37,84 miliar di tahun 2015 ke angka US$30,28 miliar.

“Penekanan biaya dikakukan secara signifikan dibanding tahun 2014 dan 2015. Kali ini, konsekuensi laba operasi menjadi baik. Tapi kami ingatkan, ini masih dalam bentuk laporan yang belum diaudit (unaudited report),” jelas Yenni di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kamis (9/2).

Kendati demikian, pendapatan operasional perusahaan terlihat tertekan pada tahun lalu. Dari pendapatan tahun 2015 sebesar US$41,76 miliar, pendapatan tahun lalu terlihat terjun 12,71 persen ke angka US$36,45 miliar. Bahkan, angka ini terlihat merosot 47,9 persen dari posisi tahun 2014 yang sebesar US$70 miliar.

Menurut Yenni, penurunan ini merupakan imbas dari lemahnya harga minyak dunia yang mempengaruhi sisi hulu migas perusahaan. Sebagai informasi, harga minyak mentah Indoensia (Indonesian Crude Price/ICP) sempat menyentuh angka US$27,49 per barel pada awal tahun 2016 dan merangsek naik ke kisaran US$51.09 per barel di bulan Desember.

Padahal, produksi hulu migas perusahaan sebenarnya terbilang meningkat pada tahun lalu. Tercatat, produksi minyak mentah tahun 2016 sebesar 12 ribu barel per hari atau meningkat 12 persen dari tahun sebelumnya sebesar 278 ribu barel per hari. Sementara itu, produksi gas tercatat meningkat 3 persen dari 1.902 MMSCFD di tahun 2015 ke angka 1.961 MMSCFD di tahun lalu.

“Pendapatan penurunan pendapatan operasional ini tentu karena crude oil. Pergerakan harga minyak mentah menekan operasional, tapi tertolong dengan kenaikan harga di akhir tahun,” ujar Yenni.

Kendati demikian, pendapatan operasional dari sisi hulu hanya sebesar 28 persen dari total pendapatan perusahaan. Sebagian besar pendapatan perusahaan terletak di sisi hilir migas dengan kontribusi 72 persen. Namun, pendapatan usaha di sisi hilir tertolong akibat peningkatan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) dari 58,03 juta kilo liter (kl) di tahun 2015 menuju 62,89 juta kl di tahun lalu.

“Kami lihat effort di tim pemasaran cukup kuat. Tapi, bukan berarti kami ada pemaksaan pengurangan Premium. Ini karena kinerja tim pemasaran yang sangat gencar,” terang Yenni. (red/cnnindonesia.com)

Exit mobile version