Robby Patria
Wakil Ketua ICMI Tanjungpinang
Hongkong di Kepulauan Riau sering disebut- sebut Gubernur Kepri Ansar Ahmad sebagai contoh, padahal kalau mau dicari kemiripan, ditemukan kesamaan dari sisi etnis Tionghoa. Di Hongkong mayoritas 93 persen, di Tanjungpinang lebih dari 15 persen suku Tionghoa.
Namun untuk sistem politik, maupun kehidupan Hongkong dengan Tanjungpinang, maupun daerah lain di Kepulauan Riau beda jauh.
Kalau mau menjadikan Tanjungpinang sebagai Hongkong kecil, perlu dijelaskan dari sisi yang mana? Apakah gemerlap kotanya, sisi bisnis jasa keuangan, perdagangan, maupun sisi apa yang menarik bisa dicontoh dari Hongkong.
Di saat kampanye pilkada 2020, Ansar juga menyebut akan menarik investor di Hongkong ke Kepri disaat Hongkong sedang konflik dengan China. Semoga investasi di Hongkong itu pindah ke Kepri.
Karena pemuda pemudi di Kepri perlu kerja. Lulusan perguruan tinggi ada yang jadi nelayan, jaga parkir, karena itulah cara mudah dapat uang daripada menunggu pembukaan lapangan kerja sektor formal yang tak kunjung tiba. Mau jadi tenaga honorer di Pemda, mereka tak punya jaringan pejabat yang bisa memasukan ke PTT atau THL.
Ansar saat kampanye lalu mengatakan, ada 1.500 investor Amerika dan Jepang di China dan Hongkong yang akan memindahkan perusahaan mereka. Itu harus ditangkap supaya mereka tak ke negara lain, seperti ke Vietnam, Malaysia atau ke Thailand, melainkan ke Kepri.
Dan kini setelah duduk menjadi gubernur, Ansar mau jadikan Tanjungpinang little Hongkong. Semoga tujuan itu bisa terwujud. Sebagai warga kita patut memberikan apresiasi ide itu. Walaupun untuk mewujudkannya tak semudah bicara.
Menarik investasi asing ke Kepri dengan status Kawasan Ekonomi Khusus dan Free Trade Zone di beberapa daerah adalah nilai lebih Kepri dibandingkan daerah maupun negara lain. Negara sudah menyiapkan itu sebagai bonus bagi investor. Asalkan investor mau investasi di Kepri. Apalagi sudah disiapkan UU Ciptakerja untuk memberikan keistimewaan kepada investor.
Kalau soal PTT dan THL saja sampai staf khusus mengeluh di Facebook, mungkin soal Hongkong mereka tak lagi mengeluh atau menyalahkan gubernur yang lampau. Betapa tak eloknya negeri ini jika pemimpin yang lalu kena getah selalu disalahkan.
Sebagai informasi, Hongkong masih tercatat bagian dari China. Namun otonom dalam mengelola pemerintahan dan perekonomian. 93 persen penduduk Tionghoa. Total jumlah penduduk mencapai 7 juta jiwa. Kota itu dianggap kota keuangan terpenting ketiga setelah New York dan Inggris. Indeks Pembangunan Manusia super tinggi mendekati angka 100.
Sebagai kota jasa, Hongkong mengandalkan pajak. 90 persen penduduk gunakan transportasi Menurut US Department of State, hanya 43% dari populasi yang beragama. Beberapa laporan malah lebih tinggi, menurut survei Gallup, 64% penduduk Hong Kong tidak percaya pada agama mana pun.(Wikipedia).
Menurut Emporis, ada 1.233 gedung pencakar langit di Hong Kong, menempatkan kota ini sebagai kota dengan pencakar langit terbanyak di dunia. Wajar kota itu bermandikan cahaya. Tanjungpinang jika mau dibuat mandi cahaya, untuk apa karena dianggap pemborosan. Karena detak kehidupan daerah ini belum lagi hidup 24 jam seperti Hongkong.
Tanjungpinang itu mirip suasananya dengan Malaka, Malaysia. Ada kuliner asam pedas, prata, dan roti kari. Secara historis pun Malaka masih saling terkait dengan Tanjungpinang karena sama sama bermula Kerajaan Melayu Bentan dan Malaka.
Malaka juga tercatat kota wisata, kota kesehatan, dan kita cagar budaya. Malaysia pun mengandalkan Malaka sebagai destinasi wisata. Jumlah kunjungan ke Malaka 2018 sebelum covid 19 mencapai 17 juta orang. Jumlah ini melebihi kunjungan wisata asing ke seluruh Indonesia tahun 2019 sebanyak 16 juta.
Bagaimana Malaysia menjual Malaka kota kecil dengan 900 ribu penduduk tapi bisa menarik jutaan orang berkunjung ke sana. Turis menikmati wisata berobat, ada heritage, budaya, kuliner, tentunya juga wisata alam dan belanja.
Tak heran jika di setiap toko yang terbentang di kawasan Taman Merdeka itu isinya turis dari pelbagai negara yang mayoritas dari Singapura, China dan Indonesia.
Biarlah Batam yang didesain menyamai Singapura tetap juga seperti Batam. Karena mengejar Singapura yang berbatasan dengan Batam, tentu kita tak lah sanggup. Apalagi Tanjungpinang mau dijadikan little Hongkong agaknya itu sekedar mimpi. Bilang saja mau contoh Malaka, Brunai Darussalam lebih masuk akal dibandingkan dengan Hongkong yang super maju.
Di 2024 nanti masyarakat menunggu berapa banyak janji kampanye dapat dilaksanakan. Atau karena tiga tahun waktu yang singkat, jadi tak maksimal. Sehingga perlu waktu untuk periode kedua biar maksimal mewujudkan janji kampanye.
Ya, kalau mau bermimpi, silakan saja selagi mimpi tak dilarang. Biar itu jadi hiburan masyarakat yang sedang berjuang mengatasi pandemi Covid-19. Ingat kata William Shakespeare dalam “As You Like It”, 1599/1600 : “Dia menulis ungkapan berani, bicara dengan kata-kata berani, bersumpah dengan sumpah berani, dan melanggarnya dengan berani.”
Pejabat kita disumpah dengan Alquran diletakkan di kepala saja masih dilanggar. Apalagi sekedar pidato di saat kampanye. Anggap saja itu angin lalu. Toh, tak banyak yang ingat soal itu nanti di pilkada berikutnya.***