Oleh:
Dr. Muzahar bin Ahmad Zawawi
Dosen Budidaya Perikanan & Magister Ilmu Lingkungan UMRAH
PENULIS, dan mungkin banyak pula di antara pembaca merasakan hal yang sama. Sudah sering mendengar pernyataan yang berbunyi, “perikanan budidaya adalah solusi, karena produksi perikanan tangkap terus menurun dari tahun ke tahun, potensi laut kita sangat besar karena 95 persen wilayah Provinsi Kepri adalah laut”.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan, pernyataan itu belum sepenuhnya terbukti. Lihatlah, belum ada usaha perikanan budidaya yang menonjol di Kepulauan Riau. Belum ada jenis ikan laut tertentu, yang telah dibudidayakan secara massal oleh masyarakat.
Jika ada yang bertanya, industri perikanan budidaya skala besar apa yang telah berdiri di negeri Segantang Lada ini? Jawabannya: belum ada.
Berapa besar kontribusi sektor perikanan, terhadap produk domestik regional bruto (PDRB), atas harga berlaku menurut lapangan usaha Kepulauan Riau pada tahun 2020? Jawabannya: 1,86 persen.
Meskipun demikian, perikanan budidaya ikan laut (marikultur) skala kecil, telah dilakukan oleh masyarakat. Baik perorangan maupun kelompok pembudidaya ikan (pokdakan), di 7 kabupaten/kota di Kepulauan Riau.
Sebagai contoh, pembesaran ikan Napoleon dengan benih dari alam di Kabupaten Anambas. Pembenihan dan pembesaran ikan kakap putih, ikan kerapu cantang di Kabupaten Bintan, Kota Batam dan Kota Tanjungpinang.
Lalu, budidaya rumput laut di Kabupaten Karimun dan budidaya udang putih vanname di Kabupaten Lingga. Industri pengolahan kepiting rajungan, di Kecamatan Sedanau Kabupaten Natuna. Alhamdulillah.
Bila kondisi tetap seperti ini, kapan perikanan budidaya terutama berbasis pemberdayaan masyarakat akan maju dan menyejahterakan?.
Hal ini dapat dijawab dengan bukti berupa “menggesa secepatnya pendirian industri perikanan terpadu antara budidaya dan pengolahan”.
Pendirian industri perikanan terpadu dapat diinisisasi oleh swasta atau pemerintah. Pada konteks ini, program kerja dan inisiatif Gubernur Kepri untuk memajukan pertanian dalam arti luas – termasuk perikanan budidaya dan pengolahan hasil perikanan – perlu didukung oleh para pemangku kepentingan.
Pertanyaannya kemudian adalah, industri perikanan budidaya apa yang berbasis pemberdayaan masyarakat yang cocok diterapkan di Kepulauan Riau?.
Langkah dan kegiatan kerja apa saja yang perlu dilakukan, untuk memastikan program ini dapat berlangsung dengan baik dan berkesinambungan?
Melalui tulisan singkat ini, penulis mencoba sharing gagasan, dalam rangka mendukung rencana membangun industri perikanan budidaya terintegrasi pengolahan berbasis masyarakat di Kepulauan Riau berupa “industri rumput laut”.
Alasan Memilih Rumput Laut
Rumput laut secara ilmiah disebut algae atau ganggang, yang berukuran besar (makro algae). Rumput laut memiliki zat hijau daun (klorofil) dan digolongkan sebagai tanaman tingkat rendah karena tidak memiliki akar, batang dan daun sejati sebagaimana tanaman di daratan, tetapi hanya menyerupai batang yang disebut thallus.
Kandungan zat gizi rumput laut beraneka ragam terdiri atas mineral esensial seperti zat besi, kalium, iodin, calsium, nitrogen dapat larut, phosphor, sulfur, khlor, cobalt, boron, copper dan protein, asam nukleat, asam amino, tepung, gula serta vitamin A, D, C, D, E, dan K.
Oleh karena itu, rumput laut bagus dikonsumsi oleh manusia. Namun, rumput laut dalam bentuk segar ini harganya murah. Untuk meningkatkan nilai jual dan kegunaan, rumput laut harus diolah. Hasil ekstraksi rumput laut akan dihasilkan 2 macam polisakarida (karbohidrat) penting yaitu karagenan dan alginat.
Karagenan adalah polisakarida hasil ekstraksi umumnya dari rumput laut merah seperti Eucheuma cottonii. Fungsi karagenan adalah sebagai pengental, penstabil, pembuatan gel dan emulsifier sehingga banyak diaplikasikan dalam bidang pangan sebagai bahan tambahan makanan.
Karagenan ditambahkan, dalam pembuatan es krim untuk mencegah pembentukan kristal es yang besar dalam produk es krim dan didapatkan tekstur yang lembut.
Sedangkan Alginat adalah polisakarida yang terdapat dalam semua jenis rumput laut coklat Sargassum sp dan Turbinaria sp. Fungsi alginat mirip dengan karagenan, antara lain sebagai pengental, penstabil, pengemulsi dan pembentuk filmstrip.
Tegasnya, rumput laut dimanfaatkan untuk berbagai industri seperti industri obat-obatan, cat, kosmetik, tekstil, pertanian, dan pengolahan makanan di banyak negara.
Rumput laut juga memiliki beberapa manfaat ekologis seperti mampu menyerap emisi karbon dalam jumlah besar, berperan sebagai penyaring alami di daerah pesisir, mencegah blooming/peledakan jumlah fitoplankton serta tempat berlindung hewan air lainnya.
Rumput laut umumnya tumbuh di perairan dangkal dengan kondisi dasar perairan berpasir, sedikit berlumpur atau campuran keduanya.
Kondisi ini cocok dengan karakteristik perairan laut Kepulauan Riau yang umumnya dangkal dan luas seperti di laut Moro, pantai utara Pulau Bintan, pulau-pulau kecil sekitar Batam dan Lingga.
Sifat hidup rumput laut umumnya melekat pada substrat tertentu seperti batu atau karang. Rumput laut berkembangbiak dapat secara vegetatif. Zat makanan diperoleh oleh rumput laut dari perairan tempat hidupnya melalui proses difusi melalui dinding thallusnya.
Usaha budidaya rumput laut relatif murah dan mudah dilakukan, termasuk oleh kaum perempuan. Nilai ekspor rumput laut Indonesia hingga bulan Oktober 2021 mencapai USD177,99 juta.
Berdasarkan informasi di atas, rencana untuk membangun industi rumput laut terintegrasi antara budidaya dan pengolahan berbasis pemberdayaan masyarakat adalah ide cerdas dan layak untuk dilaksanakan.
Pemilihan Jenis Rumput Laut yang akan Dibudidayakan
Beragam jenis rumput laut tumbuh di pesisir laut Indonesia mulai dari Aceh sampai Papua. Jenis-jenis yang sudah dibudidayakan di Indonesia antara lain adalah Euchema cottonii, Euchema spinosum, Gracilaria spp., Hypnea sp., Kappaphycus alvarezii, Sargassum sp., dan Turbinaria sp.
Jenis rumput laut yang sudah dibudidayakan oleh masyarakat di Kepulauan Riau adalah Kappaphycus alvarezii varian hijau namun masyarakat mengenalnya sebagai Euchema cottonii.
Di antara banyaknya jenis rumput laut tersebut di atas, jenis manakah yang akan ditetapkan sebagai komoditas andalan industri budidaya rumput laut di Kepulauan Riau?
Penulis berpendapat bahwa hal ini ditetapkan berdasarkan pertimbangan aspek ekonomis (harga) dan biologis (laju pertumbuhan, ketahanan terhadap penyakit dll), serta hasil analisis kesesuaian lahan. Jenis rumput laut Kappaphycus alvarezii dan Euchema cottonii paling potensial untuk dibudidayakan di Kepulauan Riau.
Pemetaan Kesesuaian Lahan Budidaya Rumput Laut
Laut Kepulauan Riau yang luas memiliki karakteristik fisika, kimia dan biologi perairan yang spesifik sesuai letak lokasinya. Tidak semua bagian laut tersebut Riau cocok untuk budidaya rumput laut.
Pada sisi lain, masing-masing jenis rumput laut memerlukan kondisi perairan yang berbeda untuk mendukung kelangsungan hidup dan pertumbuhannya.
Sebagai contoh, jenis Eucheuma sp sebaiknya dibudidayakan di laut agak jauh dari sumber air tawar, karena membutuhkan salinitas (kadar garam) yang relatif tinggi.
Sedangkan Glacilaria sp, dapat dibudidayakan di daerah dekat muara sungai karena cocok hidup pada salinitas 15 – 25 per mil dengan pH basa. Jadi, pemetaan lahan merupakan tahap awal untuk memulai industrialisasi budidaya rumput laut di Kepri.
Hasil pemetaan kesesuaian lahan memungkinkan akurasi penghitungan total lahan produksi, jumlah produksi rumput laut yang akan dipanen per siklus produksi, serta penentuan pola dan waktu tanam.
Pemanfaatan Ruang Laut: Hindari Konflik Kepentingan Budidaya dan Lalu Lintas di Laut
Laut sebagai common property (milik umum) dapat dimanfaatkan oleh setiap warga negara Indonesia. Dalam kontek membangun industri budidaya rumput laut di Kepri, pengaturan dan peraturan pemanfaatan ruang laut harus dirancang, ditata dan dikelola sebaik mungkin.
Pemerintah Provinsi Kepri bertanggung jawab dan leading sektor untuk hal ini, dengan dibantu pihak terkait untuk menghindari konflik kepentingan pemanfaatan ruang laut, terutama untuk areal budidaya rumput laut dan lalu lintas kapal rakyat, nelayan dan lainnya.
Budidaya rumput laut membutuhkan persyaratan kuat arus tertentu untuk hidup dan tumbuh optimal dan kondisi ini harus dipenuhi untuk keberhasilan budidaya.
Pemetaan Dan Penyiapan Sumber Daya Manusia Nelayan/Pengusaha Rumput Laut
Pemetaan sumberdaya manusia yang akan menjadi nelayan/pengusaha pengelola budidaya rumput laut dapat diselaraskan dengan pemetaan lahan produksi.
Idealnya, lokasi tempat tinggal nelayan/pengusaha rumput laut tidak terlalu jauh dari areal produksi sehingga memudahkan proses penanaman, pengawasan, pemantauan pertumbuhan dan kesehatan rumput laut serta panen.
Kebutuhan dan kemampuan sdm per luas lahan produksi harus dihitung dengan cermat atau dapat diperoleh dari pengalaman nelayan rumput laut dari daerah lain.
Target produksi harus disesuaikan dengan jumlah sdm dan lahan yang sesuai. Proses pembekalan praktik budidaya rumput laut yang baik harus diberikan kepada semua nelayan tersebut.
Pendampingan dari tenaga ahli / berpengalaman sebaiknya dilaksanakan minimal 1 siklus penuh untuk menjamin standar prosedur budidaya dilaksanakan dengan baik.
Pemilihan Teknik Budidaya Rumput Laut
Teknik budidaya rumput laut di laut yang dikenal di Indonesia ada beberapa macam antara lain adalah yang pertama, melalui sistem long line yaitu menggunakan tali jenis polyethylene (PE) diameter 8 mm, sebagai media tanam tempat diikat thallus pada tali secara longgar dengan jarak 25-30 cm.
Kemudian dengan sistem rakit apung, yaitu menjadikan rakit sebagai alat utama dalam proses budidaya dan tali yang digunakan untuk mengikat rumput laut adalah tali PE atau tali nylon.
Dan yang ketiga, melalui sistem lepas dasar yaitu dengan mengikatkan benih rumput laut dengan tali dengan tali rafia pada rentangan tali PE / nilon atau jaring di sedikit atas dasar perairan dengan menggunakan pancang-pancang kayu.
Teknik apa yang akan diterapkan sebaiknya disesuaikan dengan jenis rumput laut yang akan dibudidayakan dan kondisi lahan budidaya berdasarkan hasil pemetaan kesesuaian lahan.
Pemilihan Benih Rumput Laut
Keberhasilan produksi rumput laut ditentukan oleh kualitas benih yang ditanam. Oleh karena itu, pemilihan benih yang baik harus mengacu pada kriteria dasar menurut Badan Standardisasi Nasional (BSN) tahun 2011 yaitu benih muda, percabangan thallus banyak, bersih dari karang atau lumpur, thallus memiliki diameter 0,5 cm, memiliki warna thallus yang cerah, tunas berbentuk runcing, berat berkisar 75-100 gr setiap rumpun (BSN, 2011) dan SNI 7672:2011 tentang Bibit Rumput Eucheuma cottonii.
Di samping faktor ini, pengendalian hama dan penyakit selama pemeliharaan harus dilakukan, serta proses panen memperhatikan aspek lama pemeliharaan dan teknis panen yang baik.
Pendirian Industri Pengolahan Rumput Laut dan Produk Samping (by product)
Nilai tambah (added value) hanya akan didapat bila rumput laut diolah lebih dahulu. Untuk tujuan ini, pendirian industri (pabrik) pengolahan rumput laut merupakan sebuah keniscayaan.
Letak pabrik dan kawasan industri rumput laut yang akan didirikan akan lebih efisien jika dekat dengan kawasan budidaya dan memiliki sumber air bersih yang memadai karena industri ini memerlukan air bersih yang banyak dalam proses pengolahannya.
Kapasitas produksi pabrik diselaraskan dengan estimasi produksi secara maksimal. Selain itu, pabrik pengolahan limbah / produk samping (by product) rumput laut juga penting untuk didirikan karena dapat menambah keuntungan. Limbah rumput laut dapat dijadikan bahan biofuel dan pupuk.
Sistem Usaha: Inti dan Plasma?
Salah satu sistem usaha yang dapat diterapkan bila tenaga kerja yang terlibat dalam produksi perikanan budidaya jumlahnya banyak adalah pola inti-plasma. Perusahaan (swasta / badan usaha milik daerah) berkedudukan sebagai inti sedangkan nelayan/pengusaha rumput laut sebagai plasma.
Sistem seperti ini pernah dijalankan oleh industri pembesaran udang di Lampung dan Sumatera Selatan. Sistem ini memungkinkan pula adanya sharing pembiayaan dari inti kepada plasma serta pendampingan, pembinaan dan penjaminan mutu dalam proses produksi.
Peran Perguruan Tinggi
Perguruan tinggi antara lain dari program studi budidaya perikanan berperan melakukan pemetaan kesesuaian lahan berbasis riset lapangan dan laboratorium.
Kegiatan lainnya adalah melakukan riset-riest untuk mempercepat proses pertumbuhan rumput laut, pendampingan dan pembinaan terhadap nelayan pembudidaya rumput laut.
Program studi teknologi hasil perairan berperan dalam proses pengolahan dan penjaminan mutu produk rumput laut di pabrik serta inovasi produk dan pengolahan limbah dari produk samping (by product) rumput laut.
Perguruan tinggi lain dapat pula dilibatkan karena memiliki para pakar di bidang rumput laut. Sebagai contoh IPB University punya ahli pengolahan rumput laut dan punya program yang dapat memperkuat industri budidaya dan pengolahan yaitu program One Village One CEO (OVOC).
Lembaga lain di luar perguruan tinggi perlu pula diikutsertakan seperti SEAMEO Biotrop, Balai Budidaya Air Payau Takalar dan Balai Riset Kelautan dan Perikanan KKP, Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI).
Rencana untuk membangun industri rumput laut terintegrasi antara budidaya dan pengolahan berbasis pemberdayaan masyarakat adalah ide cemerlang dan sudah merupakan kebutuhan sehingga perlu didukung oleh semua pemangku kepentingan.
Apabila langkah tersebut terwujud maka akan mendorong berkembangnya kegiatan pengolahan bermacam jenis ikan dan hasil laut Kepri dan akhirnya menumbuhkan perekonomian masyarakat. Semoga terwujud. Aamiin.***