Oleh : Angga Minanda, S.IP
Email : anggaminanda1986@gmail.com
Penulis Pernah Mengajar di MTs Al Ittihadiyah Pekanbaru
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Nadiem Makarim, memiliki harapan yang besar terhadap peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Tentu hal ini bukan hanya harapan beliau saja, melainkan juga harapan seluruh rakyat Indonesia seperti saya, kami, anda, mereka, dan kita semua.
Dikutip dari laman kemdikbud.go.id, pada Desember 2019 yang lalu Kemendikbud menerima paparan hasil studi PISA Indonesia Tahun 2018. PISA merupakan singkatan dari Programme for International Student Assessment atau Program Penilaian Pelajar Internasional. Program ini dibuat untuk menguji performa akademis peserta didik setiap negara.
PISA diselenggarakan oleh OECD (Organization for Economic Co-operation and Development). Bahan yang diuji adalah Matematika, Sains, dan Kemampuan Membaca. Setiap negara memiliki jumlah sampel yang berbeda, OECD mengklaim ada 600.000 pelajar dari 72 negara yang diuji di PISA di seluruh dunia. Melalui penilaian PISA, akan diukur apakah generasi muda di setiap negara siap atau tidak dengan perkembangan zaman. Hasil studi PISA ini dilakukan tiap tiga tahun sekali.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di periode lalu, Muhadjir Effendy, menyebutkan bahwa PISA dianggap cukup kredibel dan dapat dijadikan standarisasi internasional pendidikan di Indonesia. Mendikbud periode kini pun mengatakan hal demikian, bahwa hasil studi PISA merupakan persfektif yang bagus bagi pemajuan kualitas pendidikan di Indonesia dengan memberikan masukan obyektif tentang perbaikan yang perlu dilakukan ke depan. Perspektif itu penting karena menjadi insight baru dan angle untuk mengukur diri.
Hasil studi PISA 2018 yang dirilis oleh OECD menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam membaca, meraih skor rata-rata yakni 371, dengan rata-rata skor OECD yakni 487. Kemudian untuk skor rata-rata matematika mencapai 379 dengan skor rata-rata OECD 487. Selanjutnya untuk sains, skor rata-rata siswa Indonesia mencapai 389 dengan skor rata-rata OECD yakni 489. Indonesia hanya ada di atas negara-negara seperti Kosovo (baru merdeka tahun 2008), Filipina, Lebanon, Maroko. Kita bahkan masih di bawah Macedonia Utara (merdeka tahun 1991) dan Georgia. Jika dibandingkan dengan sesama Asia Tenggara, Indonesia ada di bawah Thailand dan Singapura (sumber: zenius.net).
Kemampuan matematika, sains, dan membaca pelajar Indonesia di tahun 2018 mengalami penurunan dibandingkan dengan hasil studi PISA tahun 2015. Oleh karenanya maka Kemendikbud berkolaborasi dengan seluruh Kementerian dan Lembaga terkait guna meningkatkan kualitas pendidikan nasional.
Regulasi Gerakan Literasi Sekolah
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional adalah dengan program Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Program ini digagas oleh Kemendikbud, dan dapat diadopsi serta dimodifikasi oleh satuan pendidikan lain selain yang berada dibawah naungan Kemendikbud seperti madrasah dan pondok pesantren yang berada dibawah naungan Kementerian Agama RI. Gerakan Literasi Sekolah (GLS) tertuang dalam Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 Tentang Penumbuhan Budi Pekerti yang menggantikan Permendikbud Nomor 21 Tahun 2015 tentang Gerakan Pembudayaan Karakter di Sekolah. Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 Tentang Penumbuhan Budi Pekerti ditetapkan di Jakarta oleh Mendikbud Anies Baswedan pada tanggal 13 Juli 2015.
GLS memperkuat gerakan penumbuhan budi pekerti sebagaimana dituangkan dalam Permendikbud tersebut. Salah satu kegiatannya adalah membaca buku nonpelajaran selama 15 menit sebelum waktu belajar dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik. Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik.
Gerakan Literasi Sekolah (GLS) merupakan upaya menyeluruh yang melibatkan semua warga sekolah (guru, peserta didik, orang tua/wali murid) dan masyarakat, sebagai bagian dari ekosistem pendidikan untuk gemar membaca dan menulis sehingga tercipta pembelajaran sepanjang hidupnya. GLS juga diharapkan mampu membantu mencapai tuntutan dari Kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 menitikberatkan pada muatan pengajaran HOTS (High Order Thinking Skill) hingga pada tahap evaluasi pengajaran. Muatan HOTS secara baik dapat dituntaskan dengan budaya literasi yang tepat. Literasi dimaknai sebagai kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu dengan cerdas melalui berbagai aktifitas yang mendukung seperti membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara (Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, 2016).
Berdasarkan informasi dari Yuri Belfali, Directorate of Education and Skill OECD, siswa Indonesia bagus di dalam pemahaman untuk single text tetapi lemah di dalam memahami multiple text. Maksudnya adalah siswa Indonesia pandai dalam mencari informasi, mengevaluasi, dan merefleksi informasi, tetapi lemah dalam memahami informasi.
Tujuan khusus dari Gerakan Literasi Sekolah yaitu :
1) menumbuhkembangkan budaya literasi membaca dan menulis siswa di sekolah;
2) meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar literat;
3) menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan;
4) menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca;
5) pengoptimalan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk pembelajaran yang lebih efektif.
Membangun Semangat Literasi Madrasah
Gerakan Literasi Madrasah (GLM) merupakan usaha komprehensif untuk menjadikan madrasah sebagai masyarakat pembelajar yang dilakukan semua pihak baik pemerintah, guru, peserta didik, maupun orang tua/wali. GLM penting dilaksanakan sebagai salah satu upaya peningkatan mutu dan kompetensi peserta didik menghadapi era revolusi industri 4.0.
Satuan pendidikan dibawah Kemendikbud memiliki regulasi dalam implementasi Gerakan Literasi Sekolah (GLS) setelah diterbitkannya Permendikbud No. 23 Tahun 2015 tentang Gerakan Literasi Sekolah. Namun satuan pendidikan dibawah Kementerian Agama tidak memiliki regulasi dalam implementasi program literasi ini, sehingga perlu untuk mengadopsi aturan-aturan penyelenggaraan GLS dengan kearifan lokal sesuai visi misi Kemenag.
Hal ini tidak menjadi penghalang bagi satuan pendidikan di bawah Kemenag untuk menyukseskan program kegiatan literasi, bahkan madrasah melakukan sejumlah kreatifitas GLM tanpa terlalu terikat aturan baku.
Salah satu tema penting yang harus digiatkan dalam Gerakan Literasi Madrasah yang digagas oleh Kementerian Agama adalah mengenai moderasi beragama dan toleransi. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, terdiri dari beragam suku, bangsa, agama, ras, budaya, adat istiadat, afiliasi politik, dan sebagainya. Kemajemukan merupakan ciri khas bangsa Indonesia sebagaimana diabadikan pada semboyan negara yaitu “Bhinneka Tunggal Ika”. Semboyan ini memiliki makna filosofis yang mengantarkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang rukun, aman dan damai.
Perbedaan agama adalah salah satu perbedaan dalam kemajemukan bangsa Indonesia. Agama Islam adalah agama universal yang ajarannya ditujukan kepada seluruh umat manusia untuk menegakkan keadilan, menjadi rahmat bagi sekalian alam, menjaga keharmonisan, mengeliminasi kedzaliman, meletakkan pilar-pilar perdamaian dan menjauhi perpecahan.
Konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia yang majemuk dan multikultural adalah salah satu penyebab pentingnya pemahaman seluruh warga negara terhadap moderasi beragama dan toleransi, terutama pada generasi usia sekolah atau peserta didik. Peserta didik pada madrasah terutama tsanawiyah dan aliyah diharapkan mampu memahami dengan baik dan benar tentang moderasi beragama dan toleransi agar menjadi pribadi yang relijius, moderat, humanis, konstruktif dan dinamis.
Gerakan Literasi Madrasah (GLM) diimplementasikan dalam beberapa program yang sesuai dengan pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah yang memiliki tiga tahapan yaitu, pembiasaan, pengembangan, dan pembelajaran. Berikut beberapa program yang dapat diterapkan di madrasah guna menggiatkan kulturisasi literasi, yaitu :
1) Menyediakan pustaka mini kelas dan pustaka madrasah (sudut baca) yang terdiri dari berbagai macam literatur seperti buku ensiklopedia, sejarah, cerita fiksi/ nonfiksi, pengetahuan, buku putih Moderasi Beragama dan lain sebagainya.
2) Melakukan kunjungan ke perpustakaan, bukan hanya berkunjung saja, tetapi siswa diwajibkan untuk meminjam buku dan menyusun resume.
3) Mencetak dan memasang poster/infografis di mading kelas/madrasah sebagai bentuk sosialisasi mengenai gerakan literasi, moderasi beragama, indahnya perdamaian dalam tubuh NKRI dan lain sebagainya. Memberdayakan mading kelas sebagai wadah kreasi dan aspirasi.
4) Membuat papan karya literasi siswa di kelas dan madrasah.
5) Mengadakan kompetisi guna meningkatkan kompetensi literasi siswa seperti Lomba Duta Literasi Sekolah dan Lomba Karya Literasi Antar Kelas.
6) Memberikan akses informasi berupa perpustakaan digital dan pengaplikasian TIK di lingkungan madrasah.
7) Melakukan kerjasama pembinaan literasi secara berkala dari akademisi di kampus-kampus rujukan kepada siswa/i dan guru-guru madrasah.
Semoga bermanfaat dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan nasional bangsa Indonesia.*