Oleh:
Gordius Woltman Tuga
Mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Ekonomi Pertanian – Institut Pertanian Bogor
Nusa Tenggara Timur adalah negeri dengan curah hujan paling sedikit di Indonesia. Sehingga, ketersediaan air tanah di wilayah ini tidak mencukupi untuk berbagai kebutuhan penduduknya. Situasi ini diperparah lagi, dengan geomorfologi wilayah ini yang berbukit-bukit dan tandus.
Dahulu, provinsi ini terkenal sebagai negeri savana. Karena, sejauh mata memandang hanya terlihat padang rerumputan sabana yang kering dan gersang. Dengan kondisi yang demikian, maka tidak banyak tumbuhan yang tumbuh dengan leluasa di daerah ini.
Dari ketiga pulau utama yang ada wilayah di Nusa Tenggara Timur, hanya Pulau Flores yang kondisinya sedikit “berhijau”, karena terdapat kawasan hutan berkanopi tebal di beberapa spotnya.
Sedangkan, Pulau Timor dan Pulau Sumba, walau terdapat sedikit kawasan berhutan, namun sebagaian besar wilayahnya adalah wilayah tandus dan kering.
Karena kondisi alam NTT demikian, maka cerita tentang penduduk yang berkekurangan air hampir pasti, menjadi cerita tahunan yang terus terjadi dari waktu ke waktu, terutama pada musim kering.
Hal inilah yang menjadi dasar pemerintah membangun banyak waduk dan proyek penampung air lainnya di wilayah ini. Di NTT ketika musim hujan, air hujan yang turun dari langit tidak ada yang tertinggal di daratan karena semuanya langsung mengalir ke laut.
Daratan yang tidak berhutan dan topografinya yang berbukit-bukit tersebut, tidak memungkin air untuk tertahan dan tinggal lebih lama di daratan.
Untuk meningkatkan ketahanan air dan pangan di NTT, Kementerian PUPR melalui Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II Ditjen SDA, secara bertahap meningkatkan jumlah tampungan air di Provinsi NTT.
Keberadaan tampungan air seperti bendungan dan embung sangat penting. Karena, musim hujan di NTT sangat pendek, yakni 3-4 bulan. Media penghalang atau penampungan inilah yang coba dibangun oleh pemerintah dalam bentuk waduk, dan bendungan dengan skala besar di beberapa wilayah NTT.
Saat ini, NTT telah memiliki tiga bendungan berskala besar yang telah selesai dibangun, dan empat bendungan lainnya yang masih dalam tahap pembangunan.
Ketiga bendungan yang telah selesai dibangun tersebut adalah Bendungan Raknamo di Kupang pada 2018, disusul Bendungan Rotiklot di Kabupaten Belu pada 2019. Terakhir, bendungan Napun Gete di Kabupaten Sikka yang baru diresmikan pada Februari tahun 2021.
Empat bendungan nantinya akan dibangun adalah Kolhua di Pulau Timor dan dua lainnya berada di Pulau Flores yakni Bendungan Temef dan Mbay.
Pembangunan empat bendungan ini, merupakan salah satu program prioritas pemerintah dan termasuk proyek strategis nasional, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020.
Bendungan Napun Gete sendiri, memiliki kapasitas tampung hingga 11,22 juta meter kubik dengan luas genangan mencapai 99,78 hektare. Dibangun mulai Desember 2016, bendungan ini memiliki manfaat untuk pengairan irigasi bagi kurang-lebih 300 hektare sawah di sekitarnya.
Selain itu, Bendungan Napun Gete dapat memberikan suplai air baku sebanyak 214 liter per detik bagi dua pertiga penduduk Kabupaten Sikka dan berpotensi menghasilkan daya listrik sebesar 0,1 megawatt.