Oleh:
Sapril Sembiring
Pelaku Usaha Kuliner
SAYA bukanlah seorang ajudan, bukan pula bagian protokoler. Apalagi menjabat sebagai sekretaris kepala daerah. Tapi, di hari semalam, saya seakan berasa menjadi bupati.
Beliau biasa kami sapa Bang AWe. Nama beken dari Alias Wello, sang Bupati Lingga. Selasa (22/9/2020), bang AWe mengajak saya untuk melaut sebentar ke Lingga. Daerah yang hampir genap lima tahun ia pimpin.
Saya yang kerap menemani beliau hingga ke pelosok Bintan, memutuskan setuju berangkat bersamanya ke Daik. Hanya kami berdua, tanpa pengawalan, apalagi aturan remeh temeh protokol.
Tepat pukul 13:00 WIB, kapal yang kami tumpangi lepas tali dari Pelabuhan Sribintan Pura. Dalam perjalanan, Bang AWe pun seperti mahluk tuhan lainnya. Lapar dan makan siang. Yang buat saya terkejut, bukan nasi bungkus yang dimakannya.
Yang saya tahu, dan lihat, nasi bungkus itu sangat familiar dimakan banyak orang. Saya hanya kaget, lihat dia menyantap nasi di atas kertas, di meja kecil belakang kapal, di tengah gelombang dan kapal yang melaju kencang.
Membayangkan makan dalam kondisi seperti itu saja, saya seakan tak sanggup makan. Tapi bagi dia, santuy men.. Gass terus sampai kenyang.
Singkat cerita, 3 jam dalam perjalanan, kapal pun merapat di Sungai Tenam, Daik, Lingga tepat pukul 16:00 WIB.
Cukup dengan berganti pakain dinas di dalam mobil BP 1 L yang menjemputnya, AWe bergegas ke lokasi Masjid Sultan, dan Makam para leluhur Kerajaan Riau Lingga Johor dan Pahang.
Di tempat ini, AWe melantik Plt Sekda Lingga, sepeninggal Juramadi Esram, sekda sebelumnya yang pindah ke Pemprov Kepri.
Usai melantik, dan foto-foto, AWe lanjut dengan kegiatan meninjau proyek. Saya pun masih mengikutinya. Dan masih bersemangat. Semangat merasakan kerja seorang bupati.
Setelah itu semua, kami pun kembali ke rumah dinas bupati. Atau yang dikenal Gedung Daerah Daik Lingga, yang berlokasi di komplek perkantoran Bupati Lingga.
Bang AWe memang tak ada capeknya. Di rumah ini pun, dia masih menerima tamu, baik itu masyarakat maupun koleganya yang diajaknya ngopi-ngopi.
Saya pun sempat berbincang santai di dapur gedung daerah, dengan Kak Yus Anita. Dialah juru masak Gedung Daerah.
Mengabdi di sini sudah 6 tahun. Sejak Bupatinya Daria, Edi Irawan hingga Alias Wello.
Bang AWe paling suka makan Ikan asin hanya masak digoreng, sambal belacan dan favoritnya bubur ketan hitam.
“Lauk lainnya yang sering saya masak adalah asam pedas, terong berempah, sotong masak tumis sambal belacan,” cerita Kak Yus kepada saya.
Kak Yus pun berkisah, bahwa AWe orang yang baik tidak pernah marah, tak cerewet dan tidak pernah mengeluh terhadap masakan.
“Kita-kita saja yang pandai-pandai mengkombinasikan menu hidangan, antara asam pedas, sotong atau daun ubi dan sambal belacan. Belacan pekake itu belacan yang tersedap katanya,” ungkap Yus Anita.
Dari percakapan singkat dengan kepala chef rumah dinas, ketahuan bahwa Bang AWe tak neko-neko soal makanan. Pantes aja, nasi bungkus pun dilahapnya.
Jam menunjukkan pukul 20:00 WIB. AWe pun menyantap hidangan makan malam. Selesai itu bukannya istirahat, AWe malah melanjutkan bekerja dengan memeriksa berkas dan menandatanganinya.
Jumlahnya pun saya perkirakan ada puluhan lembar. Yang harus dia periksa satu-satu. Tak terasa sudah mendekati jam 10 malam, dan pekerjannya belum juga tuntas.
Saya pun masih semangat 45 menemaninya. Tanpa menunjukkan sedikitpun rasa capek. Apalagi mendengar kata Bang AWe, “malam ini juga kita balek Pinang”.
Dan saya pun bergumam, ternyata belum selesai urusan menjadi seorang bupati. Seperti itulah setengah hari merasakan pekerjaan seorang bupati. Waarrbiasa.***