TANJUNGPINANG (HAKA) – Penerapan sistem QR Code untuk distribusi Pertalite menimbulkan masalah tersendiri bagi sejumlah sopir angkot di Kota Tanjungpinang.
Para sopir tersebut merasa terancam profesinya oleh kebijakan ini, karena banyak dari mereka yang kendaraannya sudah mati pajak sejak beberapa tahun lalu.
Salah satu sopir angkot tersebut, Ujang mengungkapkan, bahwa pendaftaran untuk program tersebut mengharuskan kendaraan memiliki pajak yang masih aktif.
“Tentu bagi angkot, yang pajaknya sudah mati lama, tidak dapat mendaftar untuk program tersebut,” ujarnya kepada hariankepri.com, Selasa (17/9/2024).
Ia menegaskan, bahwa kendaraan miliknya sudah mati pajak sejak tahun 2022 lalu. Saat beroperasi, dirinya dibantu pemerintah saat ada razia pajak.
“Kami dibolehkan lewat saat ada razia, karena pemerintah mengerti kondisi kami,” sebutnya.
Menurutnya, angkot dulunya merupakan alat transportasi paling dibutuhkan di Tanjungpinang, namun kini semakin ditinggalkan.
Lebih lanjut, ia menerangkan, hal tersebut berdampak pada penghasilannya yang berkurang drastis, sehingga banyak dari mereka yang kesulitan dalam membayar pajak kendaraan.
“Untuk makan sehari-hari saja sulit, apalagi bayar pajak. Sudah puluhan tahun kami mengandalkan pekerjaan ini, dan kini semakin sulit,” sambungnya.
Dalam kesempatan itu juga, ia meminta, agar pemerintah dapat menemukan solusi supaya sopir angkot di Tanjungpinang masih bisa mendapatkan subsidi Pertalite di tengah penerapan kebijakan baru ini.
“Hampir 200 angkot masih beroperasi, dan sebagian besar sudah mati pajak. Kami berharap ada solusi dari pemerintah,” pungkasnya. (dim)