TANJUNGPINANG (HAKA) – Kalau saja semua mahasiswa punya mindset seperti mereka, bukan mustahil persoalan pengangguran di Provinsi Kepri ini dapat terurai.
Rumah berkelir hijau dengan spanduk kecil terpajang di rumah yang beralamat di Jalan Basuki Rahmat, Gang Mayang Sari 1 itu, merupakan “pabrik”, tempat memproduksi keripik yang digagas oleh empat orang mahasiswa Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH).
Sejak satu bulan terakhir, Rindy Afriady, Heri Kurniawan, Dewi Nurwati dan Nurelisa, punya aktivitas baru selain menyelesaikan materi di bangku kuliah.
Mahasiswa tingkat akhir FISIP UMRAH ini, tengah mencoba mempraktikkan ilmu enterpreuner yang mereka dapat di bangku kuliah.
“Sebagai mahasiswa yang harus menjadi agen perubahan, kami mencoba membuka peluang berusaha dan ikut dalam persaingan pasar. Melalui usaha keripik,” kata Heri Kurniawan, kepada hariankepri.com, Sabtu (11/1/2029) kemarin.
Usaha keripik yang mereka jalankan, boleh dikatakan beda dari keripik pada umumnya. Utamanya pada bahan baku yang mereka gunakan.
Usaha keripik yang mereka namai oleh-oleh Tanjungpinang itu, menggunakan buah sebagai bahan bakunya.
Seperti, pepaya, kelapa, bengkuang, dan labu kuning. Kemudian ada juga bahan baku yang tidak biasa, yakni jantung pisang.
“Alasan kami memilih keripik buah, karena memang masih minimnya penjual keripik buah disini (Tanjungpinang),” sebutnya.
Hal itu terbukti. Baru satu bulan berproduksi, sudah cukup banyak peminat keripik hasil kreasi mereka. Hebatnya lagi, usaha yang dirintis dari modal patungan dengan nominal di bawah Rp 1 juta ini, memiliki omset yang cukup lumayan. Heri menyebut, dalam tiga kali produksi mereka mampu meraup omset Rp 1 juta.
“Alhamdulillah, sejak ada usaha ini kami sekarang lebih mudah untuk makan dibanding sebelumnya. Karena banyak yang mengatakan sekarang tambah gemuk,” tuturnya sambil terkekeh.
Selain omset yang lumayan, peminat keripik buah mereka pun semakin bertambah. Tidak hanya sebatas di Kota Tanjungpinang, namun sudah sampai juga ke Kota Batam.
Heri juga mengakui, ada juga distributor dari Provinsi Riau yang tengah menjajaki untuk bekerjasama menyalurkan produk mereka di sana.
“Sekarang kami tinggal menunggu perizinan layak edar,” katanya.
Melihat perkembangan yang cukup positif dari usaha mereka. Di awal Januari 2020 lalu, mereka menyambangi klinik kemasan milik Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Kepri.
Disperindag Kepri pun memberi respon positif dengan akan melakukan upgrade kemasan produk mereka. Maklum, saat ini kemasan mereka masih tergolong cukup sederhana, hanya dari kertas pembungkus nasi dan ditempeli nama brand produk mereka.
Untuk urusan penjualan, sejak usaha ini dirintis mereka memanfaatkan media sosial sebagai tempat promosi. Selain itu, setiap Sabtu mulai pukul 17:00 WIB, mereka rutin membuka lapak di Laman Boenda, Tepi Laut.
“Sering juga kami menjajakan langsung di instansi pemerintahan,” tuturnya.
Meskipun saat ini usaha mereka tergolong lancar, namun bukan berarti tidak ada kendala yang mereka hadapi. Salah satu kendala yang menurut mereka saat ini cukup pelik yakni tentang sulitnya mendapat bahan baku. Terutama, jantung pisang yang menjadi produk paling diminati oleh pelanggan.
“Kami juga belum punya freezer, jadi tidak bisa menyetok bahan baku, dan peralatan kami juga hanya bisa untuk memproduksi dengan skala kecil,” tuturnya.
Mereka pun berharap, segala kendala itu dapat menjadi perhatian dari pemerintah. Karena, tujuan mereka melakukan usaha ini selain untuk memperkenalkan Kota Tanjungpinang. Tujuan jangka panjang mereka yakni untuk membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat Kota Tanjungpinang.
“Ke depan kami berharap dapat membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya di Kota Tanjungpinang, dan olahan ini menjadi salah satu khas yang berasal dari Kota Tanjungpinang,” ujarnya.(ndi)