Site icon Harian Kepri

Pemecatan Belum Diproses, 5 ASN Pemprov Berstatus Koruptor Masih Aman

Kepala BKDSDM Kepri, Firdaus

TANJUNGPINANG (HAKA) – Pemerintah Provinsi Kepri masih menunggu salinan keputusan dari pengadilan, terkait lima ASN di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepri yang telah dijatuhi hukuman oleh pengadilan dan kekuatan hukum tetap (inkrah) karena melakukan tindak pidana korupsi.

Kepala Badan Kepegawaian Pelatihan dan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Pemerintah Pemprov Kepri Firdaus mengatakan, hal itulah yang menjadi alasan Gubernur Kepri Nurdin Basirun belum mau menandatangani SK tersebut.

Menurutnya, salinan putusan pengadilan itu menjadi bagian penting bagi Pempov Kepri, dalam memproses penerbitan dan penandatangan SK Pemberhetian terhadap ASN Pemprov Kepri yang menjadi terpidana korupsi sebagaimana yang disampaikan oleh Badan Kepegawaian Nasional (BKN).

“Sebenarnya SK-nya itu sudah siap. Tapi, karena belum ada salinan (putusan dari pengadilan), kita tidak berani untuk menandatangani SK itu,” ujarnya, Senin (26/11/2018) kemarin.

Diungkapkannya, selama ini BKN hanya sebatas mengeluarkan nama-nama ASN di lingkungan Pemprov Kepri yang menjadi terpidana kasus korupsi, tanpa disertai dengan putusan pengadilan.

“Putusan pengadilan ini yang sekarang sedang kita cari,” tuturnya.

Diakuinya, pihaknya merasa kesulitan untuk mendapatkan salinan putusan pengadilan itu. Mengingat, kasus korupsi yang menjerat ke lima ASN Pemprov Kepri tersebut sudah berlangsung cukup lama.

“Bahkan, ada juga beberapa ASN yang terkena kasus itu sebelum dia pindah ke sini (Pemprov Kepri),” sebutnya.

Selain itu, Pemprov Kepri juga masih menunggu hasil keputusan hasil judicial review yang dilakukan oleh LKBH Korpri, terhadap keputusan SKB tiga menteri ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Sebagaimana diberitakan, Kemenpan RB, Kemendagri, dan BKN menerbitkan SKB Tiga Menteri yang berkait dengan pemecatan ASN terpidana koruptor.

Dalam kebijakan yang ditanda tangani pada (13/September/2018) lalu itu, terdapat tiga point yang menjadi fokus perhatian, bagi instansi pemerintah pusat maupun daerah dalam menjalankan SKB itu.

Tiga point dimaksud yakni, (a) penjatuhan sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat sebagai PNS oleh PPK atau pejabat berwenang lainnya kepada PNS, yang telah dijatuhi hukuman oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan.

Selanjutnya, pada huruf (b) disebutkan penjatuhan sanksi kepada PPK atau pejabat yang berwenang yang tidak melaksanakan penjatuhan sanksi sebagaimana huruf (a).

Kemudian, dalam aturan itu juga disebutkan, penyelesaian ruang lingkup dalam SKB itu paling lambat akhir Desember 2018.(kar)

Exit mobile version