JAKARTA – Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian memastikan Pemerintah tetap konsisten memprioritaskan dan memperhatikan usaha peternakan rakyat dan keberadaan ternak lokal untuk pemenuhan daging sapi dalam negeri.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita mengatakan, impor daging kerbau hanya bersifat sementara demi memenuhi ketersediaan produksi daging sapi lokal tahun 2017 belum mencukupi kebutuhan nasional.
“Ini sifatnya hanya temporer,” kata I Ketut Diarmita dalam keterangan persnya, Kamis (8/6/2017).
Pernyataan I Ketut Diarmita ini disampaikan menanggapi pemberitaan terkait dengan banjirnya daging kerbau impor di pasar yang berdampak terhadap usaha peternakan rakyat.
Berdasarkan prognosa produksi daging sapi di dalam negeri tahun 2017 sebesar 354.770 ton, sedangkan perkiraan kebutuhan daging sapi di dalam negeri tahun 2017 sebesar 604.968 ton.
“Sehingga untuk memenuhi kekurangannya dipenuhi dengan impor, baik dalam bentuk impor sapi bakalan maupun daging,” katanya.
I Ketut Diarmita menegaskan bahwa pemasukan daging kerbau ke Indonesia melalui penugasan dari Pemerintah kepada BULOG, bertujuanuntuk memberikan kesempatan kepada masyarakat yang belum bisa menjangkau harga daging sapi agar ada alternatif bagi mereka untuk menjangkaunya.
“Bukan untuk mengguncang harga daging sapi lokal,” tegasnya.
Kontroversi yang terjadi di masyarakat, lebih dikarenakan pada harga jual daging kerbau impor yang jauh lebih murah dari harga daging sapi lokal, sehingga dihawatirkan akan mengurangi permintaan daging sapi lokal.
“Pemerintah memastikan, dengan adanya kebijakan impor sapi daging beku asal India tersebut tidak akan menimbulkan distorsi harga dan tertekannya harga ternak lokal yang menyebabkan menurunnya pemotongan sapi lokal di Rumah Potong Hewan (RPH)” kata I Ketut Diarmita.
Berdasarkan informasi perkembangan harga yang dihimpun oleh Petugas Informasi Pasar (PIP) utamanya di daerah sentra produsen, yaitu 9 Provinsi (Sumatera Barat, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan), harga sapi hidup pada Bulan Mei dibandingkan dengan April di beberapa daerah sentra produksi mengalami peningkatan rata-rata 0,28%.(jpnn.com)