TANJUNGPINANG (HAKA) – Kuasa Hukum eks direktur dan Kadiv Keuangan PT BIS, Ris dan Td, Cholderia Sitinjak mengatakan, penetapan tersangka yang dilakukan oleh Kejari Bintan terhadap kliennya, ternyata belum mengantongi hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Indonesia.
BPKP adalah salah satu lembaga resmi untuk menentukan perhitungan kerugian negara, dalam penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) di republik ini.
“Yang mengaudit keuangan negara adalah BPKP. Ini kan tidak ada. Jaksa tidak bisa memperlihatkan bukti tersebut,” ucap Cholderia Sitinjak kepada wartawan, Jumat (17/12/2020) malam.
Cholderia menambahkan, setelah dirinya mempelajari berbagai dokumen antara pendirian BUMD PT BIS maupun kerja sama pihak ketiga, dan dugaan perkara pidana. Ia berkesimpulan, ini masuk ranah kasus perdata.
“Ini ternyata, bukanlah pidana khusus atau tindak pidana korupsi (Tipikor). Ini murni perdata, karena ada perjanjian antara PT BIS dan pihak ketiga di depan notaris, yang di dalamnya ada jaminan aset pinjaman,” paparnya.
Salah satu bunyi akta notaris mereka, antara PT BIS selaku pihak pertama dan pihak swasta selaku pihak kedua adalah, jika terjadi cedera janji atau disebut wanprestasi (KUHAPerdata).
Maka penyelesaian sengketa piutang mereka dengan cara kekeluargaan/musyawarah, hingga berujung ke Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang.
“Berarti di sana ada janji, ada piutang yang belum dapat ditagih ke pihak ketiga oleh PT BIS,” kata Cholderia.
Munculnya wanprestasi itu, setelah ada beberapa pihak ketiga belum dapat mengembalikan duit kepada PT BIS di pertengahan 2016.
Sehingga, ada pengajuan perubahan (addendum) kerjasama di akta notaris, untuk dilunasi dengan rentang waktu 25 Mei 2016 hingga 16 Desember 2017 lalu.
Jika janji pihak ketiga itu tidak ditepati, maka selaku pihak pertama akan melakukan penyitaan aset untuk dijual/dilelang ke pihak lainnya.
“Dengan berjalannya waktu, pihak ketiga mengajukan addendum karena pendapatan usaha tidak maksimal atau optimal,” jelasnya sambil menunjukkan bunyi akta notaris itu.
Namun prosedur PT BIS untuk mengeksekusi addendum maupun wanprestasi itu, kata Cholderia, tidak berjalan maksimal. Sebab, Direktur BUMD PT BIS, Ris tiba-tiba jatuh sakit.
“Rentang waktu Direktur Ris mulai sakit berat sampai berobat ke Malaysia. Sehingga terbengkalai dan tak terurus dengan baik lagi,” tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Bintan, Sigit Prabowo mengaku, nilai kerugian negara Rp 1,7 miliar itu dari hasil penghitungan Penyidik Kejari Bintan. Selah melakukan proses penyelidik hingga penyidikan selama 5 bulan terakhir.
“Dari perhitungan Penyidik Kejari Bintan ada kerugian negara atau daerah sekitar Rp 1,7 miliar. Kami juga menyita barang bukti uang tunai sebesar Rp 205 juta, dan 1 unit Honda Beat BP 2513 TU,” jelasnya.
Dalam kasus ini, penyidik telah mendapatkan keterangan 24 orang saksi. Terdiri dari pihak Pemda Bintan, swasta, dan karyawan BUMD PT BIS, ditambah seorang dosen ahli perusahaan dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) di Jakarta.
“Serta menyita barang bukti uang tunai Rp 205 juta, dari pengembalian pinjaman salah satu pihak ketiga. Ditambah Honda Beat BP 2513 TU,” tutupnya. (rul)