BINTAN (HAKA) – Warga Desa Lancang Kuning merasa diperlakukan tidak adil dalam penerbitan surat tanah alas hak. Di desa lain, pengurusannya dibantu menerbitkan surat alas hak. Sedangkan di desanya ada beberapa wilayah yang dipersulit pengurusan alas hak.
Miswandi warga setempat mengatakan, sudah berpuluh tahun dirinya memiliki sepetak lahan di jalan lintas Desa Lancang Kuning. Lahan seluas hampir 1 hektare itu, tidak bisa diterbitkan surat alashaknya. Alasannya, lahan itu masuk dalam wilayah hutan lindung. Padahal, warga desa tetangga, yakni Desa Sebong Pereh, yang statusnya wilayahnya juga hutan lindung justru bisa diterbitkan surat tanahnya.
”Bukan apa-apa mas, kalau kami sudah tidak ada, terus kami mau wariskan ke anak, kan tidak ada buktinya. Kalaulah ada surat alashak, kan tanah yang kami garap berpuluh-puluh tahun ini, bisa diwariskan ke anak,” kata pegawai UPT Pajak Bintan Utara ini.
Surono warga juga mengeluhkan status hutan lindung. Setahunya, hutan lindung tidak boleh ditempati apalagi ada pemukiman. Tapi, mereka anak beranak sudah tinggal di sana, sejak puluhan tahun lalu. ”Kami di sini sudah puluhan tahun tinggal di kawasan hutan lindung,” katanya.
Karena tinggal di kawasan hutan lindung, membuat dia dan ratusan kepala keluarga di sana, kesulitan mendapatkan pengakuan tanah. Diakui pegawai kantor desa ini, banyak sekali pengajuan masyarakat untuk penerbitan surat tanah alashak, yang terbengkalai.
”Maunya pemerintah melihat kalau di sini adalah pemukiman, banyak masyarakat yang tinggal di dalamnya. Janganlah ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung,” harapnya. Kades Lancang Kuning, Kholili Bunyani menjelaskan belum berhasil dihubungi. (dee)