Oleh:
Nindi Dwi Anggini
Mahasiswa Program Studi Sosiologi Stisipol Raja Haji
PERANG sarung atau tarung sarung merupakan sebuah tradisi kebudayaan suku Bugis. Namun, seiring perjalan waktu, tradisi tersebut kini banyak disalahgunakan oleh para kawula muda.
Para generasi muda utamanya, para Anak Baru Gede (ABG) menjadikan tradisi tarung sarung tersebut, sebagai ajang tawuran yang dilakukan selama bulan Ramadan. Hal ini dapat dilihat dari cukup maraknya fenomena perang sarung yang dilakukan oleh para ABG di sejumlah wilayah Indonesia.
Salah satunya seperti yang terjadi di, Bantul. Di sana, sebanyak 24 pelajar dari salah satu SMP Negeri Kapanewon Dlingo, Bantul diamankan polisi pada Sabtu (1/4/2023) karena kedapatan melakukan tawuran dengan cara perang sarung.(Sumber:RADAR JOGJA).
Kondisi ini tentunya cukup memprihatinkan. Mengingat, bulan suci Ramadan yang seharusnya diisi dengan kegiatan-kegiatan positif, justru digunakan oleh para remaja untuk melakukan aktivitas yang mengancam nyawa.
Kenapa disebut mengancam nyawa?. Karena, sarung yang mereka gunakan untuk perang itu dibagian ujungnya diisi dengan sejumlah benda keras, seperti batu atau kayu.
Lalu, ujung sarung yang sudah terikat itulah yang mereka pukulkan ke lawan mereka disaat mereka melakukan tawuran. Mirisnya lagi, aktivitas membahayakan itu biasanya dilakukan ketika orang-orang tengah khusuk melakukan Salat Tarawih hingga menjelang waktu sahur.
Kondisi ini tentunya tidak bisa terus dibiarkan. Harus ada, pengawasan khusus dari para orang tua serta tokoh masyarakat agar anak-anak tidak melakukan aktivitas berbahaya tersebut.
Salah satu langkah yang tentunya dapat dilakukan oleh orang tua yakni, dengan mengawasi secara intens pergaulan anak-anaknya. Kemudian, orang tua juga bisa mewajibkan anak-anak remajanya untuk mengisi Ramadan dengan berbagai kegiatan-kegiatan positif, antara lain pesantren kilat dan tadarus Al Quran.
Jika cara itu konsisten dilakukan, bukan hal yang mustahil, anak-anak akan menghindari kegiatan-kegiatan yang negatif seperti tawuran, perang sarung yang sama sekali tidak memberikan manfaat, namun, justru dapat merugikan diri sendiri dan juga pihak yang lain.
Peran pihak kepolisian juga dinilai penting, dalam melakukan pengawasan terhadap aktivitas para remaja. Pihak kepolisian juga dapat bekerjasama dengan masyarakat untuk sama-sama mengawasi pergaulan para remaja, agar tidak terjerumus ke dalam hal-hal negatif.
Salah satunya, yakni, dengan meminta kepada masyarakat untuk segera melapor, apabila ditemukan adanya aktivitas perang sarung atau aktivitas negatif lainnya yang dilakukan oleh remaja ataupun masyarakat umum lainnya.
Kesimpulannya, di bulan Ramadan merupakan bulan suci dan mulia yang penuh berkah serta rahmat ini, hendaknya diisi dengan berbagai kegiatan positif.
Karena pada hakikatnya, bulan yang selalu dinantikan oleh umat Islam ini adalah ajang untuk memperbanyak amal dan ibadah dalam kehidupan sehari-hari.
Maka, segala tingkah laku yang dilakukan hendaklah mencerminkan perbuatan-perbuatan yang baik karena kebiasaan yang baik dan akan mendapatkan ridho dari Allah Swt. Bukan justru melakukan hal-hal yang negatif yang merugikan diri sendiri dan orang banyak. (***)