BINTAN (HAKA) – Puluhan warga yang tergabung dalam Persatuan Keluarga Flores, berkumpul di Kawasan Ekonomi Khusus, Galang Batang, tepatnya di Kampung Masiran, RT007/RW002, Desa Gunung Kijang, Kecamatan Gunung Kijang, Jumat (20/11/2020).
Ketua Persatuan Keluarga Flores (PKF) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Ighnatius mengatakan, pihaknya telah berkumpul sejak pagi hingga pukul 14.00 WIB.
Sebab menurut Ighnatius, pihak PT Bintan Alumina Indonesia (BAI), akan melakukan penggusuran secara paksa ke 5 unit rumah warga di kampung ini.
Atas kepedulian Keluarga Besar Flores, sehingga para pemuda, orang tua maupun ibu-ibu rumah tangga turun ke lokasi, untuk menghalau jika ada alat berat yang akan melakukan penggusuran.
Persoalan lahan ini, kata Ighnatius, bahwa PT BAI mengklaim lahan 30 hektar ini adalah milik perusahaan pada November 2018 silam. Bahkan PT BAI, beralibi telah membayar lahan itu ke 5 orang warga yang berada dikampung ini.
“Itu tidak benar, kenyataannya warga tidak menerima dan tak ada yang datang membeli lahan ini ke mereka. Pernyataan dari PT BAI itu adalah provokatif dan sekaligus memecah bela warga kami,” tuturnya.
Ighnatius menambahkan, pada tanggal 27 September 2020 lalu,PT BAI menggunakan alat berat beserta pengawalan petugas, berusaha menerobos untuk melakukan penggusuran di sini.
Sehingga terjadi tindakan kriminalisasi saat itu. Kejadian itu telah diproses di pihak kepolisian. Namun proses hukumnya hingga saat ini mandek.
“Kami minta bapak Kapolri untuk memantau khusus, dalam kaitan penegakkan hukum pada kejadian kriminal itu, yang sudah ditangani oleh Polres Bintan. Karena menurut kami, proses hukumnya sampai sekarang tidak ada perkembangan,” sarannya.
Sementara itu, mantan Ketua RT007, Kampung Masiran, Abdul Latif mengatakan, dirinya dan sejumlah warga lainnya telah membuka dan mendiami lokasi ini sejak tahun 1998 silam.
Selanjutnya, warga melakukan aktivitas pertanian maupun perkebunan.
“Kalau tanaman di sini itu mulai buka, kita tanam jengkol, pohon pete, jambu, ubi kayu, sampai sayur-sayuran,” jelasnya.
Hingga lepas dari posisi ketua RT. Abdul menegaskan, tidak ada seorang pun atau kelompok yang datang mengklaim kepemilikan lahan ini. Artinya, selama ini tida ada jual beli lahan.
“Buka kampung ini, mulai tahun 1998. sampai akhirnya memiliki Surat Keterangan Terdaftar (SKT) pajak tanah sejak tahun 2008,” tutupnya. (rul)