Site icon Harian Kepri

Pola Asuh Anti Stunting

Oleh:
Stefvani Chania, S.Psi, M.Psi, Psikolog
Tim Pakar Audit Kasus Stunting Kabupaten Bintan

PERAN orang tua sangat penting dalam upaya pencegahan stunting. Bayi dalam kandungan, dan bayi baru lahir sangat bergantung pada orang tuanya, untuk memenuhi kebutuhan dasar berupa nutrisi dari makanan.

Apa yang dikonsumsi ibu juga dikonsumsi bayi dalam kandungan, termasuk kondisi psikologis ibu juga dirasakan oleh bayi dalam kandungan tersebut. Ibu Bahagia, bayi juga Bahagia.

Sejak dalam kandungan, bayi sudah membutuhkan nutrisi yang tidak sedikit. Bahkan jika tidak terpenuhi, maka kesehatan ibu yang menjadi taruhannya.

Misalnya, jika ada kebutuhan bayi berupa kalsium dan ibu tidak mengonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup, maka bayi akan menyerap dari cadangan kalsium dari tubuh sang ibu, sehingga ibu akan mengalami pengeroposan tulang, gigi, atau rambut yang rontok.

Demikian pula pada bayi baru lahir yang tidak bisa mengkomunikasikan kebutuhannya dengan baik, hanya dengan isyarat berupa tangisan.

Peran orang tua dan lingkungan yang sangat besar, bagaimana menyediakan kebutuhan nutrisi bayi untuk memenuhi pertumbuhan otak hingga seluruh tubuh bayi.

Kebutuhan nutrisi paling awal bayi hanya Air Susu Ibu (ASI), yang dalam beberapa kondisi dapat digantikan dengan Susu Formula. Seiring pertambahan usia, mulai usia 4 bulan, bayi sudah diperkenalkan makanan lain pendamping ASI.

Nutrisi ini dibutuhkan bayi dalam bentuk, jumlah, komposisi, dan porsi yang cukup. Kekurangan nutrisi ini yang apabila terjadi secara terus menerus maka akan menyebabkan stunting dikemudian hari.

Masalah terberat bagi orang tua bahkan terjadi sebelum anak didiagnosa stunting. Pada saat itu, sudah dipastikan terjadi keterlambatan hingga kegagalan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak.

Dampak Gagal Tumbuh Kembang

Berbicara tentang pertumbuhan, orang tua akan melihat secara kasat mata bahwa tinggi anak jauh dibawah rata-rata teman seusianya. Ini yang disebut stunting. Meskipun dibantu dengan makanan yang terlihat cukup, namun tidak membantu anak bertambah tinggi.

Pada beberapa anak, kondisi ini dirasa kurang nyaman karena berbeda dari anak lainnya. Sebaliknya, berbeda dengan pertumbuhan, berbicara tentang perkembangan anak tidak serta merta dapat dilihat secara kasat mata.

Perkembangan otak anak, misalnya. Otak butuh nutrisi untuk memaksimalkan perkembangan jaringan syaraf. Nutrisi ini didapat dari apa yang dikonsumsi anak.

Kegagalan perkembangan otak memiliki dampak yang serius, dimulai dari kesulitan anak untuk berbicara, kesulitan bergerak bebas, keterlambatan berpikir, yang dikemudian hari menjadikan anak kesulitan belajar, sulit beradaptasi pada tugas sekolah, dan sebagainya.

Hal-hal ini sebenarnya yang ingin dicegah sejak dini, sehingga jika berbicara tentang stunting bukan hanya soal makan makanan bergizi saja tapi bagaimana makanan tersebut dapat optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan anak.

Pencegahan Stunting Melalui Pola Asuh

Ada beberapa pola asuh yang mendukung upaya-upaya pencegahan stunting ini, misal adanya dukungan kedua orang tua, untuk mengasihi bayi dari sejak dalam kandungan. Bagaimana lingkungan terdekat dan pasangan, mendukung ibu hamil mendapatkan kesejahteraan lahir dan batin saat mengandung.

Selain dukungan sosial, perlu adanya dukungan psikologis peran suami saat ibu nifas dan menyusui. Misalnya, ASI yang lancar salah satunya dipengaruhi oleh hormon oksitosin. Hormon ini dapat optimal karena perasaan bahagia ibu yang didapat dari adanya dukungan suami.

Bayi yang merasa cukup ASI dan mendapati lingkungan yang nyaman akan memiliki waktu istirahat yang cukup, tidak rewel, dan tidur dalam jumlah yang sesuai.

Saat tidur, hormon pertumbuhan bekerja optimal untuk meningkatkan tinggi badan anak. Pembentukan lingkungan yang nyaman ini juga upaya yang perlu diperhatikan oleh orang tua.

Apakah suasana rumah bebas kekerasan, teriakan, atau ancaman? Adakah ucapan-ucapan positif yang membangun? Apakah anak mendapat cukup pelukan sebagai rangsang pertumbuhan dan kesejahteraan psikologis?

Adakalanya proses belajar makan pada anak tidak selamanya menyenangkan, ada anak yang pilih-pilih makanan, ada yang hanya ingin satu menu saja berhari-hari. Mungkn ada yang sudah masukkan makanan ke mulut tapi tidak dikunyah, ada yang dimuntahkan lagi, ada yang hanya makan makanan ringan saja, ada yang mau minum susu saja, dan sebagainya.

Makan dengan Kasih Sayang

Saat belajar makan, anak akan mencontoh orang tua. Jika orang tua pilih-pilih makan maka anak cenderung pilih-pilih makan juga. Misalnya anak pernah melihat orang tuanya menolak makan sayuran tertentu, anak akan belajar bahwa boleh menolak makanan. Hal ini menjadikan anak menolak tidak hanya sayur, ikan, buah, susu, atau makanan lainnya.

Mari mulai dengan menciptakan lingkungan yang penuh kasih sayang saat makan. Makan di waktu yang tepat dalam jumlah yang cukup.

Ajari anak untuk berdoa dengan maksud untuk bersyukur atas makanan yang didapat. Mengedepankan rasa syukur ini menjadikan suasana makan menjadi tenang, mengunyah dengan perlahan, dan proses penyerapan gizi menjadi optimal.

Hal ini tentu saja dimulai dengan membangun suasana rumah menjadi nyaman, peran ini juga dilakukan oleh kedua orang tua untuk memastikan kecukupan gizi dan proses yang menyenangkan. Anak akan belajar dari sini dan membawa pengalaman menyenangkan ini sebagai dasar yang kuat untuk proses tumbuh kembangnya.

Di balik itu semua, stunting bukan tentang tinggi badan saja, terdapat juga persoalan yang beririsan dalam lingkungan biopsikososial anak. Ini akan menjadi cerita panjang dalam upaya pencegahan stunting pada anak bahkan sebelum mulai membangun rumah tangga itu sendiri.

Hal ini yang kemudian perlu upaya yang bersifat kolaboratif dan komprehensif dari berbagai pihak, mulai dari kedua orang tua, lingkungan terdekat, lingkup tetangga, hingga kebijakan-kebijakan dari pemerintah yang mendukung upaya-upaya tersebut. Mari kita cegah stunting dengan mengembalikan fungsi keluarga menjadi tempat nyaman untuk tumbuh kembang anak. ***

Exit mobile version