Site icon Harian Kepri

Presiden Nyatakan Dewan Pers Adalah Fasilitator, Ketua MK: Penjelasannya Sudah Lengkap

Pelaksanaan sidang Uji Materi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers di Gedung Mahkamah Konstitusi, Senin (11/10/2021) siang-f/istimewa

JAKARTA (HAKA) – Presiden Joko Widodo memberikan keterangan tertulis secara daring pada sidang Uji Materi pasal 15 Ayat (2) huruf f dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers di Gedung Mahkamah Konstitusi, Senin (11/10/2021) siang.

Keterangan tertulis Presiden Joko Widodo disampaikan melalui kuasa hukumnya Menteri Hukum dan Ham RI Yasona Laoli, dan Menteri Kominfo Johny Plate, yang dibacakan langsung oleh Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Usman Kansong.

Dalam keterangannya itu, Presiden Joko Widodo mengatakan, pasal 15 Ayat (2) huruf f bukanlah ketentuan yang sumir untuk ditafsirkan.

Karena, rumusannya sudah sangat jelas dalam memberikan suatu pemaknaan bahwa, fungsi Dewan Pers adalah fasilitator dalam penyusunan peraturan-peraturan di bidang pers.

“Memperhatikan definisi kata memfasilitasi tersebut maka maknanya, Dewan Pers tidak bertindak sebagai lembaga pembentuk atau regulator karena berdasarkan ketentuan a quo UU pers, penyusunan peraturan-peraturan di bidang pers dilakukan oleh organisasi-organisasi pers,” jelasnya.

Hal tersebut sambungnya, telah secara jelas disebutkan setelah kata memfasilitasi dalam ketentuan a quo, terdapat frasa organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan pers.

“Sehingga rumusan tersebut tidak dapat ditafsirkan menghalangi hak organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers. Justru Dewan Pers yang memfasiltasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan pers,” paparnya.

Presiden juga menjelaskan, dalam implementasinya berkenaan dengan peraturan-peraturan yang disusun oleh organisasi pers, diterbitkan sebagai peraturan Dewan Pers.

Hal tersebut lebih kepada konsensus di antara organisasi-organisasi pers, agar terciptanya suatu peraturan-peraturan pers yang kohesif yang dapat memayungi seluruh insan pers.

Sehingga, tidak terdapat peraturan-peraturan organisasi pers yang bersifat terpisah, sporadis, dan justru bertentangan dan menyebabkan ketidakpastian hukum, dan menghambat terciptanya peningkatan kehidupan pers nasional yang sehat.

Lebih lanjut ia menjelaskan, apabila para pemohon mendalilkan organisasinya bernama Dewan Pers Indonesia, maka itu bukanlah nomenklatur dan entitas yang dimaksud dalam Pasal 15 Ayat (1) UU Pers.

“Berdasaran hal tersebut Dewan Pers Indonesia, organisasi atau forum organisasi pers yang menjadi anggotanya tidak memerlukan penetapan dari presiden dalam bentuk keputusan presiden. Dan tidak ditangapinya permohonan penetapan anggota Dewan Pers Indonesia oleh Presiden bukanlah suatu perlakuan diskiriminatif yang melanggar UUD 1945 melainkan suatu tindakan yang telah sesuai dengan hukum yang berlaku,” sebutnya.

Anggota Majelis Hakim Saldi Isra pada kesempatan itu, meminta kepada pihak pemerintah, supaya Mahkamah Konstitusi diberi tambahan keterangan terutama tentang risalah pembahasan terkait dengan perumusan konstruksi Pasal 15 Ayat (2) dan ayat (3) UU Pers.

“Kami perlu tahu apa yang disampaikan oleh para penyusun UU itu. Karena kami khawatir bisa saja apa yang dikemukakan oleh pemerintah adalah pemahaman tentang hari ini. Oleh karena itu kami (perlu) dibantu agar tidak terjadi keterputusan semangat yang ada dalam Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) UU Pers tersebut untuk membantu kami secara komprehensif memahami dua norma yang diuji materi oleh pemohon,” sebutnya.

Sedangkan Ketua Majelis Hakim Anwar Usman mengatakan, keterangan pemerintah sudah cukup lengkap. Ia juga meminta pihak terkait Dewan Pers, untuk memberi keterangan terkait praktik Dewan Pers selama ini.

“Mahkamah meminta dijelaskan praktik selama ini dan bagimana keunggulan kelebihan yang selama ini terjadi dalam rangka Dewan Pers itu bisa menjadi satu garda terdepan dalam rangka menjaga pemberitaan yang dilakukan media cetak maupun elektronik, dan media sosial bisa betul-betul mengawal berita-berita yang bertanggungjawab, objektif, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (bukan) berita yang malah bisa merusak kohesi nasional selama ini,”ujarnya.

Daniel Yusman, Angota Majelis Hakim lainnya, juga meminta penjelasan pemerintah dan pihak terkait mengenai jumlah perusahaan pers dan jumlah organsiasi pers. Selain itu Yusman meminta keterangan mengenai sejarah sejak perubahan UU Pers apakah pernah tidak di SK kan oleh Presiden, atau selama ini setelah perubahan selalu ada SK Presiden terkait pengakatan anggota Dewan Pers.

“Karena dalam permohonan pemohon semangatnya berharap presiden hanya menjalankan fungsi administratif jadi tidak ada kewenangan untuk tidak mengeluarkan SK Presiden,” ujarnya. (kar)

Exit mobile version