MENYEBUT Nama Hj Rahma, masyarakat Tanjungpinang pasti tidak akan terkaget-kaget. Sebab dialah, orang nomor satu di Kota Gurindam ini.
Melihat perjalanan karir Rahma, kita seakan diingatkan kembali dengan sosok Nurdin Basirun, sang Nahkoda Provinsi Kepulauan Riau, yang akhirnya mengalami kecelakaan politik.
Rahma dan Nurdin tentu sangat berbeda. Namun siapa sangka, banyak kesamaan dari kedua tokoh di Kepri, dan Kota Tanjungpinang ini.
Pertama, Rahma dan Nurdin sama-sama bertengger di puncak kekuasaan, setelah atasan mereka, berpulang keharibaan sang pencipta.
Kedua. Baik Rahma maupun Nurdin, sama-sama menjadi wakil kepala daerah dari orang yang berbeda, tapi mirip panggilannya. Ayah Sani (Alm) dan Ayah Syahrul (Alm).
Nah yang ketiga, ini yang paling menarik. Keduanya, sama-sama hijrah ke Partai NasDem, setelah sebelumnya berbendera Partai Golkar.
Namun, dalam catatan ini saya tidak membanding-bandingkan keduanya. Saya lebih tertarik menilik sosok Rahma, yang tidak lama lagi akan menyandang gelar orang nomor satu di Kota Tanjungpinang, untuk sisa 3 tahun masa jabatannya.
Rahma memang dikenal sosok yang lebih banyak diam, meskipun terkadang muncul dengan sikap kontroversi.
Publik sempat kaget, ketika Almarhum Syahrul tiba-tiba mendaulat Rahma, sebagai Calon Wawako tahun 2018 silam.
Kenapa tidak. Rahma yang masih “berbaju merah” kala itu, sejurus kemudian berubah “baju kuning”, untuk maju mendampingi sang ulama kita, Alm H Syahrul.
Serangan pun datang bertubi-tubi kepada Rahma, dari lawan politik yang merasa dikhianati. Anjing menggongong, Kafilah Jalan Terus, itu lah peribahasa yang dipakai Rahma. Alhasil, Tanjungpinang 2 berhasil diembannya.
Kini, sepeninggal Alm Syahrul, perempuan kelahiran 45 tahun silam ini akan menuju singgasana kursi Tanjungpinang 1.
Tentu setelah Rahma berlabel wali kota, babak baru perebutan kursi sang wakil akan menjadi menarik. Sebab, dalam aturan di negeri +62 ini, partai politik pengusung, adalah kendaraan yang punya hak penuh mengusulkan kader terbaiknya.
Partai itu adalah, Golongan Karya (Golkar) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Uppss…ada partai almamater Rahma. Semua pasti masih mengingat hangat, aksi loncat partai ala Rahma, yang dilakukan mendadak pada Februari 2020 lalu.
Tanpa ada alasan apapun, Rahma tiba-tiba saja pindah ke NasDem. Gelombang serangan bernada nyinyir pun dialamatkan ke Rahma.
Mulai dari julukan “kader karbitan”, hingga politisi kutu loncat pun disematkan kepadanya. Alih-alih diikhlaskan pindah, perempuan keturunan Bugis ini juga dituding mau merebut posisi ketua partai.
Dengan gaya khasnya, Rahma tetap saja berlalu dengan sikap politiknya, meskipun banyak kader partai dari seberang yang membencinya.
Seakan dunia berputar kencang, hanya 3 bulan berselang, kebencian itu berubah menjadi keinginan untuk menjadi pendamping, RAHMA. Namanya juga politik. Sekian dan Terima Kasih. Salam Bahagia. ***
Penulis
Taufik Habu
Pemred hariankepri.com
30 dewan penentu juga kah siapa tanjungpinang 2 yang mengemis tahta ke rahma, yang dulunya menjelek-jelekkan