BINTAN (HAKA) – Pemerintah Pusat telah menetapkan Pulau Rempang, Kota Batam sebagai kawasan industri pabrik kaca dan solar panel dunia dengan nilai investasi mencapai ratusan triliun.
“Komitmen itu diwujudkan dengan penandatanganan kerjasama antara PT Makmur Elok Graha (MEG) Indonesia dengan Xinyi Grup yang disaksikan Presiden Jokowi di Cina,” ucap Menteri Investasi atau Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, Agustus 2023 lalu.
Menanggapi hal itu, Humas Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Kabupaten Bintan, Putra Ardiansyah, menegaskan, bahwa relokasi penduduk Rempang melanggar Undang-Undang nomor 7 tahun 2016 tentang perlindungan nelayan dan pembudidaya.
“Sebagian besar masyarakat Rempang berprofesi sebagai nelayan dan budidaya ikan maupun hasil laut lainnya,” terang Ardiyansyah, Selasa (12/9/2023).
Menurutnya, di undang-undang itu juga mengatur bahwa Pemerintah Pusat maupun daerah, dilarang membuat kebijakan yang bertentangan dengan perlindungan dan pemberdayaan nelayan.
Artinya, relokasi masyarakat pesisir di Rempang, tidak boleh dilakukan secara tergesa-gesa tanpa landasan sosiologis, empiris, dan yuridis terlebih dahulu.
“Sebab, para nelayan di sana, menggantungkan hidup mereka dengan laut dan pantai selama ini,” terangnya.
Jika pemerintah tetap memaksakan penduduk pesisir Rempang pindah dari wilayah itu, maka, tak bisa dijamin kehidupan maupun pendapatan mereka ke depannya.
“Mata pencaharian mereka adalah nelayan dan budidaya,” tuturnya.
Untuk itu, kata Ardiansyah, KNTI Bintan berharap kepada Pemerintah Pusat agar lebih jeli untuk memikirkan nasib rakyat yang ada di Rempang.
“Investasi belum tentu memberikan dampak positif berupa kebaikan dan keadilan terhadap masyarakat lokal dan lingkungan hidup,” tutupnya. (rul)