Site icon Harian Kepri

Saksi Sidang Korupsi Rokok Non Cukai Mengaku Dapat Untung Rp 7 Miliar

Para saksi sedang memberikan keterangan soal kasus korupsi pengaturan cuakai rokok di sidang PN Tanjungpinang,Rabu (17/1/2024)-f/masrun-hariankepri.com

TANJUNGPINANG (HAKA) – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjungpinang yang dipimpin oleh Ricky Ferdinand, menggelar sidang lanjutan korupsi, pengaturan barang kena cukai, untuk terdakwa Den Yealta, Rabu (17/1/2024) sore.

Sidang itu menghadirkan 11 orang saksi, baik dari staf BP Kawasan Free Trade Zone (FTZ) Tanjungpinang, maupun pengusaha distributor dan pabrik rokok.

Dalam sidang, JPU KPK RI menanyakan kepada saksi Budiyanto selaku perantara BP Tanjungpinang dengan 4 perusahaan, yang tadinya akan mendirikan pabrik rokok di Pulau Dompak, Tanjungpinang pada tahun 2018 lalu. Salah satunya adalah PT Megatama Pinang Abadi.

“Dalam kasus ini, saya pengembalian kerugian negara Rp 1 miliar ke KPK. Uang itu dari 4 perusahaan pabrik rokok itu,” ucap Budiyanto kepada majelis hakim.

Ia mengaku sebagai penghubung ke perusahaan-perusahaan, untuk mencari sejumlah bidang lahan pembangunan pabrik rokok saat itu.

Saat itu, pemilik saham di 4 perusahaan itu, yakni, Karim dan Asman. Mereka mengirimkan uang pembayaran lahan warga untuk pembangunan pabrik di Dompak sebanyak Rp 724 juta.

“Rp 724 juta,” jawab saksi. “Tapi bukti total pengiriman pembayaran yang dikirim ke saudara saksi Rp 870 juta, sisanya ke mana?,” tanya JPU kembali ke Budiyanto. Namun Budiyanto enggan memberikan keterangan secara pasti.

Sementara itu, saksi lainnya, Asman menambahkan, dirinya mengaku berkoordinasi dengan Budiyanto mengenai segala kepengurusan lahan pabrik itu.

Menurut Asman, pendirian pabrik itu atas permintaan dari terdakwa Den Yealta saat itu selaku Kepala BP Kawasan Tanjungpinang.

“Jangan hanya mencari keuntungan tapi harus dirikan perusahaan di sini (Tanjungpinang, red), supaya ada lapangan pekerjaan untuk warga Tanjungpinang,” tutur Asman menirukan keterangan Den Yealta saat itu.

Tanah itu kata Asman sebagian besar milik Den Yealta dengan status kepemilikan alas hak. Tidak ada juga akta jual beli, dan belum ada sertifikatnya hingga saat ini.

“Sudah ada perencanaan untuk pembangunan pabrik. Tapi tidak jadi dibangun sampai sekarang, jual beli atas nama saya (Asman),” tuturnya.

Meski pihaknya tidak membangun pabrik di Pulau Dompak, namun kata Asman, pihaknya juga mendapat kuota rokok sekitar ribuan karton dari BP FTZ Tanjungpinang.

Untuk penjualannya di sejumlah daerah melalui beberapa distributor. Namun, dirinya tidak mengetahui lokasi mana saja yang dijual produksi rokoknya.

“Untuk kuota rokok tapi saya tidak tau persis jumlahnya, dengan keuntungan Rp 7 miliar hasil dari penjualan rokok non cukai itu,” tutupnya. (rul)

Exit mobile version