Oleh: M. Dedy Saputra, SST.Par., MM.
Warga Tanjungpinang, peminat perubahan
Belakangan ramai pihak mempertanyakan kontribusi milenial terhadap bangsa Indonesia.
Pertanyaan itu bagi saya layaknya cermin bagi para senior yang teguh mempertahankan status quo, yang abai regenerasi.
Ruang-ruang politik dan pemerintahan yang luas seakan tertutup bagi milenial untuk berkontribusi. Sistem regenerasi birokrasi yang relatif nepotisme masuk ke ruang politik, memperkecil peluang generasi milenial berkontribusi dalam pemerintahan dan politik.
Kalau mereka melihat ke luar, diluar dunia politik dan pemerintahan banyak generasi muda dan milenial yang berkontribusi bagi bangsa ini di ruang-ruang publik.
Tahukah mereka bahwa start up unicorn Indonesia yang masuk ke pasar global didirikan oleh milenial? Sebut saja yang paling popular; ada Nadiem Makarim di Gojek, ada Wiliam Tanuwijaya di Tokopedia, ada Ferry Unardi di Traveloka dan ada Achmad Zaki di Bukalapak.
Mereka semua adalah milenial yang lahir di tahun 80-an. Mereka semua berkontribusi terhadap perekonomian Indonesia.
Terus, milenial yang lain ada dimana? Sebagian mereka adalah pekerja freelance pembuat artikel blog, pembuat konten monetisasi, pemain e-sport di channel youtube, musisi di sportify dan joox, desainer freelance untuk situs global, affiliate marketer dan masih banyak kontribusi kebaruan yang tak popular di lingkungan mereka.
Terus sisanya kemana? Yang lainnya adalah milenial yang harus diberdayakan secara baik oleh pemerintah. Dari 7 juta penganggur di Indonesia, 56 persennya adalah pemuda. Jadi hampir 4 juta pengangguran usia produktif ini adalah potensi yang akan berkontribusi untuk Indonesia di masa depan.
Tugas bapak/ibu sebagai pemegang kebijakan formal untuk mendorong potensi besar ini untuk membangun masa depan Indonesia yang lebih maju.
Berikan ruang bersuara yang lebih besar bagi milenial. Dengan cara mengenali karakteristik milenial di era digital saat ini.
Kemudian dekati mereka dengan saluran komunikasi yang dekat dengan generasi milenial.
Lembaga-lembaga formal yang dekat dengan milenial agar segera mengaktifkan notifikasi percakapan media sosialnya dengan respon yang cepat.
Hal ini akan memudahkan identifikasi kebutuhan dalam mengambil kebijakan pemberdayaan milenial dan eksekusi kebijakan yang terkait dengannya. Jangan malah menggunakan teknologi usang untuk membangun masa depan.
Nah, sekarang milenial balik bertanya apa kontribusi anda terhadap milenial?.***